“By the way, selanjutnya apa yang akan kita lakukan, Sam?” tanya Elizabeth yang membuat teman-temannya ikut penasaran.
“Makan besar!” Jawab Nicholas dengan lantangnya.
“Kau ini, apakah di otakmu hanya ada makanan saja? Bahkan kita belum memasak,” Omel Dylann kepada Nicholas yang suka menjawab dengan sesuka hatinya.
“Baiklah, setelah ini kita akan memasak. Gaby, Kim, Beth kalian sudah membawa bahan-bahannya bukan?” Tanya Samuel pada tiga perempuan itu.
Gabriella mengeluarkan beberapa bahan masakan yang ada di kantong plastik. “Tentu saja. Semua bahan sudah ada tinggal kita masak saja.”
“Baiklah. Kita bagi tugas di sini.” Teman-teman Samuel mulai menatap serius ke arah Samuel.
Samuel menunjuk ke arah Gabriella, Kimberly dan Elizabeth. “Kalian bertiga memasak, oke?”
Ketiga perempuan itu tampak terkejut. “Are you serious? Kita akan memasak semua ini hanya bertiga saja?” Protes Kimberly pada Samuel.
“Tidak...tentu saja tidak. Maksudku adalah kalian yang utama dalam memasak ini. Lalu Dylann dan Chan akan membantu kalian. Apa kalian setuju?”
“Setuju, aku suka memasak,” Balas Chan.
“Baiklah,” Jawab Dylann yang menyetujui ucapan Samuel.
“Oke, setuju!”
“Lalu, bagaimana dengan kau dan yang lain?” Tanya Elizabeth pada Samuel.
Thomas melirik ke arah Elizabeth. “Tentu saja kita akan duduk manis menyaksikan kalian semua memasak, haha.”
“Aku akan tidur saja. Nanti saat bangun makanan sudah siap. Hidupku seperti raja.” Balas Nicholas dengan mempraktikan gerak gerik seorang raja.
“Aku, Nick, Tommy akan mencari kayu bakar dan membuat api unggun,” Samuel terdiam sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. “Dan iya, kita akan menyiapkan tempat untuk makan bersama.”
“Baiklah. Tunggu apalagi? Mari kita memasak sekarang,” Ajak Gabriella kepada teman-temannya yang akan memasak mala mini.
“Oke. Tommy, Nick, mari kita cari kayu bakar.” Samuel berdiri dari tempat duduknya, lalu diikuti oleh Nicholas dan Thomas.
“Chan…bisakah kau menyiapkan peralatan untuk memasak?” Ppinta Gabriella kepada Chan.
“Siapa yang membawa perlaatan memasaknya?”
“Aku dan Tommy, coba kau cari peralatannya di tas Tommy. Aku akan mengambil peralatanku sendiri.” Dylann bergegas mengambil peralatan memasak yang ada di dalam tasnya. Sedangkan Chan mencari peralatan di tas milik Thomas.
Sembari menunggu peralatan untuk memasaknya datang, Kimberly dan Gabriella mulai memotong beberapa sayuran, dan Elizabeth menusuk daging dan beberapa potongan sosis untuk dijadikan sebuah sate.
Mereka sibuk dengan kesibukan merekamasing-masing. Sedangkan tim Samuel sedang menuju ke arah sisi hutan yang lain untuk mencari kayu bakar. Tidak sulit untuk menemukan kayu bakar di sini. Mengingat bahwa tempat ini sering dijadikan tempat berkemah untuk beberapa orang yang tinggal di Parama.
Karena hari sudah gelap, mereka membawa senter untuk menerangi perjalanan mereka. Meskipun ada beberapa orang selain mereka yang sedang berkemah di Little Forest ini, suasana tetap saja sunyi. Hanya ada suara gesekan daun-daun pohon dan suara jangkrik.
“Pertama kalinya aku menyusuri hutan gelap-gelap seperti ini,” Ucap Thomas sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Aku pun. Bahkan aku belum pernah sama sekali masuk hutan. Membayangkan saja sudah mengerikan. Jangan sampai aku hilang di hutan, bisa-bisa aku mati sebelum ditemukan.” Nicholas membayangkan bagaimana seadainya jika ia tersesat sendirian di hutan yang gelap seperti ini. ia yakin pasti ia tidak akan bisa bertahan.
“Jangan mengeluarkan kata-kata yang tidak baik di huutan. Apapun bisa terjadi. Kalau kau hilang, aku tidak akan bertanggungjawab karena perkataanmu itu!” Samuel memperingati Nicholas supaya ia tidak mengucapkan perkataan yang tidak baik. Karena Samuel yakin kalau perkataan bisa menjadi kenyataan. Tentu saja, Samuel tidak ingin itu terjadi.
“Maafkan aku. Hanya saja, aku merinding di tempat seperti ini.”
“Jangan takut, kita bersama-sama di sini. Kita ini sedang bersenang-senang, bukan uji nyali. Jadi, tidak usah takut.” Mendengar perkataan dari Samuel, Nicholas merasakan sedikit ketenangan.
“Lihatlah, di sini ada beberapa ranting pohon. Ini bisa kita gunakan untuk api unggun.” Thomas yang melihat ranting pohon di sekitar semak-semak pun mulai mengambil ranting-ranting tersebut. Samuel dan Nicholas pun membantu Thomas. Mereka mengumpulkan ranting-ranting pohon itu menjadi satu.
“Sudah cukupkah, Sam?”
Samuel melihat ranting-ranting pohon yang ada di hadapannya. Memastikan jika ranting ini sudah cukup untuk digunakan sebagai api unggun. “Sudah. Baiklah, mari kita kembali ke tenda.”
Samuel berjalan menuju ke tenda, disusul oleh Nicholas dan Thomas di belakangnya.
Sesampainya di tempat tenda mereka berada, ternyata makanan dan minuman sudah selesai dimasak. Itu membuat Samuel, Nicholas, dan Thomas tampak senang.
“Makanan sudah siap,” Gabriella memamerkan hasil masakannya kepada teman-temannya yang baru saja datang setelah mencari kayu bakar.
“Akhirnya…aku sangat lapar sekali.” Nicholas hendak mengambil makanan yang sedang dipegang oleh Gabriella, namun saat hendak diambil makanan tersebut direbut kembali oleh Gabriella.
“Tunggu dulu. Nyalakan api unggunnya, setelah itu kita akan membakar beberapa sate yang sudah kita siapkan.”
Mereka pun mulai menyusun kayu bakar hingga menjadi sebuah api unggun. Lalu menyalakan kayu bakar tersebut dengan api. Saat api sudah mulai membesar, mereka bertepuk tangan dengan gembira.
Mereka menggelar tikar yang dijadikan tempat untuk makan nantinya. Mereka menata beberapa makanan dan minuman ke atas tikar.
Mereka bersorak dengan riang. Ada yang bermain bola, membakar sate, bernyanyi dan melakukan kesibukan lainnya.
“Lihat, mereka tampak akur, biasanya mereka selalu ribut,” ucap Elizabeth kepada Gabriella sambil melihat kearah Nicholas dan Thomas yang sedang berebut bola. Nicholas dan Thomas memang suka bertengkar karena masalah-masalah kecil. Tentu saja masalah tersebut dibuat oleh Nicholas supaya Thomas marah. Karena Nicholas tahu jika Thomas memiliki sifat yang mudah emosi.
Elizabeth, Gabriella, dan Kimberly duduk bertiga menyaksikan Samuel, Nicholas, Thomas, Chan, dan Dylann bermain bola. Saat bermain bola, mereka selalu saja ribut. Bahkan, hal-hal kecil pun mereka ributkan.
“Hei, Sam! Lihat! Chan curang. Tadi dia menyenggolku hingga aku terjatuh, sehingga aku tidak bisa menangkap bolanya!” Keluh Nicholas pada Samuel.
Chan pun ikut mengeluh pada Samuel, “Hei, Sam! Dia dahulu yang menggangguku, maka dari itu aku balas dendam kepada Nick.”
Thomas pun juga mengeluh kepada Samuel. “Dylann tadi juga melempar bola dengan sesuka hatinya saja, Sam!”
Dylann marah dan berteriak pada Tommy, “Hei! Kenapa kau menyalahkanku, huh?”
“Bukankah itu fakta, Lann?”
Samuel geram dengan sifat mereka yang suka mengeluh padanya. Sifat kekanakkan mereka memang suka muncul saat mereka sedang bersama.
“SUDAH! DIAM!” Teriak Samuel hingga mereka semua terdiam.
“Kalian ini, selalu saja membuatku pusing. Sudahlah, jangan bertengkar karena bola!” Ucap Sam sambil merebut bola yang sedang dipegang oleh Nicholas.
“Huh, kalian ini, seperti anak kecil saja!” Ujar Gaby.
“Benar! Selalu saja ribut karena hal-hal kecil,” tambah Betty.
“Sudahlah. Mari sini duduk, kita mulai saja acara makan malamnya. Jika pertengkaran ini diteruskan, pasti tidak aka nada yang mau mengalah.” Ucapan Kimbely itupun didengar oleh teman laki-lakinya. Mereka meninggalkan tempat yang dijadikan untuk bermain bola dan menghampiri ketiga teman perempuannya.
Saat hendak duduk di atas dikar, Samuel menyadari suatu hal. “Tikarnya kurang. Seharusnya ada lima tikar, tiga tikar sudah digunakan untuk alas di tenda. Sisa dua untuk tempat kita bersantai di luar. Tapi kenapa hanya ada satu tikar?”
Semuanya terdiam. Samuel pun bertanya kepada mereka, “Siapa yang lupa membawa tikar? Maaf tadi tidak sempat mengecek satu persatu barang bawaan kalian, aku percaya kalau kalian semua membawa perlengkapan yang sudah ditentukan sebelumnya.”
“Sial. Aku lupa membawa tikarnya, Sam.”
Sam menghembuskan nafasnya kasar. Semakin lama, Nicholas menjadi susah diandalkan. Ia selalu saja lupa membawa sesuatu.
“Bagaimana bisa lupa?” tanya Samuel pada Nicholas.
Nicholas tampak menyesali perbuatannya. “Ya, aku tidak tahu. Aku sudah menyiapkan tikarnya tepat di samping ranselku, karena terburu-buru, aku lupa membawanya,” Nicholas terdiam sebentar. Lalu ia melanjutkan perkataannya, “Baiklah, aku akan mengambilnya.”
Nicholas pun mendekat kearah Kimberly, “Hei, Kim. Apakah kau ada tikar lagi?”
Kimberly menatap tajam ke arah Nicholas. “Kenapa setiap ada acara kau selalu lupa membawa sesuatu?” keluh Kimberly. Pasalnya, setiap ada acara apapun itu Nicho lasselalu lupa membawa sesuatu, baik yang penting maupun tidak terlalu penting.
“Bukankah sudah kujelaskan? Aku terburu-buru, hingga akhirnya aku lupa untuk membawa tikarnya,” Jelas Nicholas.
“Sudahlah, Kim. Bukankah tadi ia sudah terlambat dan sekarang lupa bawa tikar.” Chan menyindir Nicholas sambil memerhatikan ke arah lain.
“Kau menyindirku?” tanya Nicholas yang tidak digubris oleh Chan.
“Seharusnya, dia tidak usah ikut,” ucap Gabriella dengan nada menyindir.
Nicholas sedikit kesal ucapan Gabriella. “Apa kau bilang?”
“Kau tidak usah ikut. Apa kurang jelas, Nick?”
Nicholas tidak membalas ucapan Gabriella. Ia lebih baik mengalah daripada terkena kata-kata pedas dari Gabriella.
“Stop. Oke, Nick. Sepertinya di gudang ada tikar. Kalau aku tidak salah ingat, tikarnya berada di atas almari,” ujar Kim, “Oh, iya. Gudangnya terpisah dengan rumah. Letaknya berada di belakang rumah. Kau tahu, kan?”
“Baiklah. Aku tahu. Sebelum kita kesini kita melewati gudang, bukan?” Gudang di rumah Kim memang terpisah dengan rumahnya, namun masih dalam satu pekarangan. Hanya terpisah sekitar 3-5 meter saja. Gudang ini berada di dekat gerbang belakang rumah Kim. Sebelum ke hutan ini, mereka sudah melewati gudang ini.
“Karena aku teman yang baik hati, aku temani, bagaimana?” Chan menawarkan dirinya untuk menemani Nicholas untuk mengambil tikar. Biasanya Nicholas selalu minta untuk ditemani. Seperti yang dikaetahui, Nicholas merupakan anak yang penakut. Apalagi dengan kegelapan.
Nicholas terkekeh. “Tidak. Tidak usah. Hanya di gudang saja aku tidak akan takut. Sudah, kalian di sini saja. Aku tidak akan lama,” ucapnya meyakinkan teman-teman yang lain.
“Hati-hati, Nick!” ucap yang lain secara bersamaan.
Nicholas pun mulai pergi ke gudang. Ia tidak membawa ponselnya karena ia pikir ia tidak akan lama. Lagi pula, ia sudah membawa senter untuk penerangan.
Sambil menunggu Nicholas datang membawa tikar, Samuel dan Chan mulai memainkan gitar yang telah dibawa oleh mereka. Sedangkan sisanya, mereka bernyanyi bersama.
***
To be Continued