Aku kaget dan terlonjak dengan sentuhan itu. Ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin, tapi tiba-tiba saja...
"Hei, kamu kenapa memejamkan mata seperti itu? Dramatis sekali." Aku mendengar suara familier yang sangat kukenal. Ya, itu suara milik Liza. Aku tersentak ketika tangannya menyentuh tanganku yang saat ini masih menengadah pada air mancur yang kecil. Ternyata dia, bukan fey yang menangkapku. Aku segera menghela napas lega karena itu. Kutolehkan pandanganku ke arah Liza.
"Hai, Liz." Aku tersenyum menyapanya, benar-benar mengabaikan apa yang dia katakan.
Ia tampak cantik hari ini, sepertinya dia menghabiskan banyak waktu untuk merias diri. Eem ... mengingat akan hal itu, aku bahkan tak melakukan hal tersebut. Sama sekali tak ingat untuk mempercantik diri, oh astaga apa aku memiliki penampilan yang berantakan sejak tadi? Tapi jika Liza tak berkomentar apa-apa, berarti aku tak terlalu buruk.
"Sudah lama menunggu?" Ia mengajukan pertanyaan langsung. Seperti biasa, dia tak membalas sapaanku.
"Baru beberapa menit," jawabku. Kini kusadari jika cuaca rasanya agak panas, padahal sebelumnya sama sekali tak kurasakan. Liza tersenyum nakal sambil memperhatikan wajahku.
"Kamu sedang apa tutup mata seperti itu? Apa kamu nunggu dicium lelaki tampan tapi lelaki itu menipu kamu dan pergi begitu saja?" tanyanya dengan menggodaku. Astaga, memangnya ekspresi wajahku seperti itu ketika memejamkan mata sebelumnya, seolah meminta untuk dicium? Yang benar saja. Sepertinya tebakan Liza terlalu jauh dan berlebihan.
"Apaan sih. Enggak lah, mana mungkin aku seperti itu." Aku segera menyangkal ucapannya. Jujur saja, ajinasinya terlalu liar dan menakutkan.
"Bisa saja karena terlalu lama melajang, kamu coba-coba cari jodoh di sini." Dan alasan macam apa itu? Gila, jomblo juga aku tak akan semiris itu. Benar-benar parah dan menggelikan.
"Bodoh ah, jadi kita mau ke mana?" Segera saja kualihkan topik percakapan, menyudahi imajinasi liar Liza tentang apa yang kulakukan. Seolah diingatkan oleh pertanyaanku, ia tersenyum.
"Ikuti aku." Liza menarik tanganku dan segera membawaku pergi. Aku memandang sesaat ke arah air mancur yang besar dan ke arah kolam air.
Sama sekali tak ada apa-apa, aku tak mungkin salah merasakan sesuatu. Jelas ada makhluk yang memiliki energi yang sama kuatnya seperti para fey pemanah dan fey tanah itu. Apa mungkin ini adalah fey air yang memiliki kemampuan menyatu dengan air? Atau keberadaan mereka benar-benar tak dapat dilihat oleh penglihatan mata fana? Apa pun itu, harusnya aku tak perlu ambil pusing.
"Kamu lihat apa, sih?" Liza mengajukan pertanyaan tersebut. Aku menggeleng dan tersenyum singkat.
"Tak ada." Aku menjawab singkat. Sepertinya Liza tak terlalu penasaran, dia tak menanyakan lebih dan tak ambil pusing.
Kami berjalan-jalan di taman sambil sesekali mengambil foto bersama, tentu Liza segera meng-upload setiap hasil gambar ke akun sosial medianya. Sementara aku? Aku tak memilikinya, aku malas dan bukan tipe gadis yang suka memosting foto-foto pribadi. Jalan-jalan seperti ini berguna untuk me-refresh pikiran dari segala sesuatu yang membuat sakit kepala. Aku hanya ingin menghabiskan waktu dan menghibur diri dari segala hal yang rumit dan menyusahkan, tak ada niatan bagiku untuk mengabadikan momen dengan mengambil banyak foto. Jujur saja, menurutku itu tak menyenangkan dan bukan sesuatu yang bermanfaat.
Kami kemudian berjalan-jalan di trotoar dan sesekali mengunjungi toko pinggir jalan untuk melihat-lihat barang yang dijual. Apa yang kami lakukan sama dilakukan oleh orang-orang yang ada di sini, jadi perilaku kami bisa dianggap hal wajar dan normal. Tak perlu sungkan dan malu untuk melakukan semua itu.
Aku masuk ke dalam toko bunga bersama beberapa orang. Meski namanya toko bunga, ini lebih mirip taman bunga dalam ruangan, karena banyaknya jenis tanaman bunga yang tumbuh subur. Si pemilik toko benar-benar hebat dalam mendesain ruangan luas ini sehingga pemandangannya tampak sangat indah, mungkin ini adalah daya tarik pengunjung dan nilai jual yang dibuat oleh si pemilik.
Oh iya, omong-omong hampir semua bangunan ini terbuat dari kaca, hal itu membuat sinar matahari mudah masuk ke dalam yang mana itu membantu kehidupan bunga-bunga yang dijual di sini. Kami melakukan hal-hal yang dilakukan pengunjung lain, hanya melihat-lihat, tanpa berniat membeli, di sini juga banyak yang berfoto. Keadaan yang tampak bagai taman yang indah, jelas tak akan dilewatkan oleh banyak orang.
Terlalu banyak yang membeli bunga, membuat si pemilik toko tak keberatan dan tak ambil pusing dengan orang-orangーseperti aku dan Lizaーyang hanya mampir melihat-lihat dan melakukan pemotretan. Kami juga tak malu dan ragu melakukan hal itu, karena tak ada larangan untuk melakukannya. Di sini hanya ada satu larangan, jangan memetik bunga tanpa izin, hanya boleh membawa bunga pulang jika kau sudah membayar, tak ada larangan berfoto dengan bunga dan melihat-lihat.
Setelah puas mengambil gambar di satu wilayah, aku dan Liza melanjutkan melihat-lihat di sisi lainnya. Kami berhenti di kebun mawar, aku menyebutnya kebun karena di sini banyak sekali jenis warna mawar yang ditanam, tentu saja untuk dijual. Aku belum pernah melihat mawar sebanyak ini, sangat beraneka macam warna, bahkan ada mawar yang langka.
Di sini kulihat ada Mawar putih, hitam, hijau, kuning dan bahkan ada Mawar berukuran besar. Hebat sekali yang menanam mawar-mawar ini. Bagaimana jika di sini juga ada fey yang mampu mengendalikan mawar dan membunuhku dengan banyak duri ya? Em tunggu dulu, kenapa aku malah memikirkan hal semengerikan itu? Benar-benar sangat ekstrem. Lagi pula, untuk apa aku memikirkan itu? Ada-ada saja.
“Membayangkan ada lelaki tampan dan keren yang memberimu sebuket mawar, huh?” tanya Liza dengan nada ejekan yang seketika membuyarkan lamunanku.
“Kau tahu, meski aku melajang, aku tak semiris itu hingga membayangkan hal-hal yang tak perlu.” Dia selalu membayangkan hal-hal yang sama sekali tak kuduga dan tak kubayangkan. Yang menyebalkannya, itu selalu menyangkut mengenai lelaki dan mengenai tentang diriku yang lajang. Jujur saja, aku tak akan memikirkan hal yang seperti itu.
“Hahaha, aku tahu kok. Jadi jika kamu tiba-tiba diberi bunga oleh lelaki tampan, apa yang mau kamu lakukan?” tanyanya. Oh ya, pertanyaan macam apa itu? Untuk apa dia menanyakan pertanyaan seperti itu? Di tempat ini.
“Aku akan menolak.” Aku menjawab dengan cepat dan singkat.
“Kenapa?”
“Maaf, say. Aku bukan wanita gampangan.” Aku membalas dengan angkuh dan sombong dengan tangan yang terlipat di d**a, tak lupa juga aku mengangkat dagu yang menandakan betapa angkuhnya aku.
“Lah, bukan itu maksudku.” Ia sepertinya hendak mengoreksi maksud dari ucapannya, tapi aku langsung pergi dan tak memedulikannya.