Aku berlari tak tentu arah. Selain gelap dan tak dapat melihat dengan jelas, aku juga tak tahu rute mana yang aman.
Saat aku kelelahan dan tak kuat untuk lari, tiba-tiba saja di belakangku ada suara debaman dan gemuruh angin yang cukup besar. Aku menghentikan langkahku lalu segera menoleh ke arah belakang untuk melihat apa yang menimbulkan suara sedemikian rupa.
Di sanalah, meski samar, tapi aku dapat melihat dengan baik jika monster mengerikan itu sudah tumbang, ada sesuatu yang menyebabkan makhluk menjijikkan itu tumbang, hanya selang sedetik saja aku dapat menemukan sumber penyebabnya.
“Huh, cukup keras, tapi pada akhirnya kukalahkan juga.” Aku memandang ke arah sosok makhluk itu, di mana si monster sudah tumbang dengan seorang pria tengah berdiri di atas kepalanya. Dia adalah Chadrish, meski hanya melihatnya dari arah belakang, aku dapat mengenalinya dengan pasti, apalagi aku mendengar dia bicara barusan.
Beberapa detik setelah mengatakan kalimat sebelumnya, ia melirik ke arahku dengan senyum.
Syukurlah dia segera datang, jujur saja aku tak akan bisa berlari lebih jauh lagi. Aku lega karena kedatangannya, lemas sekali badanku.
Chadrish segera melompat turun dari atas tubuh makhluk itu lalu berjalan dengan santai, ia menjuru ke arahku.
“Kau baik-baik saja, Nona? Sepertinya aku tak terlambat dat ... Aaaahhh!” Aku tak menunggu dia selesai berbicara, ketika telinganya sudah berada dalam jangkauan, segera saja aku menjulurkan tangan kiriku kemudian langsung menjewer telinganya kuat-kuat. Seluruh tenaga kugunakan untuk menarik dan memelintir telinganya.
“Sakit, sakit. Nona, hentikan ... aaaahhh!” Aku memberikan jeweran yang paling kuat lalu kuangkat tinggi-tinggi membuat ia sampai berjinjit. Ia meringis sambil memegangi tanganku.
“Kau pikir apa yang kau lakukan, hah?! Tak terlambat pantatmu! Pria itu hampir memakanku bulat-bulat dan akan menjadikanku sarapan paginya! Kau bahkan tak meminta maaf atau mengatakan alasan kenapa kita bisa ada di sini?! Malah kau datang padaku dengan tampang sok keren!” Aku memaki dan memarahinya, jeweran agak sedikit melonggar dan sedikit turun, ia agak lega meski tanganku belum lepas dari telinganya.
“Secara teknis ia adalah betina, panggilan itu tidak cocok, dan saat ini adalah siang, meski gelapnya sama seperti malam.” Ia memberikan penjelasan dan koreksi yang sama sekali tak kubutuhkan.
“Siapa yang peduli dengan itu?!” tanyaku dengan sengit, aku melepaskan jeweran, lagi pula telunjuk dan jempolku agak sakit karena menjewer telinga keras dan alot seperti miliknya. Telinga macam apa itu? Kukira badak tak akan sekeras itu kulitnya.
“Aku hanya mengoreksi saja.” Ia menyahut membela diri.
“Sama sekali tak berguna!” bentakku.
“Ya sudah.” Chadrish segera membelakangiku, dia menyahut dengan nada yang pelan, ia masih memegangi telinganya yang mungkin agak panas dan sakit akibat perbuatanku. Harusnya ia kesakitan karena aku benar-benar memberikan seluruh tenagaku untuk menjewernya.
“Yang penting, apa-apaan kalian? Kenapa membawaku ke tempat semacam ini? Apa bedanya dengan kota yang kutinggalkan kalau isinya banyak makhluk jahat? Uh, setidaknya aku nyaman tinggal di sana daripada harus berada di sini.” Aku menggerutu kesal pada Chadrish dan teman-temannya. Bagaimana bisa aku berada di sini? Mendarat di tempat yang mengerikan penuh makhluk menyeramkan yang karnivora. Chadrish segera membalikkan badannya lalu memandang ke arahku.
“Sebenarnya, kami tak berniat membawa Nona untuk pergi ke tempat seperti ini. Mana mungkin kita membawa Nona jauh-jauh hanya untuk mengunjungi hutan berbahaya yangーdilihat dari sisi mana punーsama sekali tak ada menarik-menariknya.”
“Lalu kenapa aku bisa tiba di sini jika kalian tak berniat membawaku ke hutan ini? Apa kau ingin mengatakan jika kita salah alamat?!” tukasku dengan penuh rasa kesal.
“Begitulah.”
“Begitulah? Jangan menjawab seolah kau tak bersalah! Setidaknya perlihatkan sedikit penyesalan, bodoh!” Aku memukul dan mendorongnya satu kali, ia terjengkang tapi tak sampai terjatuh. Kulihat Chadrish hanya cemberut saat kuperlakukan seperti itu.
“Nona, ini salah Le'theo, sepertinya ada beberapa kata yang salah dia tulis. Dan seperti inilah hasilnya, kita semua terpisah di tempat yang berbeda.” Aku memandanginya, pria itu mengusap-usap telinganya yang merah, dia membela diri dan menyalahkan semua yang terjadi pada teman pria yang bernama Le’theo itu.
“Dan kau baru menyadarinya sekarang?!” sergahku dengan sengit.
“Saat itu, keadaan sedang genting, jadi aku tak memeriksa.”
“Jangan membela dirimu, kau juga ikut bersalah!” tukasku membuat ia cemberut.
“Ya ampun, aku melakukan semuanya dengan benar.”
“Terserahlah, aku tetap menyalahkanmu juga.” Aku membalas dengan bersikukuh.
“Ya ampun, aku tak terlibat dengan kecelakaan ini, aku sendiri malah ikut jadi korbannya.” Ia bergumam dengan pelan. “Untung saja perjalanannya tak terganggu dan kita selamat, kesalahan tulisnya hanya membuat kita mendarat di tempat yang terpisah saja.” Ia menyambung dengan kalimat yang merasa lega, sesuatu yang salah, kenapa bisa dia lega ketika berada di tempat yang sedemikian mengerikannya seperti ini?
“Untung katamu? Ini sangat menyeramkan dan kau tahu, aku hampir saja mati. Bahkan belum sampai beberapa menit aku tiba, nyawaku sudah terancam. Kalian harus tanggung jawab!” Aku menyergah dan memarahi pria yang ada di hadapanku, jujur saja aku butuh pelampiasan dan butuh seseorang untuk kusalahkan.
“Aku tahu, Nona jangan berteriak. Sebenarnya keberuntungan karena aku jatuh hanya sekitar lima kilometer dari sini.” Chadrish tampak coba menenangkanku, ia takut-takut dan khawatir. Seperti itulah raut muka yang kulihat darinya saat ini.
Tunggu, sekitar lima kilometer katanya? Dan dia bisa menemukanku dalam jarak sejauh itu di hutan yang gelap ini? Bagaimana caranya?
“Bagaimana caranya kau sampai ke sini dengan jarak sejauh itu? Dan bagaimana bisa kau menemukanku? Tak mungkin jika itu hanya kebetulan kau bergerak ke arah tempat aku berada bukan?” tanyaku dengan agak penasaran. Ia tampak percaya diri kemudian segera menjelaskan.
“Aku berlari, lingkungan di sini yang penuh dengan mana membuat kekuatan kita terpengaruh juga. Soal aku dapat menemukan Nona, itu karena aku merasakan keberadaan mana dari Nyonya ....”
“Oke, nanti saja penjelasan yang memusingkan itu.” Segera kusela ucapannya, aku merasa jika jawabannya sudah cukup masuk akal bagiku. “Lebih baik pikirkan tentang situasi kita sekarang. Aku ingin segera pergi dari sini.” Segera saja kuhentikan topik itu, tiba-tiba aku jadi malas untuk mendengarkan.
Kutolehkan pandanganku ke arah lain dan melangkah beberapa langkah tuk menjauh darinya, tiba-tiba saja aku sadar dengan apa yang dia katakan. Aku berbalik ke arahnya. “Kau bilang kekuatan kita?” tanyaku.
“Ya,” jawabnya singkat.
“Wanita di dalam diriku juga?” Aku bertanya lagi, ingin memastikan.
Chadrish menganggukkan kepalanya. “Nama beliau adalah Xhellvana, bukan hanya Nyonya Xhellvana saja, tapi Anda juga.” Ia menjawab.
Oke, aku baru tahu jika namanya adalah Xhellvana, siapa yang tahu kalau aku sama sekali tak pernah menanyakan namanya setiap kami berkomunikasi? Karena jika komunikasi terjadi, keadaan selalu berbahaya dan tak ada waktu bagi kami untuk mengobrol hanya sekadar saling kenalan dan mengetahui nama satu sama lain. Dan sebagai tambahan, ia selalu marah-marah ketika berbicara denganku, pekerjaannya hanya mengejek dan menghinaku, mana mungkin kami berkenalan.
Oke, dia juga mengatakan jika aku juga terpengaruh, rasanya agak aneh dengan hal tersebut.
“Oh, kau terlalu formal. Itu agak mengganggu. Sapa aku dengan biasa saja.” Aku ingat jika dia terus memanggilku dengan sapaan “Nona” dan sesekali menyebut “Anda” padaku, meski aku sadar dia juga menyapaku dengan kata “kau” sesekali.
“Menghormati orang yang lebih tua dariku adalah keharusan. Maka dari itu aku akan memanggilmu seperti itu.” Ia membalas, mungkin ini secara tak langsung mengatakan alasan ia memanggilku seperti itu dan menolak permintaanku untuk bersapa dengan biasa saja. Oh ya, dan sepertinya aku sadar jika dia lebih muda dariku, meski usia kita tak terlalu jauh berbeda, mungkin.
“Jadi, kenapa aku juga terpengaruh?” Aku mengalihkan topik dan menanyakan hal ini padanya, rasanya agak penasaran juga dengan itu. Ia memandangku seolah meminta aku menanyakan pertanyaan dengan lebih spesifik. “Kau bilang bukan hanya wanita di dalam tubuhku saja yang terpengaruh oleh mana di sini, tapi aku juga. Bagaimana bisa itu terjadi?” Kulontarkan pertanyaan dengan lebih spesifik dan lebih jelas.
“Karena kau adalah penyihir.” Jawaban itu benar-benar tak kusukai sama sekali, tapi aku tak dapat menyangkalnya. Kenyataan aku dapat menyembuhkan Chadrish yang berwujud burung hantu salju yang tempo hari tengah terluka adalah fakta yang tak dapat kumungkiri lagi.
“Aku benci mengakuinya,” balasku dengan gusar.
“Tapi itulah faktanya, Nona. Kau adalah ....”
“Oke, cukup, jangan dibahas lagi. Aku tak suka untuk membahas ini.” Aku segera menyela ucapannya.
“Ya sudah.” Setelah mengatakan itu, kami tak berbicara lagi sehingga keadaan sedikit hening untuk beberapa detik lamanya. Chadrish memandang keadaan sekitar seperti sedang menilai dan mencari tahu mengenai medan dan situasinya.
“Aku sudah mengira jika akan sedikit terdapat kesalahan karena kita menulis dengan tergesa, dan benar-benar tak menyangka akan mendapati hasil seperti ini, mendarat di tempat yang tak seharusnya, benar-benar melenceng dari tempat yang sudah ditentukan. Untung saja hanya terpisah.” Dia masih saja merasa lega dan bersyukur.
“Untung katamu? Ini sangat buruk, hentikan bergelagat lega seperti itu!” Segera kusangkal perkataannya, apa maksudnya untung? Aku hampir mati barusan.
“Sebenarnya ini yang paling bagus, biasanya jika mantra sihir gagal, orang-orang yang melakukan perjalanan akan mati dengan keadaan tubuh tak utuh, tubuh-tubuh mereka mendarat di tempat-tempat yang terpisah. Bisa juga a ....”
“Ahhh, cukup. Aku tak mau mendengarnya lagi.” Segera saja kusela perkataannya. Itu menyeramkan meski hanya membayangkannya saja. Oke, ini memang sedikit lebih baik dari apa yang dia katakan, tapi tetap saja, keadaan tak baik ini sangat buruk.
“Nah, makanya aku lega dan mengatakan kalau kita masih beruntung.”
“Tidak sama sekali, aku hampir mati beberapa menit yang lalu.” Aku menyangkalnya dengan tegas.
“Ya sudahlah, tak ada gunanya juga mendebatkan ini. Aku lihat Nona masih pucat dan pastinya lemas, bagaimana jika kita mencari tempat untuk beristirahat. Setidaknya kita harus memulihkan diri terlebih dulu, kita tak akan tahu apa yang akan terjadi berikutnya.”
Segera kuanggukkan kepala menyetujui usulannya. “Kau benar, aku juga merasa jika sekarang sangat memerlukan istirahat.”