Part 11 - Mabuk

1861 Kata
Mentari telah menampakkan sinarnya. Cahaya itu menembus hingga ke dalam tenda. Mereka satu-persatu mulai terbangun dari tidur lelapnya. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Mereka keluar dari tendanya. Berkumpul tepat di depan api unggun yang kini telah padam. “Selamat pagi,” sapa Samuel dengan senyuman hangatnya. Laki-laki itu nampak lebih segar daripada kemarin. “Pagi, Sam,” balas mereka. “Kau nampak berbeda hari ini, Sam. Ada apa?” tanya Thomas. Thomas hari ini kondisinya lebih baik dibandingkan kemarin. Ia bahkan sudah bisa berjalan meskipun masih butuh bantuan. “Tidak ada apa-apa sebenarnya, aku hanya ingin lebih bersemangat untuk mencari Nick hari ini. Aku yakin dia akan ditemukan hari ini.” “Aku juga berharap hal yang sama. Semoga saja kita bisa menemukan Nick hari ini.” Mereka berharap demikian. Semakin cepat Nicholas ditemukan, maka semuanya akan membaik. “Makanan yang kemarin masih ada?” Samuel bertanya kepada Kimberly sebagai penanggungjawab mengenai segala hal yang berhubungan dengan makanan. Samuel ingin memastikan apakah makanan yang mereka bawa masih tersisa atau tidak. Mereka harus menghemat makanan, karena mereka tidak tahu kapan mereka akan benar-benar keluar dari hutan ini. Kimberly berpikir sejenak. Ia mengira-ngira apakah makanannya masih ada atau tidak. “Sepertinya, makanan yang tersisa hanya makanan yang belum kita masak. Seperti makanan kaleng dan makanan kemasan. Untuk makanan basah, sepertinya sudah basi.” Samuel mengangguk mendengar ucapan dari Kimberly. Kini, Samuel beralih ke tempat yang lain. Ia menghampiri Chan dan Dylan yang sedang melakukan olahraga ringan. Kedua laki-laki itu sangat memperhatikan bentuk badan mereka. “Hei,” sapa Samuel pada mereka berdua. Mereka sontak langsung menoleh kearah Samuel. “Hai, Sam,” jawab mereka bersamaan. “Ya, sudah. Lanjutkan olahraga kalian. Aku datang hanya ingin mengecek keadaan kalian saja. Aku sedang tidak mood untuk berolahraga. Bye.” Saat Samuel hendak melangkahkan kakinya meninggalkan mereka, Chan memberhentikan langkah Samuel. “Sam?” Panggilnya. Samuel memberhentikan langkahnya. “Ada apa, Chan?” “Aku ingin bertanya, apakah hari ini kita akan kembali?” Samuel sebenarnya belum memikirkan ini. Tetapi, sejak semalam ia sudah memikirkan langkah yang akan ia ambil. “Nanti akan kuberi tahu. Kita akan memutuskannya bersama.” Lalu Samuel pergi meninggalkan mereka berdua. Chan dan Dylan saling pandang. “Kira-kira, apa yang sudah dipikirkan oleh Sam?” tanya Dylan kepaa Chan. “Entahlah. Kita tunggu saja.” Mereka pun kembali melakukan aktivitasnya.   ***   Samuel menghampiri Thomas yang sedang duduk di salah satu batang pohon yang tergeletak di tanah. Lalu Samuel duduk di samping temannya itu. “Sam.” “Hei, dude. Bagaimana keadaanmu. Sepertinya sudah membaik.”  Thomas memperlihatkan kondisi kakinya kepada Samuel. “Iya, sudah tidak terlalu sakit. Tadi, Beth sudah mengganti perbannya dan memberi obat.” “Syukurlah.” “Bagaimana dengan keadaanmu, Sam? Kau terlihat stress kemarin.” Samuel menatap ke langit yang mulai membiru. Pagi ini sangat indah. Sambil menikmati langit, ia juga menjawab pertanyaan dari Thomas. “Ya…kemarin aku berasa banyak pikiran. Namun, sekarang aku mulai tenang. Aku akan mengatakan pada kalian nanti. Aku sudah menemukan jalan keluar.” Thomas penasaran dengan jalan keluar yang dimaksud oleh Samuel. “Apa itu, Sam?” “Tunggu saja. Ya sudah, aku akan menghampiri yang lain sekaligus menanyakan kondisi mereka. kau di sini saja. Kau belum sembuh.” Samuel berlalu meninggalkan Thomas yang masih penasaran dengan apa yang akan dikatakan Samuel nanti.   ***   “Sarapan sudah siap!” Ketiga perempuan itu ternyata diam-diam menyiapkan sarapan bagi teman-temannya. “Wah…kalian baik sekali sudah menyiapkan sarapan,” ucap Dylan yang mulai mendekat kearah mereka. “Roti tawar? Siapa yang membawa roti tawar?” tanya Samuel. “Thomas diam-diam membawa roti tawar yang sangat banyak. Lalu, ia memberikannya kepada kita dan memerintah kita untuk dijadikan sarapan pagi ini.” “Baik sekali kau, Tommy,” puji Chan. Thomas yang dipuji oleh Chan itu mengeluarkan senyumnya. Semenjak kejadian semalam, ia menjadi sedikit bicara. “Ya, sudah, mari kita makan saja.” Mereka mulai sarapan seadanya. Sesuai janji Samuel kepada teman-temannya, ia akan menyampaikan sesuatu yang menurutnya penting. “Aku sudah memutuskan sesuatu. Dan aku meminta saran dan pendapat dari kalian. Apakah usulanku ini benar atau tidak.” Mereka yang sedang asyik makan itu terhenti aktivitasnya karena mendengar Samuel berbicara. “Apa yang sudah kau putuskan, Sam?” “Iya, Sam. Apa itu?” “Baiklah. Namun, aku masih butuh saran dan pendapat dari kalian.” Samuel menghentikan ucapannya sebentar. Ia mempersiapkan dirinya. “Setelah ini kita akan kembali ke basecamp, lalu kita akan ke rumah Nick.” Mendengar kata ‘rumah Nick’ mereka semakin penasaran. “Kenapa?” “Apa yang akan kita lakukan, Sam?” “Menurutku, kita harus memberitahu kedua orangtua Nick mengenai masalah ini. Kita harus menyampaikannya secara langsung. Tidak baik jika kita terus menerus memendam ini tanpa memberitahukan yang sebenarnya.” “Sam, apakah kau serius?” Thomas ingin memastikan ucapan Samuel itu. Sebelumnya, Samuel menolak jika harus memberitahu mengenai kejadian ini kepada keluarga Samuel. “Aku serius. Perkataan kalian ada benarnya. Tiak baik jika menutupi kasus ini dari keluarga Nick. Lalu, bagaimana? Apakah kalian setuju?” “Ya, aku sangat setuju.” “Aku setuju dengan usulanmu.” “Setuju!” Mereka menyetujui usulan yang telah dibuat oleh Samuel. Menurut mereka, apa yang dilakukan Samuel ini benar. Tidak baik menutupi kebenaran ini, apalagi pada keluarga Nicholas. “Setelah sarapan, kita akan membereskan semuanya dan kita akan kembali ke basecamp.” “Baik, Sam.” Dengan segera, mereka menghabiskan roti tawar yang sedang mereka makan. Setelah selesai sarapan pagi, mereka langsung membereskan barang-barang mereka. Setelah selesai mengemas barang-barang, sebagian dari mereka merubuhkan tenda dan menatanya sedemkian rupa. Sedangkan sebagian lagi membersihkan area yang mereka dirikan tenda. Mereka mengumpulkan sampah ke dalam sebuah kantong plastik. Mereka tidak ingin mencemari hutan ini. Mereka datang dalam keadaan bersih, dan pulang juga dalam keadaan bersih. Ada sebuah pepatah mengatakan, “Jagalah alam, dan alam akan menjagamu.” Dan mereka menerapkan pepatah itu saat ini. Perlahan, pekerjaan mereka telah selesai satu persatu. Mereka kini berkumpul dan membentuk sebuah lingkaran. “Baiklah, sebelum memulai berdoa, lebih baik kita berdoa kepada Tuhan. Supaya kita diberi keselamatan dan semoga hari ini kita bisa menemukan Nick.” Mendengar perintah dari Samuel, mereka langsung menundukkan kepala meeka. Mereka mengharap kepada Tuhan, supaya mereka selalu diberi keselamatan dan diberi kemudahan dalam mencari keberadaan Nicholas. “Mari kita jalan. Chan dan Dylan bantu Tommy berjalan, oke? Nanti jika kalian letih, bisa bicara denganku. Kita akan istirahat. Jangan dipaksakan.” Samuel berjalan di depan. Ia memimpin untuk keluar dari sini. Ia juga yang akan mencari jalan keluar dari hutan ini. Di belakang Samuel ada Gabriella, Kimberly, dan Elizabeth, dan yang terakhir Dylan, Chan, dan Thomas.   ***   Matahari mulai naik. Ini pertanda jika siang hari sudah dimulai. Meskipun mereka berada di hutan, namun sama sekali tidak ada angin yang menerpa mereka. Suasana menjadi sangat panas. Mereka melepaskan jaket yang mereka kenakan. Cahaya matahari menusuk kulit mereka. Entah mengapa hari ini panas sekali. “Sam, bisakah istirahat sebentar? Aku haus sekali,” pinta Gabriella yang tepat berada di belakang Samuel. Samuel yang mendengar itu langsung berhenti dan membalikkan badan. Ia memerintahkan teman-temannya untuk istirahat sebentar. “Panas sekali hari ini,” keluh Elizabeth. Keringat Elizabeth bercucuran. Ini menandakan betapa panasnya hari ini. “Rasanya aku ingin mandi. Sudah dua hari tidak mandi.” “Di sekitar sini ada sungai tidak, ya? Sungguh, aku ingin berendam.” “Entahlah. Aku juga tidak tahu ada sungai atau tidak di sini.” Setelah perbincangan singkat mereka, mereka kembali melakukan perjalanan. Samuel memperkirakan jika dua jam lagi mereka akan sampai di basecamp atau area perkemahan Little Forest. Mereka sudah sangat letih. Seringkali mereka kehilangan fokus mereka. Mereka seringkali tidak sengaja menabrak pepohonan bahkan jatuh karena tidak melihat jika ada kubangan. “Beth, hati-hati. Perhatikan jalan, kau hampir saja masuk ke dalam kubangan,” Kimberly yang berada di belakang Elizabeth memperingatkan perempuan itu untuk hati-hati. Pasalnya, Elizabeth berjalan dengan tidak fokus. Ia selalu saja tersandung batu atau kayu. Elizabeth pun menoleh kearah Kimberly. “Terimakasih sudah memperingatkan. Aku merasa ada yang aneh.” Suara Elizabeth dapat didengar oleh teman-temannya. Dengan spontan, mereka memberhentikan langkahnya dan mendekati Elizabeth. “Beth, kau kenapa?” Samuel khawatir dengan kondisi Elizabeth. Segera, ia menghampiri dan berdiri di samping Elizabeth. Saat Samuel berdiri di samping Elizabeth, Elizabeth mendongak dan menatap Samuel lekat-lekat. Samuel menjadi takut ditatap oleh seorang perempuan sedekat ini. “Beth, apa yang kau lakukan pada Sam?” “Sam, apakah ini kau?” Tanya Elizabeth yang masih saja menatap Samuel dengan serius. Samuel merasa canggung ditatap oleh Elizabeth seperti ini. “Ya…ini…aku. Are you okay, Beth?” Thomas yang melihat kejadian itu tersenyum usil. “Sepertinya…ada yang sedang jatuh cinta.” Chan ikut menimbrung ucapan Thomas. “Sepertinya iya.” Dylan tidak ingin ketinggalan dengan mereka. Ia juga ikut menggoda Elizabeth dan Samuel yang sedang saling tatap. “Cium, cium, cium.” “HA HA HA.” Mereka menertawakan Elizabeth dan Samuel yang tidak tahu kenapa saling bertatapan. Tawa mereka semakin keras sangat mendengarkan ucapan dari Elizabeth. “Sam…kenapa…mukamu seperti monyet?” Elizabeth menatap lekat-lekat Samuel. Tak jarang ia meletakkan tangannya di muka Samuel dan menjelajahi setiap wajah Samuel. “Iya, wajahmu seperti monyet.” “HA...HA…HA…Beth kenapa kau baru menyadari jika Sam menyerupai monyet?” Thomas tak henti-hentinya tertawa melihat kejadian itu. “Beth…kau ini kenapa? Kenapa kau tiba-tiba bilang jika Sam itu monyet?” tanya Gabriella yang ikut tertawa setelah menyaksikan kejadian itu. Samuel masih terdiam setelah melihat apa yang dikatakan Elizabeth padanya. Dylan curiga jika Elizabeth telah berbuat sesuatu. Lantas, ia mendekati Elizabeth untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dylan melihat Elizabeth sedang menggenggam sesuatu. Dylan pun mengambil sesuatu yang digenggam oleh Elizabeth itu. “Magic mushroom?” Teman-temannya terkejut melihat benda yang digenggam oleh Elizabeth. “Beth, apakah kau memakan itu?” tanya Samuel. “Ya…aku tadi memakannya. Jamur ini seperti yang aku temui di internet. Dan katanya…ini rasanya sangat sedap. Makanya, aku penasaran. Apakau kau mau, monyet?” “Beth…itu bisa membuatmu halusinasi seperti ini.” “Kau kenapa? Kau iri denganku?” Kimberly merasa jika Elizabeth menantang dirinya. “Mana mungkin aku iri denganmu.” Elizabeth beralih mendekat kearah Kimberly. “Kau ingin jamur itu?” Kimberly menggeleng. Elizabeth meraih magic mushroom dari tangan Dylan. Lalu, ia berikan kepada Kimberly dan menyuapinya. “Aaaa…” Kimberly menolak. Namun, Elizabeth semakin tertarik untuk menyuapi Kimberly jamur itu. Perkelahian antara kimbely dan Elizabeth pun terjadi. Teman-temannya berusaha melerai mereka. namun, Elizabeth tetap kekeuh menggoda Kimberly supaya ia mau memakan jamur itu. “Beth! Hentikan!” “Diamlah kau, sialan! Kim sini, ini enak sekali.” “Beth! Jangan paksa Kim memakannya!” Elizabeth menghiraukan seruan dari Chan. Bahkan, Elizabeth mendorong Chan hingga lelaki itu hampir jatuh. Kimberly semakin takut dengan perbuatan Elizabeth. Elizabeth terus menerus mendesak Kimberly. Entah berapa banyak Elizabeth memakan jamur itu, namun perbuatannya kali ini benar-benar gila. Ia seperti memiliki kekuataan untuk melawan teman-temannya. Elizabeth berhasil meraih Kimberly. Jamur itu hampir masuk ke mulut Kimberly. Namun, dengan gerakan refleks, Kimberly mendorong Elizabeth dengan kuat, hingga akhirnya Elizabeth jatuh ke dalam jurang. Melihat hal itu, teman-temannya terkejut dan mendekat ke arah jurang. “s**t….” umpat Kimberly. ***   To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN