Part 21 - Random

1783 Kata
“Chan?” “Chan! Kau di mana?” “Chan?” Tidak ada balasan dari Chan. Kimberly mulai takut sendirian di gudang ini. Ia hendak melangkah keluar dari gudang ini, namun, ada satu suara yang menyebabkan dirinya membatalkan niat untuk keluar dari gudang ini. Ia tidak dapat mendengar dengan jelas suara itu. Entah itu suara manusia atau suara hewan, ia tidak dapat mengetahuinya dengan jelas. Suara jangkrik dan angin terlalu keras sehingga ia tidak dapat memastikan suara itu. Karena rasa penasarannya tinggi, ia masuk ke dalam gudang dan mencari sumber suara itu. Ia berjalan perlahan. Jujur, Kimberly merasa sangat ketakutan saat ini. ia takut jika yang ia temui adalah sebuah makhluk halus. Suara tersebut semakin terdengar dengan jelas. Seperti suara rintihan. Saat ia menemukan sumber suara tersebut, rupanya itu adalah suara kucing yang terjebak di sela-sela meja dan beberapa tumpukkan barang lainnya. Kimberly mendekati kucing tersebut. Kucing yang malang. Pasti kucing ini sudah terjebak di sini semenjak mereka menutup gudang ini. “Hai, kucing. Pasti kau sudah lama terjebak di sini, ya? Kasihan sekali kamu,” Kimberly mengambil kucing itu dan menggendongnya. Kimberly melihat ada beberapa luka di tubuh kucing itu. Karena rasa kasihannya, Kimberly berinisiatif untuk mengobati kucing yang malang ini. Saat ia hendak keluar, tiba-tiba ada sosok orang yang berdiri di depan pintu gudang. Refleks, Kimberly terkejut dan hampir berteriak. Pasalnya, keadaan benar-benar gelap dan ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang ada di hadapannya saat ini. Kimberly menyoroti orang itu dengan senter yang ada di tangan kanannya, sedangkan tangan kirnya menggendong kucing malang tadi. “Kau? Astaga, Chan! Ku kira kau hantu atau makhluk lainnya. Dari mana saja kau ini? Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya? Dan kau, tega sekali meninggalkanku sendiri di gudang yang gelap seperti ini.” Chan mendengarkan setiap omelan dan keluhan dari Kimberly. Ia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan yang terjadi. “Sudah?” Kimberly merasa kesal dengan laki-laki itu. Ia sudah hampir mati ketakutan sendirian di sini. Tapi, saat ia balik, Chan hanya mengatakan ‘Sudah?’ pada dirinya. Chan yakin jika Kimberly marah padanya saat ini. Ia hendak menjelaskannya namun Kimberly sudah berjalan keluar dari gudang ini dan melewatinya begitu saja. “Astaga! Pasti dia marah padaku,” Chan langsung mengikuti arah perginya Kimberly. Chan bahkan lupa untuk menutup kembali pintu gudang ini. “Kim!” “Hei, dengarkan aku, Kim!” “Astaga, Ya Tuhan!” setiap panggilan dan teriakannya tidak dibalas dengan Kimberly. Perempuan itu semakin mempercepat langkahnya untuk masuk ke dalam rumah. Chan mengikutinya hingga ke dalam rumah. Ternyata, Kimberly masuk ke dalam kamarnya dengan membawa kucing itu. Kimberly membiarkan Chan mengikutinya hingga masuk ke kamar Kimberly. “Kim?” “Astaga, Chan! Kau berisik sekali! Diamlah sebentar. Lihatlah kucing ini. Dia terluka parah. Cepat kau ambilkan kotak obat yang ada di meja riasku. Dia sudah sangat kesakitan pasti.” Chan menuruti apa yang diperintahkan perempuan itu. Ia berjalan menuju meja rias Kimberly dan mengambil kotak obat yang dimaksud Kimberly. Lalu, Chan menyerahkan kotak obat itu pada Kimberly. Kini, Kimberly sedang sibuk mengobati kucing yang ada di hadapannya. Tangannya sangat lihai dalam mengobati kucing ini. Mungkin karena Kimberly berkuliah di bidang kesehatan sehingga ia sering melakukan hal ini. Chan menatap Kimberly dengan lekat-lekat. Perempuan itu nampak fokus sekali dalam mengobati kucing ini. Ia merasa jika Kimberly memiliki sifat penyayang yang tinggi. Kimberly yang merasa ditatap Chan pun menoleh ke arah laki-laki itu. “Kenapa kau menatapku?” “Tidak.” “Sudah selesai! Kamu sekrang udah gak kesakitan lagi, kan? Kamu di sini saja menemaniku, oke?”  ucapnya pada kucing itu. Kimberly kini menatap ke arah Chan dan bertanya sesuatu hal padanya. “Kau tadi pergi kemana?” “Aku tadi merasa ada sesuatu yang tertinggal, aku meninggalkan kunci motor. Lalu, aku pergi mengambilnya,” ucap Chan dengan jujur. Chan jika sudah panik, ia tidak bisa terfokus akan hal lain. Bahkan, ia melupakan jika ada Kimberly di gudang itu bersamanya. “Kenapa kau tidak bilang padaku?” ucap Kimberly dengan tatapan tajamnya. Lalu, ia melanjutkan perkataannya, “Ah, aku lupa, jika kau sedang panik, kau akan lupa dengan apa yang ada di sekitarmu.” “Itupun kau tahu.” “Tapi, kenapa aku tidak bisa mendengar suara langkah kakimu?” tanyanya penasaran. Chan yang mendengar hal itupun ikut penasaran. Padahal, tadi dirinya berlari, namun entah kenapa suara langkah kakinya tidak terdengar oleh Kimberly. “Mungkin kau terlalu fokus dengan hal yang lain, jadinya kau tidak menyadarinya.” “Mungkin.” “Apakah kau menemukan sesuatu, Kim?” Chan kini duduk di salah satu sisi tempat tidur milik Kimberly. Ia membelai lembut kucing yang ada di hadapannya itu. “Iya.” Chan merasa sedikit gembira karena Kimberly menemukan suatu petunjuk di gudang itu. “Serius? Apa yang kau temukan, Kim?” Kimberly tersenyum jail pada Chan. “Kucing.” Chan langsung menunjukkan tatapan ganasnya. Ia merasa kesal dibercandai oleh Kimberly terus menerus. “Aku menanyakan hal serius, apa yang kau temukan?” Kimberly tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kesal Chan. “Tidak, aku tidak menemukan apapun.” Mereka berdua terdiam sejenak sebelum Kimberly bangkit dari duduknya. “Kau mau kemana?” tanya Chan. “Aku hendak mengambil makanan untuk kucing ini, sepertinya ia sangat kelaparan,” Kimberly berlalu meninggalkan Chan yang sendirian di kamarnya. Chan bermain dengan kucing yang menggemaskan itu. Chan juga melihat-lihat kamar Kimberly. Kamarnya rapi, wnagi, dan bersih. Sangat nyaman untuk digunakan. Terdapat bberapa foto yang terpajang di kamar ini. ada foto keluarga, foto dirinya, dan foto teman-temannya. Chan menatap ke arah foto yang terdapat dirinya dan teman-temannya. Ia menatap kearah Nicholas. “Kau di mana, Nick? Aku sangat khawatir denganmu. Cepat pulanglah. Hampir tujuh hari kau menghilang tanpa ada jejak yang kau tinggalkan. Kita sampai kehabisan ide untuk mencarimu kemana lagi.” Tidak lama kemudian, Kimberly masuk ke dalam kamarnya dengan membawa beberapa makanan untuk kucing dan membawa makanan dan minuman untuk mereka berdua. “Ini untuk kucing manis, dan ini untukmu Chan.” “Thanks, Kim.” Mereka menikmati makanan yang dibawa oleh Kimberly dari dapur. Keheningan menghampiri mereka. “Sudah dini hari, aku pamit pulang, ya?” Chan melihat kearah jam dinding yang ada di kamar Kimberly. Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tidak baik baginya jika masih berada di rumah Kimberly. “Jangan, kau di sini saja. Kau harus menemaniku malam ini karena kau sudah meninggalkanku di gudang tadi,” pinta Kimberly. Ia sangat takut dengan kegelapan di gudang. Ditambah dengan nuansa horror yang menyelimuti kediamannya. Chan nampak berpikir akankah ia tinggal di sini atau tidak. pada akhirnya, ia menjawab, “Ya, jika itu yang kau mau. Aku juga tidak tega meninggalkanmu sendiri di sini.” "Terimakasih, Chan." "Aku tidur di luar saja, ya?" saat Chan hendak bangkit dari duduknya, Kimberly menahan tangan Chan. "Tidak, kau tidur di sini saja denganku." Chan terkejut mendengar hal itu. "Hah? Apa kau sudah kehilangan akal? Bagaimana bisa aku tidur berdua denganmu dalam satu ranjang? Tidak, aku tidak mau. Aku tidak mau khilaf." "Pikiranmu sungguh kotor, Chan." "Bagaimana tidak kotor, aku manusia normal, Kim. Maka dari itu aku tidak mau tidur berdua denganmu, apalagi satu ranjang." Kimberly terkekeh. "Baiklah, tidurlah di manapun yang kau suka." "Aku akan tidur di sofa itu," tunjuknya mengarah pada sofa berwarna putih yang ada di kamar Kimberly. "Oke, selamat tidur, Chan." Kimbely merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu. Ia menarik selimut dan memejamkan matanya. Sedangkan Chan, ia berjalan kearah sofa itu dan merebahkan dirinya di atas sofa itu. Ia elihat ke arah Kimberly sebentar sebelum ia memejamkan matanya. *** Seperti yang dijanjikan dirinya, Gabriella hari ini akan datang lebih awal ke rumah Kimberly. Namun sayangnya, Elizabeth tidak bisa ikut datang lebih awal karena ia harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya pasca insiden jatuh ke gudang beberapa hari yang lalu. Orangtuanya khawatir jika ada sesuatu yang berbahaya setelah insiden itu. Akhirnya, ia memeriksakan dirinya ke dokter yang ad adi Parama ini.  Pukul sembilan pagi hari, Gabriella sudah sampai di depan rumah Kimberly. Ia memesan taksi online untuk datang kesini. Gabriella tidak terlalu mahir naik mobil atau motor. Ia sebenarnya bisa, namun ia kerap menabrak sesuatu hingga akhirnya ia belum berani mengendarai mobil atau motor.  Ia menekan tombol yang ada di dekat gerbang rumah Kimberly. Ia menekan tombol itu berulangkali namun tidak ada jawaban dari sang pemilik rumah. Ia melihat ternyata gerbang ini tidak dikunci. Kimberly memang ceroboh jika dia berada di rumah sendirian. Akhirnya, Gabriella masuk ke dalam rumah Kimberly itu. Saat ia masuk ke dalam pekarangan rumah Kimberly, ia melihat ada sebuah motor yang terparkir di halaman rumah Kimberly. Gabriella bertanya-tanya siapa pemilik motor tersebut. Jika dilihat dari helm yang ada di motor itu, ia merasa tidak asing dengan helm itu. Gabriella menganggap jika itu motor milik Kimberly sendiri atau milik saudara Kimberly. Akhirnya, Gabriella memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Kimberly. Lagi-lagi, pintu rumah itu tidak dikunci. "Anak ini kenapa tidak mengunci gerbang dan rumahnya? Oh, atau mungkin ia sedang menerima tamu, maka dari itu ia tidak mengunci gerbang dan pintu. Tetapi kenapa saat aku menekan tombol bell ia tidak menjawabnya? Ah entahlah, pasti dia sedang ada urusan lain." Gabriella yang tidak terlalu peduli dengan hal itu langsung membuka pintu rumah Kimberly dan masuk ke dalam rumah ini. Sepi. Tidak ada orang. Gabriella berinisiatif untuk pergi ke kamar Kimberly. Sudah sering sekali Gabriella suka masuk tiba-tiba ke rumah dan ke kamar Kimberly jika tidak ada panggilan atau balasan dari Kimberly. Kimberly sering tinggal sendiri di rumah ini. Maka dari itu, Gabriella tidak merasa sungkan jika langsung masuk ke dalam rumah Kimberly.  Ia naik ke lantau dua tempat kamar Kimberly berada. Saat berada di depan kamarnya, ia mengetuk pintu berwarna putih dengan hiasan berupa tulisan  'Kimberly'.  Tiga kali mengetuk pintu, namun tidak ada balasan dari Kimberly. Kimberly pernah mengatakan jika tiga kali mengetuk pintu namun tidak ada jawaban, Kimberly menyuruhnya untuk langsung masuk saja ke kamarnya. Mungkin Kimberly sedang melakukan hal lain.  Akhirnya, Gabriella membuka pintu itu. Setengah pintu itu terbuka menampilkan Kimberly yang sedang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi dirinya.  "Pantas saja tidak ada jawaban, ternyata masih tidur." Saat Gabriella benar-benar membuka sepenuhnya pintu itu, betapa terkejutnya dirinya kalau ada laki-laki yang tidur tengkurap dan menggunakan selimut yang menutupi dirinya. Laki-laki itu tidur di sofa milik Kimberly. Gabriella tidak mengetahui siapa laki-laki itu. Ia merasa sungguh tidak sopan. Ini urusan pribadi Kimberly. Dengan sigap, ia menutup pintu itu dan turun ke bawah menuju ruang tamu.  "Lebih baik, aku tunggu di sini saja. Tapi, siapa laki-laki yang tidur dengan Kim, ya? Aku merasa seperti tidak asing dengan laki-laki itu. Astaga, Kim. Ternyata kau mempunyai kekasih dan kau tidak memberitahuku. Awas saja nanti," ucap Gabriella yang saat ini duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya.  *** To be continued 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN