Sejenak aku yang sedang melangkah kecil merasa senang dengan apa yang terjadi, lalu tak lama kesenangan ini luntur dan teringat akan semuanya. Habislah aku, besok mereka akan melakukan hal kejam padaku karena apa yang kulakukan sebelumnya. Berurusan dengan mereka tak akan pernah berakhir dengan baik. Aku ingat dulu aku pernah terkunci di toilet, badan penuh kotoran bau, loker berisi sampah, ada bangkai yang terbungkus kotak hadiah, dan tak jarang aku mendapat pukulan dan tamparan dari mereka.
Liza tahu semua itu dan ia akan segera datang ke depanku, jika dia melihat perbuatan mereka padaku. Akhirnya apa? Dia juga kena, sayang sekali keluarga Liza adalah keluarga berpengaruh di daerah kami, sehingga mereka tak akan melakukan tindakan yang keterlaluan padanya.
***
Perjalanan hanya dengan jalan kaki ternyata memerlukan waktu yang jauh lebih lama, lebih melelahkan dari pada saat mengendarai sepeda. Aku tiba di sebuah halte sekitar seperempat jam kemudian setelah aku meninggalkan kampus.
Padahal aku ingin lebih menghemat pengeluaranku, tapi sekarang karena satu-satunya kendaraanku sudah hancur, maka tak ada pilihan lain.
Aku sudah tak memiliki pekerjaan lagi sejak pemecatanku beberapa minggu yang lalu. Awalnya aku memang memiliki pekerjaan yang nyaman dan cukup menghidupiku, tapi semua itu sudah tak ada.
Saat itu aku bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran, tempat makan yang cukup besar dan selalu ramai saat sore dan malam. Karena aku bekerja dengan baik selama itu, aku selalu mendapat bayaran ekstra. Bekerja di tempat ramai tentu memerlukan tenaga yang prima dan lebih, maka dari itu wajar apabila aku mendapat gaji tambahan.
Sebenarnya semua berjalan dengan lancar karena aku belum pernah membuat masalah, belum pernah melakukan hal yang membuat tempat kerjaku rugi, sebelum kejadian itu terjadi tentunya.
Suatu hari, entah sengaja atau itu benar-benar kebetulan, Aldrea dan gengnya datang ke restoran tempatku bekerja, dan sialnya saat itu aku dapat jatah giliran melayani pelanggan. Melihat aku bekerja di sana dan melayani mereka, tentu tak satu pun dari mereka ingin membuang kesempatan bagus untuk melakukan penindasan dan mengerjaiku. Aku dikerjai habis-habisan oleh mereka dan dipermalukan di depan pengunjung lain, kejadian itu benar-benar tak dapat kulupakan hingga sekarang.
Dua hari pertama selama kedatangan mereka, aku masih selamat dan berusaha semaksimal mungkin profesional melakukan pekerjaankuーdengan amat baik. Meski mereka benar-benar menyusahkanku dan mempersulit juga menabah berat pekerjaanku, aku masih bertahan.
Namun setelah kedatangan mereka yang ketiga kalinya, aku benar-benar habis dan itu tak dapat manajer toleransi lagi. Bukan hanya membuat beberapa pelanggan lain pergi dari sana tanpa membayar, aku juga dibuat menghancurkan beberapa perabotan kaca di sana. Dan sebagai hadiahーyang cantik dan istimewaーdari mereka, celana kerjaku berlubang dengan ukuran lubang yang besar, sehingga hampir seluruh celana dalam dan pantatku terekspos di depan banyak orang yang sedang makan.
Setelah itulah aku diusir secara tidak hormat dan tak mendapatkan gaji terakhir yang sudah kutunggu-tunggu sejak lama, padahal waktu itu hanya tinggal menunggu selama beberapa hari sebelum hari gajian tiba, seingatku tinggal empat hari lagi. Sebulan kerja kerasku benar-benar hangus tanpa ada sepeser pun kompensasi.
Yah, berurusan dengan mereka selalu membuat hidupku dalam kesulitan, juga benar-benar tak akan pernah memiliki akhir yang bagus, yang itu sebagai contohnya, aku tak mendapat gaji dan lainnya.
Aku tak tahu apa yang akan mereka lakukan padaku berikutnya, apalagi setelah semua yang telah aku lakukan tadi pada Meghan. Seingatku, aku tak pernah melakukan perlawanan berarti saat mereka menindasku, hanya hari ini saja aku melakukan pembalasan. Ini kali pertamanya aku membalas dan mempermalukan mereka di depan banyak orang, tepatnya cuma Meghan sih, tapi aku mendengar kalimat cacian dilontarkan para cewek itu dan banyak tawa dari murid-murid yang ada di halaman kampus terakhir kali, entah apa yang terjadi di sana.
Dan aku baru sadar jika itu seharusnya tak pernah kulakukan, hal biasa saja seperti itu pasti pembalasannya akan berlipat ganda.
"Aaah betapa bodohnya aku karena melakukan itu."
"Habislah sudah masa sekolahku yang baik, aku harap aku bisa pindah hari ini juga ke tempat lain dan memulai lagi semuanya dari awal, aku enggak bisa menghadapi mereka yang murka." Aku mengeluh pelan, aku benar-benar ingin melarikan diri dan tak pernah melihat mereka lagi untuk sisa hidupku. Tapi jelas semua itu tak mungkin.
Aku menghela napas berat, ini benar-benar kali pertamanya terjadi dalam hidupku. Untuk berikutnya, mereka pasti akan melakukan hal-hal yang jauh lebih buruk dari sebelumnya, dan itu pastinya sakit dan mengerikan. Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuatku takut sampai merinding, padahal aku belum tahu persisnya apa yang akan mereka perbuat kepadaku.
Jalanan ini terasa sangat sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang sesekali lewat dan itu dalam selang waktu sekitar satu menit atau lebih. Wajar saja karena ini adalah jalan pinggiran kota, jarang sekali ada kendaraan yang melintas. Berbeda dengan pusat kota, meski tak padat, kendaraan pasti selalu melintas.
Jika jadwalnya masih sama seperti beberapa waktu lalu, maka bus akan datang sekitar lima belas menit lagi, itu masih lama dan akan membosankan.
"Aku harap geng cewek itu tak melintasi jalan ini." Aku bergumam pelan seolah itu adalah permohonan. Semoga saja ini bukan hari sialku.
Selama menunggu bus datang, aku berjalan mondar-mandir ke sana-sini tak jelas, karena perasaanku benar-benar tak nyaman dan tak tenang seolah hal buruk akan benar-benar menimpaku hari ini.
Aku takut beberapa hal mungkin saja akan terjadi dan bisa saja geng cewek itu benar-benar akan lewat sini, tentu saja ketika saat melihatku mereka pastinya akan langsung melakukan pembalasan yang mengerikan, lebih ngeri dari kematian.
Dalam kegugupan dan kegelisahanku, tiba-tiba saja ada sesuatu yang melesat menuju tepat ke arah kepalaku, aku merasakannya, sesuatu itu muncul dari kedalaman pepohonan di seberang jalan tepat di arah depanku.
Sebelum mengenai kepalaku, aku berkelit dengan gerakan yang cepat menghindari sesuatu itu. Aku tak bergerak banyak, hanya menggeserkan kepalaku ke samping kiri dengan gerakan anggun. Sesuatu seperti anak panah itu melewatiku meluncur tepat di samping wajahku, melesat cepat menembus halte dan menabrak sebuah pohon sampai bagian pohon tempat anak panah itu hancur berantakan, aku dapat melihat semuanya seolah itu gerakan lambat di dalam film-film.
Aku melihat beberapa helai rambutku jatuh ke tanah, sepertinya aku tak menghindar dengan sempurna. Bersamaan dengan jatuhnya helaian rambut, pohon yang ditabrak anak panah langsung tumbang, kehancurannya hampir merusak seluruh diameter pohon besar tersebut.
"Ba... bagaimana bisa? Apa yang terjadi?" Aku benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, itu berlalu begitu cepat dan otak normalku belum menangkap seluruh kejadian itu. Aku yang langsung menoleh ke arah belakangku saat benda itu lewat, kini melihat semua yang disebabkan oleh benda kecil itu.
Bukan hanya karena ada sebuah anak panah yang beberapa detik lalu hampir memecahkan kepalaku, tapi aku juga terkejut karena sebelumnya, tubuhku bergerak sendirinya tanpa kukehendaki seolah itu adalah refleks alami yang tubuhku miliki.
"Dan apa-apaan itu? Anak panah gila macam apa itu sehingga pohon besar saja sampai hancur?" Aku memandang tak percaya dengan itu semua. Bagaimana bisa benda sekecil itu mampu melakukan kerusakan semacam ini? Aku pasti sedang bermimpi.
Aku menolehkan dan memutar badan lagi ke arah di mana anak panah itu berasal, mencoba mencari sumber datangnya benda itu.
Belum sadar dari keterkejutan itu, kejutan lain muncul. Beberapa antek anak panah sebelumnya berlesatan menuju ke arahku. Aku tahu jika aku ini berkacamata, tapi kenapa aku bisa melihat dengan radius lebih jauh dari sebelumnya? Aku dapat melihat banyak anak panah dari kejauhan menuju ke arahku.
Lagi-lagi tanpa kehendakku, tubuhku menghindar dengan gerakan cepat mengelak dari semua anak panah itu, aku sadar jika ini rasanya bukan refleks alami, tubuhku ada yang mengambil alih dan mengendalikannya.
Semua anak panah melewatiku tanpa ada satu pun yang menusuk badanku, dalam sekejap mata saja halte dan beberapa pohon di belakangnya runtuh seketika dan suaranya jelas sangat keras. Aku tak perlu menoleh lagi, sudah jelas dari suaranya jika semua itu hancur berantakan.
Aku seolah baru saja melihat adegan dalam film-film fantasi dan akulah yang menjadi karakter utamanya, itu gila bukan?
"i***t, kenapa kau malah bengong dan terpesona saat ada serangan yang akan menghancurkan tubuhmu?!" Dan kini aku mendengar ada suara yang memarahiku. Bahasa tak terlalu baik, tapi kata kasarnya benar-benar fasih dan jelas, dapat kupahami.
"Kayaknya aku sudah gila, semua ini pasti enggak nyata. Ini konyol."
"Kau tidak gila, tapi beloon." Suara itu lagi, tajam sekali mulutnya, aku mondar-mandir mencari sosok siapa pun yang memarahiku.
"Siapa itu?" Aku makin bingung karena aku tak tahu sedang bertanya pada siapa, pasalnya aku benar-benar sendiri. Aku tak tahu apa dan siapa yang ada di sekitarku, seolah mereka ada tapi tak mampu kulihat.
"Tutup mulutmu dan konsentrasilah! Harusnya kau dapat melihat mereka dengan baik." Setelah mendengar kalimat kasar itu, barulah aku sadar jika itu adalah suara wanita yang bersumber dari kepalaku sendiri. Itu adalah suara yang sangat mendominasi, tapi aku juga baru sadar jika suara itu benar-benar sama persis seperti suara yang kumiliki, hanya saja dalam versi lidah tajam karena suaranya amat tegas dan kasar.
Entah kenapa setelah siapa pun yang mengatakan itu, aku langsung menurut dan tak bertanya lebih. Aku menghela napas dan mulai memejamkan mata. Meski aku tak tahu sebenarnya apa yang harus aku lihat, tapi aku benar-benar melakukan perintahnya.
"Lebih fokus lagi, i***t. Kau bisa mati jika seperti itu!" Kali ini dia membentak dan itu membuatku gemetar ketakutan, tapi aku tak membantah dan menurut, entah kenapa aku bisa menurut seperti ini.