50 – Membuktikan

1082 Kata
“Sebelumnya, aku melihatmu berbentuk burung, mungkin hanya mimpi,” jawabku dengan nada yang masih sama. Aku sulit untuk berbicara dengan normal. Oh iya, entah kenapa aku memiliki mimpi jika sebelumnya ada burung putih yang datang lalu berubah wujud menjadi sosok Chadrish, setelahnya ia membawaku pergi. “Itu memang aku.” Dia menjawab dengan ringan. “Apa?” tanyaku tiba-tiba, aku bahkan memajukan tubuhku ke arah kursi depan. Jawabannya yang berada di luar dugaanku benar-benar membuatku terkejut. “Apa katamu?” tanyaku lagi. “Aku memang dapat berubah wujud menjadi burung, aku atau tepatnya kami, adalah penyihir, aku lebih suka mengatakan wizard.” Dia mengakuinya dengan ringan dan sangat jujur, cenderung berbicara dengan polos. Aku menggeleng tak percaya. “Kau tahu, kepalaku masih pusing dan aku lemas, jangan bercanda dengan orang yang bahkan tak kau kenal. Lagi pula kau mirip burung hantu yang ada di rumahku.” Aku membalas dengan tak percaya padanya. Menggeleng seolah dia benar-benar sedang mengatakan lelucon padaku. “Aku memang burung hantu salju yang kau selamatkan,” balasnya dengan menegaskan apa yang dia maksudkan. Nada bicaranya menyampaikan itu. “Itu tak lucu, jadi hentikan saja.” Tentu saja aku tetap tak percaya dan menyangkalnya. “Aku memang burung hantu itu.” Ia bersikukuh, tapi mana mungkin aku akan percaya padanya. Dasar anak muda, jangan kau kira bisa bercanda pada orang dewasa. “Lupakan. Apa yang kau mau dariku? Kenapa aku bisa ada bersamamu sekarang?” tanyaku sambil bersandar pada kursi, untuk sesaat kupejamkan mataku. Sepertinya pemuda ini tak sedang membawaku ke tempat yang berbahaya, aku bisa beristirahat untuk sesaat. “Aku menyelamatkanmu, Nona. Sudah kukatakan kalau aku adalah pelindungmu.” Ia menegaskan mengulang ucapannya yang tadi. Aku segera membuka mataku lalu memandang wajahnya melalui kaca spion. “Oh ya, lalu kenapa kau tak datang lebih awal?” tanyaku dengan menyindir. “Jalanan di kota ini macet, jadi aku datang agak terlambat.” Oh ya ampun, dia malah membual. “Lucu, pahlawan datang terlambat karena tertahan macet kendaraan.” Aku bergumam mencibir. Setelah itu aku sadar jika saat ini aku tak t*******g, seharusnya aku hanya mengenakan b*a saja karena bajuku sudah dirobek, tapi saat ini aku masih mengenakan bajuku, yang tak kubawa saat ini adalah tasku. “Seingatku aku tak memakai baju, bagaimana bisa ini terjadi?” tanyaku sambil menarik baju bagian dadaku. Ya, tidak salah lagi, ini adalah baju yang kukenakan, warna dan tekstur bahannya benar-benar serupa, tak mungkin aku memakai baju lain yang sama persis dengan yang kupakai sebelumnya. “Itu sihir, aku menggunakan mantra perbaikan yang mana pakaianmu yang robek bisa kembali utuh.” “Hahaha, itu lucu.” Aku pura-pura tertawa untuk mengejeknya. “Aku tahu pemuda seumuranmu sangat imajinatif, tapi aku sedang serius di sini.” “Nona, semua yang kukatakan adalah kebenarannya. Aku pelindungmu, aku burung hantu dan aku adalah penyihir.” “Lalu?” tanyaku dengan tak peduli. “Huh.” Ia menarik napas dengan lelah, setelah itu ia menoleh ke arahku. “Apa aku perlu membuktikannya?” tanyanya, aku mengangguk. “Buat aku percaya!” Aku memerintahkan padanya dengan agak merengut. “Aku sedang mengemudi, jadi tak bisa berubah wujud. Jadi akan kukatakan saja apa-apa yang sudah kusaksikan selama berada di rumahmu. Bagaimana dengan itu?” Ia menawarkan. Maka aku mengangguk sepakat. “Itu juga bagus, aku akan percaya jika kau mengatakannya.” “Baiklah, kalau begitu aku akan mengatakan apa-apa saja yang kulihat sebagai burung hantu selama berada di dalam rumahmu.” “Oke, silakan.” “Kau tak pernah menggunakan alarm untuk membuatmu bangun dari tidur, kau hanya menggunakan alarm untuk menandai jadwal mata kuliah, kemarin aku sekarat dan hampir mati, tapi kau tanpa sengaja dan sepengetahuan siapa pun malah menyembuhkanku.” Aku akan tersentak dan memfokuskan tatapan padanya karena pernyataan itu, di benar mengenai apa yang dikatakannya. “Setiap malam kau menghabiskan waktu untuk membaca atau menonton film aksi yang kadang kau tiru sendiri.” Dia benar lagi, aku hanya akan percaya seseorang bisa menebak semua itu jika dia hidup bersamaku, jadi dia benar-benar burung hantu salju yang ada di rumahku? “Akhir-akhir ini kau sering makan mie instan dan beberapa waktu lalu rumahmu rusak, barang-barang di dalamnya hancur dan ....” “Ahh cukup!” Aku berteriak padanya, oke siapa yang sangka jika apa yang kulakukan malah diperhatikan oleh burung hantu salju yang ternyata adalah perwujudan dari pria ini? s**l sekali karena detail kegiatan memalukan dan konyol yang kulakukan malah diketahui seseorang. “Jadi, apa Nona percaya?” tanyanya dengan nada puas. Mungkin ia puas karena ia berhasil mengatakan apa-apa saja yang memang merupakan aktivitasku akhir-akhir ini. Perasaan malu dan bingung padaku seketika mendadak hilang dan digantikan dengan rasa kesal dan geram. Pria ini adalah penyihir dan orang yang bisa dibilang salah satu alasan kenapa aku bisa terlibat dalam semua situasi semacam ini. Ya, karena sejak pemakaman itu, sejak aku memungut burung hantu itu, semua ini terjadi padaku. Dan ya, aku juga ingat dengan perkataannya terakhir kali saat di dalam bus ketika kami bertemu, aku pernah mengatakan jika bertemu dengannya pastilah ketika berada dalam situasi buruk, tak nyaman dan sama sekali tak kusukai. Siapa sangka jika dugaanku malah tepat dan 100% benar, bagaimana bisa dia ada di tempat gila seperti ini? “Ini semua halusinasi, kau membual. Aku tak mau mendengarnya lagi.” Kusangkal semua perkataannya. Aku tak mau menerima semua pernyataannya. “Nona, tenanglah.” “Kau, menjauhlah dariku!” Aku memekik dan berteriak padanya. Ia agak berjengit saat kuteriaki. “Nona, tenangkan dirimu. Dengarkan baik-baik.” Di menoleh dan mencoba menenangkanku yang sepertinyaーdan aku sendiri juga merasakan—aku sangat panik dan frustrasi. Rasa takut juga ngeri kurasakan. Semua yang kualami sama seperti film atau mimpi buruk yang menakutkan. “Aku bilang pergi! Enyahlah!” bentakku sekuatnya. Tak peduli dengan reaksinya yang seperti apa. “Tapi!” “Hentikan mobil dan pergi saja, aku akan mengemudi sendiri!” Kuperintahkan dia dengan tegas dan beringas. “Nona aku ....” Dia tampak bingung untuk membalas, ekspresi wajahnya saat menolehku tampak jelas jika dia merasa bingung dan serba salah. “Apa? Kau tak mau menurut padaku?” tanyaku, tapi aku tak ingin mendengar jawaban dan balasannya, aku akan menunjukkan apa konsekuensinya jika dia tak mau menuruti setiap perkataanku. Aku segera beranjak dari dudukku lalu meraih telinga kirinya, segera saja tanganku memelintir lalu menariknya kuat-kuat. “Ahhhh, sakit, sakit.” Dia meringis, tak bisa melepaskan diri karena dua tangannya ada di setir. “Nona, lepaksan, apa yang kau lakukan? Aku sedang mengemudi di sini. Kita bisa celaka.” Ia segera memperingatkanku, tapi aku tak peduli, aku memperkuat cengkeramanku ketika tangan kirinya memegang tanganku. “Aku akan mencabut paksa anting indahmu jika kau masih tak menurut.” Kuberikan ancaman yang tegas baginya, tentu saja itu hanya ancaman saja, aku tak akan berani dan tak akan tega untuk melakukan itu. “Aaaaahhhh, ampun, aku menyerah, aku menyerah.” Dia mengerem mendadak, hampir saja aku terlontar ke depan karena perbuatannya yang tiba-tiba. Mesin mobil mati setelah itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN