Samuel dan Chan berjalan mendekat kearah sumber suara yang mereka dengar. Saat Samuel naik ke pohon, ia melihat—meskipun tidak jelas—ada orang yang di suatu tempat. Mereka yakin jika itu adalah suara yang mereka dengar tadi.
“Semoga saja itu suara Gaby dan Kim.”
“Ya, aku berharap demikian.”
Samuel berjalan dengan tertatih. Pasca jatuh dari pohon tadi, membuat sekujur tubuhnya nyeri. Namun, ia tetap memaksakan berjalan untuk mencari suara itu dan berharap jika itu adalah Gabriella dan Kimberly.
Mereka hampir sampai di tempat sumber suara itu berasal. Semakin mendekat, suara itu semakin jelas.
“Itu suara Gaby dan Kim, bukan?” tanya Chan memastikan.
Samuel mendengarkan suara itu dengan baik-baik. “Ya, benar. Itu suara mereka. Kenapa suara mereka seperti orang yang berdebat?”
“Sam, apakah mereka sedang berdebat?”
“Aku tidak tahu. Mari, kita datangi mereka!”
Langkah mereka semakin dekat. Dan benar saja. Suara tadi adalah suara milik Gabriella dan Kimberly. Dari jarak beberapa meter, Samuel dan Chan melihat ada adu mulut antatra Gabriella dan Kimberly.
“Benar dugaanku. Mereka berdebat.”
Samuel dan Chan mendatangi mereka.
Gabriella dan Kimberly terkejut dengan kedatangan Samuel dan Chan. “Sam, Chan?”
Samuel melerai mereka. “Sudahlah, kalian berdebat apalagi? Bukankah sudah cukup kalian berdebat sebelumnya?”
Gabriella terlihat emosinya mulai naik. “Kimberly bilang kalau ini tidak sepenuhnya salahnya. Padahal, jelas-jelas ia telah mendorong Beth dengan sengaja ke jurang.”
Kimberly tidak mau kalah dengan Gabriella. Ia membela dirinya di hadapan Samuel, Chan, dan Gabriella. “Ya, aku sudah mengakui kalau aku salah. Namun, aku melakukannya karena aku melindungi diriku. Tidak mungkin aku menyerahkan diriku begitu saja dengan memakan jamur sialan itu. Jika menurutmu ini egois, ya, terserah kau mau menganggapnya bagaimana. Akan tetapi, aku memiliki hak untuk menolak!”
“Menolakmu juga tidak harus mendorong Beth ke jurang, kan!”
Samuel dan Chan merasa sangat muak dengan perdebatan mereka. Mereka tidak habis pikir jika seorang wanita berdebat dengan wanita lain masalah tidak akan cepat selesai, malah semakin buruk.
“DIAM!”
Mendengar teriakan Samuel itu, Gabriella dan Kimberly diam seketika. Bahkan, Chan juga memilih diam dan tidak berbuat apa-apa. Mereka tahu, kalau Samuel sampai marah, Samuel akan berubah seperti monster.
“Di saat seperti ini kalian masih saja berdebat, huh? Kalian berdua sudah dewasa. Kenapa kalian masih berdebat di saat yang tidak tepat begini? Kalian seharusnya menjaga Beth. Lupakan kejadian yang tadi dan fokus pada misi kita. Kita mencari Nick, namun masalah selalu saja datang. Masalah itu diselesaikan secaraa bersama-sama, dibicarakan baik-baik, bukan dengan berdebat seperti ini,” Samuel hampir kehabisan kata-kata untuk menegur kedua perempuan ini. “Dan kau, Gaby, Kim sudah mengakui dirinya salah namun kenapa kau selalu saja memojokkan Gaby?”
“Kau membela Kim?” Gabriella tidak terima dengan perkataan Samuel baru saja.
Samuel benar-benar pusing sekarang. Gabriella sangat keras kepala. “ASTAGA YA TUHAN! Sudahlah, kenapa kau menjadi seperti ini? Dengarkan, aku tidak membela siapapun di sini. Lagipula, Kim sudah meminta maaf, bukan? Lalu, apalagi yang kau inginkan? Kau ingin jika Kim dihukum dengan dijatuhkan ke jurang juga?”
Mendengar ucapan Samuel yang ada benarnya itu, membuat Gabriella terdiam seketika. Ia terbawa emosi sehingga ia menjadi keras kepala seperti ini. Gabriella sebenarnya bukan tipeorang yang suka berdebat, namun, pada saat suasana hatinya sedang buruk atau tidak baik, Gabriella suka membesar-besarkan masalah. Setelah itu, ia akan sadar dengan perbuatan yang telah ia lakukan.
“Kim…aku minta maaf, aku tidak ada maksud untuk memojokkanmu seperti ini. Hanya saja, pikiranku sedang kacau dan suasana hatiku sedang kurang baik.” Gabriella selalu membutuhkan orang yang bisa menasehatinya disaat ia sedang terbawa emosi. Beruntungnya, ia memiliki teman-teman yang selalu menasehatinya dengan cara yang baik.
Tanpa menjawab permintaan maaf dari Gabriella, Kimberly langsung memeluk sahabatnya itu. “It’s ok. Maafkan aku juga, ya.”
Chan tersenyum melihat keduanya telah damai kembali. “Nah, kalau seperti ini lebih baik dan lebih tenang. Tidak berdebat seperti tadi. Kepalaku pusing sekali mendengarkan kalian bedebat. Memang benar apa yang dikatakan orang-orang, jika wanita saling berdebat akan membutuhkan waktu lama untuk selesai. Tetapi, tidak masalah. Yang terpenting adalah, kalian sekarang sudah saling damai.”
Gabriella melepaskan pelukan Kimberly. “Aku sebenarnya takut dengan ocehan Sam seperti tadi. Lalu, aku sadar jika apa yang aku lakukan salah. Tidak seharusnya aku menghakimi Kim. Kim melakukan itu untuk melindungi diri. Jika aku di posisi Kim, mungkin aku akan melakukan hal yang sama dengan Kim.”
“Syukurlah kalau begitu. Lama-lama aku bisa darah tinggi jika terus menerus memarahi kalian. Aku tidak ingin terlihat tua sebelum waktunya.”
Mereka tertawa mendengarkan ucapan Samuel itu. Keadaan menjadi lebih tenang sekarang. Mereka semua memutuskan untuk kembali ke tempat di mana teman-teman yang lainnya berada.
“Kalau begitu, kita balik ketempat yang tadi. Dan kau Kim, saat keadaan Beth sudah membaik, kau harus meminta maaf dan menceritakan kepadanya atas apa yang telah terjadi.”
“Baik, Sam. Nanti aku akan menceritakan yang sebenarnya terjadi kepada Beth, dan aku akan meminta maaf padanya.”
“Nice,” Samuel mengacungkan jempolnya kepada Kimberly.
Mereka berempat kini berjalan menuju tempat Thomas, Dylan, dan Elizabeth berada.
***
“Jadi, saat kau tidak sadar, kau melakukan suatu hal, yaitu kau mengatakan kepada Samuel kalau wajah Samuel mirip dengan monyet,” Thomas mengatakan itu sambil tertawa. Ia tidak menyangka jika Elizabeth mengatakan hal itu kepada Samuel. Ditambah ekspresi Samuel saat Elizabeth mengatakan jika dirinya mirip dengan monyet sangat kebingungan. Thomas akan menjadikan ini sebagai bahan ejekan kepada Samuel nantinya.
Elizabeth menganga. Ia terkejut dengan perbuatan yang tidak ia sadari. “Aku mengatakan hal seperti itu pada Samuel?”
Dylan ikut tertawa. “Ya, kau mengatakannya kepada Samuel. Kau juga meraba-raba wajah Samuel, dan selalu mengatakan jika Samuel adalah monyet.”
Elizabeth melongo mendengarkan pernyataan dari Dylan. “SERIUS?” teriaknya. Dengan cepat ia menutup mulutnya.
“Iya, serius.”
Thomas mulai menggoda Elizabeth. “Setelah ini kau akan mendapat masalah. Kau berani sekali meraba-raba wajah laki-laki.”
“Aku jadi takut…”
Thomas dan Dylan tertawa terbahak-bahak.
“Kalian jangan tertawa seperti itu. Aku merasa bodoh sekali karena telah melakukan hal itu.”
“Setelah ini, kau harus memohon kepada Samuel. Supaya dia tidak membencimu.”
Elizabeth jadi teringat sesuatu hal. “By the way, kemana Sam, Chan, Gaby, dan Kim?”
“Mereka...sedang pergi mencari sesuatu.”
“Kemana?”
“Entahlah.”
Dylan dan Thomas belum berani menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada Elizabeth. Elizabeth belum pulih dengan baik. Badan Elizabeth masih terasa lemas.
“Lalu, kenapa aku bisa luka-luka seperti ini? Aku tidak ingat apapun. Oh, aku ingat, aku seperti terbentur sesuatu, setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi.”
“Ya…kau jatuh ke jurang.”
“Apa? Aku jatuh ke jurang? Bagaimana bisa?”
Thomas dan Dylan saling tatap.
“Kenapa kalian saling tatap seperti itu?” tanya Elizabeth yang heran dengan sikap mereka. Mereka seakan-akan enggan untuk menjawab pertanyaan dari Elizabeth.
Thomas berbisik kepada Dylan, “Bagaimana ini? Tidak mungkin kita mengatakannya sekarang.”
Dylan membalas ucapan Thomas dengan nada yang berbisik pula. “Kurasa…kau harus berbohong saat ini.”
“Aku?”
“Iya, kau.”
Elizabeth heran melihat kedua teman laki-lakinya itu. “Kenapa kalian berbisik-bisik? Ada yang kalian sembunyikan dariku?”
Dengan terpaksa, Thomas berbohong kepada Elizabeth. “Sebenarnya kau…”
Ucapan Thomas terpotong oleh suatu hal.
Samuel, Chan, Kimberly, dan Gabriella datang bersama menghampiri mereka. Kimberly yang mengetahui kalau kondisi Elizabeth baik-baik saja pun langsung menghampirinya dan memeluknya. Elizabeth bingung dengan yang dilakukan oleh Kimberly. Mengapa Kimberly memeluk dirinya sambil menangis?
“Uhm…Kim…kau kenapa?”
Kimberly memeluk Elizabeth dengan erat dan menangis di pundak Elizabeth. “Kau baik-baik saja? Maafkan aku. Maafkan aku, Beth. Aku tidak sengaja.”
Elizabeth semakin bingung kali ini. Kimberly terus menerus menangis dan mengucapkan permintaan maaf kepadanya. “Iya, aku akan memaafkanmu jika kau mengatakan kepadaku apa yang terjadi.”
Kimberly melepaskan pelukannya perlahan. “Jadi…Tommy dan Dylan belum mengatakan apapun kepadamu?”
“Ya…mereka tadi memberitahuku kalau aku halusinasi karena jamur ajaib. Dan, mereka juga memberitahuku kalau aku…” Elizabeth melirik kearah Samuel. Ia malu untuk mengatakannya. “Aku mengatakan kalau wajah Sam mirip dengan…monyet.”
Mereka tertawa terbahak-bahak mendengarkan pengakuan dari Elizabeth.
“Sam, maafkan aku, aku tidak bermaksud mengatakan itu. Aku hanya berhalusinasi karena jamur itu. Sungguh, maafkan aku, Sam,” Elizabeth sangat merasa bersalah karena telah mengatakan hal itu kepada Samuel. Meskipun ia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar, namun tetap saja, ia merasa bersalah.
“Tidak apa-apa. Lagipula, kau mengatakannya dalam keadaan yang tidak sadar. Kau bagaimana? Apakah ada yang sakit?”
“Terimakasih sudah memaafkanku, Sam. Aku hanya merasakan sedikit pusing dan beberapa lukaku yang terasa nyeri.”
Kimberly menatap luka Elizabeth dengan perasaan bersalah. Semua ini hasil perbuatan Kimberly. “Beth…”
“Iya?” Elizabeth kini menatap kearah Kimberly.
Kimberly hendak mengatakan yang sebenarnya kepada Elizabeth. Sebelum mengatakannya, ia melirik kearah Samuel. Samuel meyakinkan Kimberly untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada Elizabeth.
Teman-teman Kimberly penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Kimberly. Sebenarnya, mereka sudah menebak jika Kimberly akan mengatakan hal itu kepada Elizabeth. Mereka berharap jika Elizabeth tidak marah dengan Kimberly karena perbuatannya telah membahayakan nyawa Elizabeth.
“Sebenarnya, semua ini karena salahku.”
“Apa yang kau maksud? Salah apa, Kim”
Kimberly mengatur nafasnya supaya ia tetap tenang. “Jadi, sebenarnya…yang membuatmu jatuh ke jurang itu aku. Semua ini salahku, Beth. Maafkan aku.”
Elizabeth penasaran bagaimana bisa hal itu terjadi. Belum sempat bertanya, Samuel sudah menambahkan ucapan Kimberly tadi.
“Jadi sebenarnya, kau memaksa Kim untuk memakan jamur itu. Kau memaksanya. Saat jamur itu hampir masuk ke dalam mulut Kim, Kim mendorongmu hingga kau jatuh ke jurang. Untung saja jurang ini tidak terlalu dalam.”
Kini, Elizabeth merasa jika saat ia sedang berhalusinasi dirinya telah melakukan banyak kesalahan. “Kim…maafkan aku. Aku tidak ada maksud untuk memaksamu seperti itu.”
“Tidak apa-apa. Aku yang seharusnya meminta maaf. Aku seharusnya tidak melakukan hal itu.”
“Akhirnya, masalah hari ini selesai juga,” ucap Thomas.
“Bagaimana keadaanmu, Tommy?” tanya Elizabeth.
“Aku baik-baik saja. Jangan cemaskan aku.”
Dylan menyadari jika hari sudah memasuki sore hari. Tidak terasa, hari ini akan berlalu dengan cepat. Bahkan, mereka belum sampai ke basecamp.
***
To be continued