Part 09 - Perangkap

1696 Kata
"Sam?" Belum ada balasan dari sang pemilik nama. "Sam?" Belum ada balasan lagi. "HEI, SAM, DO YOU HEAR ME?" Chan kesal kepada Samuel karena sedari tadi ia memanggil Samuel namun tidak ditanggapi olehnya. Padahal jarak mereka sangat dekat saat ini. Samuel merasa linglung. Ia langsung menoleh ke arah Chan, "Eh…Umm...ya? Apakah kau memanggilku?" "Ya, tentu saja. Berkali-kali aku memanggilmu." "Kau kenapa, Sam? Sedari tadi kau hanya diam saja." Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Thomas sangat mengerti dengan sikap Samuel saat ini. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya hingga ia terdiam cukup lama. "Iya, Sam, kau kenapa? Kalau ada masalah coba cerita ke kita semua, siapa tahu kita bisa membantumu untuk memecahkan masalah." Kimberly berharap jika Samuel mau berbagi masalahnya dengan mereka semua. Melihat Samuel yang semenjak tadi diam saja membuat suasana menjadi berbeda. Biasanya, Samuel yang sering membuat suasana menjadi menyenangkan. Namun, untuk saat ini Samuel membuat teman-temannya bingung dengan siakpnya. Samuel sebenarnya belum berani menjelaskan apa yang ada di pikirannya. Teman-temannya butuh kepastian akan rencana kedua setelah keluar dari hutan ini. Bahkan, Samuel saja belum mengetahui rencana kedua itu. Namun, Samuel harus memberanikan diri untuk mengatakan yang sesungguhnya. Ia tidak sanggup memendam ini sendirian. Ia butuh pendapat dari teman-temannya untuk memecahkan masalah ini. "Sebenarnya..." "Sebenarnya apa, Sam?" Bukan hanya Dylan saja yang penasaran dengan perkataan Samuel selanjutnya, teman-temannya pun juga penasaran apa yang akan dikatakan Samuel. "Kenapa? Santai saja, kita sudah siap mendnegarkan apa yang akan kamu katakan, Sam." Ucapan dari Elizabeth itu membuat Samuel yakin untuk menjelaskan kepada teman-temannya. "Baiklah, kalau begitu. Sebenarnya aku belum bisa menjawab dan belum memiliki jawaban dari pertanyaan Chan tadi. Tentang rencana kedua, dan juga kemana kita akan pergi jika Nick tidak ditemukan juga," Samuel memberhentikan ucapannya sejenak. Teman-temannya menyimak setiap ucapan dari Samuel dengan fokus. "Semenjak tadi aku memikirkan hal ini. Kita sudah menjelajah hutan ini, mencari di rumah Kim, mendatangi rumah Nick, namun sialnya kita tidak bisa menemukan Nick di tempat itu semua. Dan, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan setelah ini. Padahal sebelumnya aku mengatakan kepada kalian bahwa aku akan bertanggungjawab atas hilangnya Nick, tetapi aku tidak bisa memenuhi tanggungjawab itu." Penjelasan Samuel itu membuat teman-temannya merasa kasihan kepada Samuel. Laki-laki ini memang keras kepala. Mereka sudah mengatakan jika mereka juga ikut bertanggungjawab karena hilangnya Nicholas, bukan hanya Samuel saja. Laki-laki itu tetap saja mengatakan bahwa dirinya-lah yang bertanggungjawab. Mendengar ucapan Samuel tadi, Thomas langsung merangkul Samuel. Melihat Thomas yang merangkul Samuel, Chan dan Dylan itupun juga ikut merangkul Samuel. Kini Kimberly, Gabriella, dan Elizabeth juga ikut memeluk satu sama lain. Mereka saling memberi kekuatan satu sama lain dan akan menanggung apapun bersama-sama. Thomas melepaskan rangkulan itu. Begitu juga dengan yang lainnya.  “Sam, listen to me, bukankah kita semua sudah mengatakan padamu kalau kita juga akan bertanggungjawab akan hal ini, bukan hanya kau saja yang bertanggungjawab. Kenapa kau terus-terusan berpikir jika hanya kau saja yang selalu betanggungjawab? Kita semua berhak untuk bertanggungjawab. Dan ya satu hal lagi, kau mengatakan jika ada masalah kita akan memecahkan masalah ini bersama-sama. So, kau tidak perlu bersusah-susah memikirkan ini sendiri. Kita semua bersama, kita bersama denganmu, kita akan memecahkan masalah ini bersama-sama.” Thomas memberikan penjelasan kepada Samuel dengan harapan supaya Samuel tidak selalu berasa dirinya yang harus bertanggungjawab. Thomas tidak ingin Samuel memecahkan dan memendam semua masalah ini sendiri. Thomas ingin jika Samuel mau berbagi dengan teman-temannya. “Apa yang diucapkan oleh Tommy benar, kau tidak perlu memikirkan ini sendiri. Kita ada untukmu, Sam,” Dylan memberikan semangat dan dorongan kepada Samuel. “Aku juga akan selalu membantumu jika kau butuh bantuan, Sam. Jangan merasa kau sendirian.” Chan pun ikut memberi semangat kepada Samuel. “Dengarkan itu semua, Sam, kita akan memecahkan masalah demi masalah bersama-sama. Jadi, hilangkan semua pikiran itu, ya?” Samuel membalasan perkataan Gabriella dengan anggukan. “Promise?” Gabriella mengacungkan jari kelingkingnya tepat di hadapan Samuel. Samuel dengan ragu mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Gabriella. “I promise.” Balasan Samuel itu sontak membuat teman-temannya bertepuk tangan. Mereka sennag karena Samuel sudah tidak menyalahkan dirinya atas kejadian ini. “Maafkan aku, ya? Maaf aku tidak bisa berterus terang kepada kalian semua. Aku janji, aku akan mematuhi setiap perkataan yang kalian ucapkan padaku. Dan ya, terimakasih sudah memberikan dukungan padaku. Aku sayang sekali dengan kalian semua. Kita harus tetap bersama-sama terus sampai kita menemukan Nick, ya?” Mereka terharu dengan ucapan Samuel. Dengan releks, mereka langsung merangkul Samuel. “Kita tidak hanya akan bersama-sama sampai menemukan Nick saja, namun selamanya.” Perkataan Elizabeth yang terdengar romantis itu membuat teman-temannya mengeratkan rangkulan mereka, hingga mereka terjatuh ke tanah. Seelah jatuh ke tanah, mereka tertawa. Sayangnya, Nichtolas tidak ada di sini. Andaikan Nicholas bersama dengan mereka, pasti Nicholas akan mengeluarkan candaannya. Kini, suasana menjadi berbeda karena tidak adanya Nicholas. “Andai saja Nick ada di sini, ya?” “Iya, pasti dia akan melakukan hal-hal konyol yang membuat kita semua jengkel.” Mereka kini terlentang di atas tanah dan menghadap langit sore hari yang berwarna oranye. Pemandangan yang sangat indah. Ditambah suara kicauan burung yang terdengar syahdu. Tak lupa dengan sinar matahari yang sebentar lagi akan menghilang dari langit. “Aku merasa rindu dengan Nick. Ya, dia memang menyebakan, namun sikap yang menyebalkan itu seringkali membuat kita semua tertawa.” Ucapan dari Gabriella itu menimbulkan keriuhan. Teman-temannya merasa jika Gabriella mulai menyukai Nicholas. Semenjak hilangnya Nicholas, Gabriella merasa sangat sedih dan selalu diam saja. Dan ia juga kerap menangis karena Nicholas. “Kau menyukai Nick?” Pertanyaan dari Kimberly membuat Gabriella tersipu malu. Bahkan, Gabriella tidak mau membalas pertanyaan dari Kimberly. Gabriella tersenyum menatap ke langit. Berharap jika di sampingnya ada Nicholas. Saat ia menyadari jika Nicholas tidak ada di sampingya, raut muka Gabriella menjadi lesu. “Matahari sebentar lagi mau tenggelam, bagaimana kalau kita segera kembali ke basecamp?” “Benar apa yang dikatakan Tommy. Kita harus kembali sekarang. Sehingga kita akan sampai di basecamp sekitar tengah malam dan kita bisa beristirahat.” “Baiklah, Chan.” Mereka pun bangkit dari tempat mereka terlentang dan mulai mengemasi barang-barang yang sempat mereka keluarkan dari tas. Setelah lima belas menit berkemas, mereka mulai melanjutkan perjalanan mereka untuk kebali ke basecamp atau ke rumah Kimberly. “Semoga saja, saat perjalanan balik ini, kita bisa menemukan Nick, ya?” “Iya, semoga saja.” Mereka pun meninggalkan danau ini.   ***   Sudah dua jam semenjak setelah meninggalkan danau. Di sepanjang perjalanan, mereka selalu meneriaki dan memanggil nama Nicholas. Namun, hasilnya sama saja. Tidak ada jawaban dari Nicholas. Langit malam sudah mulai gelap. Hutan yang dalam initerlalu rimbun untuk melihat bintang-bintang yang bertebaran di atas sana. Pencahayaan mereka hanya dibantu oleh senter yang mereka bawa. Ponsel mereka mulai kehabisan daya. Mereka tidak sempat mengisi daya ponsel mereka. Lagi pula, di hutan seperti ini bagaimana mereka akan mendapatkan sinyal. Pasti tidak ada sinyal di hutan ini. Semak-semak yang tinggi membuat mereka takut. Mereka takut jika ada binatang seperti ular atau lintah. Mereka takut jika hewan-hewan seperti itu akan menggigit mereka. Dan itu akan membuat masalah baru. “Ahh….” Suara itu membuat mereka mengarah ke sumber suara. Benar saja. Mereka mengalami masalah. Bukan digigit oleh binatang, melainkan terperangkap di salah satu perangkap buatan manusia. Sepertinya ini perangkap untuk hewan, entah itu landak, ular atau sebagainya. Mereka tidak dapat memastikan perangkap itu. “Tommy, kau kenapa?” Tanya Samuel sebelum ia mengetahui ada perangkap di sekitarnya. “Sial! Kakiku terkena perangkap hewan. Ah, sial! Ini sakit sekali. Ahh…” Thomas terus merintih kesakitan. Perangkap besi itu melukai kaki Thomas. Saat perjalanan, Thomas berada di baris paling belakang. Ia juga tidak menyadari jika ada perangkap di sebelahnya. Thomas mencoba menghindari ranting pohon namun saat ia menghindar, kakinya masuk ke perangkap hewan itu. “Ahh…sakit sekali!” Rintihnya lagi. Saat dilihat lebih rinci, ternyata kaki Thomas terjepit di perangkap itu. Perangkap itu menjepit kaki Thomas dengan begitu erat. Mereka mencoba melepaskan perangkap itu. Sayangnya, perangkap itu sangat susah untuk dilepas. Sepertinya, harus menggunakan alat khusus untuk melepaskan perangkap itu. “Susah sekali dilepas, Sam.” Chan yang sedari tadi mencoba melepaskan perangkap itu merasa kesusahan. “Perangkap macam apa ini? Susah sekali untuk dilepas.” Dylan pun ikut mengeluh karena ia juga tidak bisa melepaskan perangkap itu. “Sam, kaki Thomas berdarah!” Ucap Elizabeth yang melhat darah keluar dari kaki Thomas yang terkena perangkap tadi. Ternyata, ada beberapa bagian dari perangkap itu yang lancip sehingga melukai kaki Thomas. “SIALAN! AHH…SAKIT!” Thomas terus menerus merintih kesakitan. Ia pun berteriak karena tidak sanggup dengan rasa sakit di kakinya. “Thomas, relax, ok? Kita akan temukan cara untuk melepaskan perangkap sialan ini dari kakimu.” “Kita akan melepaskan perangkap ini bersama-sama. Pertama-tama, lepaskan benda yang lancip yang menusuk kaki Thomas. Setelah itu kita akan menarik perangkap ini ke bawah.” Jelas Samuel kepada Chan dan Dylan. “Tommy, Ini akan terasa sakit, namun kau harus menahannya. Kim, tolong lepas sepatu milik Thomas supaya kami bisa melepasnya dengan mudah. Dan kau, Gaby, tolong ambil air di dalam tas milikku. Lalu siramkan air itu ke kaki Thomas supaya membermudah melepasnya. Dan Beth, kau cari gunting atau pisau, lalu kau potong setengah celana milik Tommy yang terkena peragkap ini. dan kalian berdua, Chan dan Dylan siapkan obat-obatan, kain atau antiseptik.” Mereka yang diberi amanah oleh Samuel pun melaksanakan tugasnya. Pertama-tama Kim melepas sepatu milik Thomas, lalu Beth memotong bagian celana Thomas yang terkena perangkap, dan akhirnya Gaby menyiram air ke kaki Thomas supaya mempermudah saat melepaskan perangkap itu. Chan dan Dylan sudah menyiapkan obat-obatan sesuai permintaan Samuel. “Kalian sudah siap?” Chan dan Dylan mengangguk. “Tommy, tolong tahan sebentar. Aku yakin ini akan berhasil.” “Ya, tolong lakukan dengan cepat. Ahh…aku sudah tidak kuat menahannya.” Rintihan dari Thomas kali ini semakin keras. “Dalam aba-abaku, longgarkan dahulu perangkap besi ini, jangan sampai benda yang lancip tadi mengenai kaki Tommy, itu akan menimbulkan sobekan di kakinya. Setelah dilonggarkan, langsung tarik ke bawah hingga perangkap itu keluar dari kaki Tommy, paham?” Mereka mengangguk lagi. “Oke…satu…dua…” Thomas memejamkan matanya. Ia sudah terbayang bagaimana rasa sakitnya setelah ini. “Tiga…” Mereka melakukan sesuai instruksi dari Samuel tadi. “AAAHHH…” Rintihan Thomas menggema di hutan ini.  *** To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN