BAGIAN 4

1039 Kata
Mobil megah berwarna hitam mengkilap berhenti tetap di depan sebuah bangunan sederhana. Sang pengemudi dan penumpang masih berada di sana menatap satu titik tanpa adanya pergerakan berarti. Sepanjang perjalanan pulang sampai detik ini, Elena maupun Elang tidak ada saling mengucap sepatah kata. Keheningan mengambil alih semua kemelut di d**a mencurahkan pengap tak berkesudahan. Elena diam-diam menekan kuku ibu jari ke jari telunjuk kuat. Ia mencoba melepaskan kesalahan demi kesalahan yang beberapa bulan ke belakang dilakukan. Ia berpikir jika tidak seharusnya melakukan tindakan di luar batas. Ia terlalu larut pada pesona Arkana, notabene calon adik iparnya sendiri. Begitu kuat perasaan yang datang menerjang membuat ia tidak menolak benih-benih cinta. Perasaan itu bermekaran di ladang sanubari hati, berkeliaran membentuk suatu keharusan untuk menggenggam sang terkasih. Tiga bulan menjalin hubungan dengan Arkana menyuguhkan ketidakberdayaan. Elena telah salah bermain dengan rajutan kasih yang seharusnya tidak dilakukan. "Sayang." Panggilan dari Elang seketika mengejutkan. Elena tersentak sembari mengulas senyum penuh kepalsuan. "Em, iya Mas?" "Apa yang sedang kamu pikirkan? Sedari tadi aku perhatikan... kamu terlihat murung," ungkap Elang menghantam kubangan denyut nadi semakin meningkat tajam. "Eh! Tidak, aku tidak memikirkan apa-apa," dustanya. Elang sepenuhnya menghadap Elena, kedua tangan tegap itu menggenggam jari jemari sang terkasih lembut. Kehangatan serta kelembutan yang diberikan menghadirkan satu titik tak nyaman di sisi hatinya. "Kamu... tidak bisa berbohong padaku, Sayang. Aku tahu, kamu pasti sedang memikirkan sesuatu, kan? Kalau tidak keberatan kamu bisa membicarakannya denganku, tetapi... kalau hatimu menolak, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena yang tahu segalanya hanya dirimu sendiri," tutur Elang tulus nan menenangkan. Detik itu juga Elena ingin sekali mengucapkan beribu maaf, sebab sudah mengkhianatinya teramat dalam. Bahkan jauh sebelum mereka berhubungan, ia tidak memiliki perasaan spesial itu lebih jauh. Perasaan bersalah berkali-kali merundung membuatnya tak karuan. Namun, apa mau dikata, nasi sudah berubah menjadi bubur. Mengatakan semuanya sekarang, dirasa percuma. Karena terlalu dalam luka yang Elena torehkan pada pria tulus mencintainya. "Aku... hanya memikirkan tentang pernikahan kita. Bagaimana... bagaimana kalau nanti ada kendala dan kita-" Elena menjeda ucapannya lalu mengangkat pandangan yang sedari tadi hanya berpusat pada penyatuan tangan mereka. "Tidak bisa bersama," lanjutnya lagi. Elang sedikit terperangah, tidak menyangka mendapatkan perkataan seperti itu dari Elena. Tanpa ia sadari sorot mata kekasih hatinya menyiratkan kebenaran. Jika mereka tidak bisa bersama, bahkan sejak dulu sampai sekarang hubungan keduanya yang telah berjalan dua tahun lamanya bagaikan mimpi di siang bolong. Selama itu pula Elena hanya berperan sebagai kekasih terbaik bagi Elang, tanpa ada perasaan lebih apa pun. Cinta pada dasarnya tidak bisa dipaksakan, seberapa lama merajut kasih jika memang tidak ada rasa di hati tidak bisa bersama. Namun, ketika hati berkata ia adalah pilihan tepat maka benih-benih cinta akan tumbuh, itu yang disebut cinta pada pandangan pertama Elena rasakan terhadap Arkana. Bisa dibilang ia sudah dekat dengan Elang selama dua belas tahun dan baru menjalin hubungan dua tahun belakang. Elena tidak menyangka jika pria yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri, lebih dari sekedar sahabat menyatakan cinta. Seketika Elena sadar jika hubungan pertemanan di antara pria dan wanita tidak mungkin berjalan lancar. Karena akan ada salah satu dari mereka yang jatuh cinta, hal tersebut datang pada Elang. Ia juga tidak menduga kalau perasaan itu tumbuh di hatinya. Kala menatap Elena ada getaran asing yang tidak bisa ditolak begitu saja. Hari demi hari yang telah banyak mereka lewati bersama menumbuhkan rasa suka di d**a. Elang tidak bisa menahannya terlalu lama hingga ungkapan cinta pun terjadi. Pada saat itu diusia keduanya menginjak dua puluh enam tahun Elang menyatakan perasaan. Siapa sangka Elena menerimanya begitu saja tanpa ada pertanyaan, apa ia juga mencintainya? Bisa dibilang Elang hanya melihat pada satu sisi tanpa mengindahkan sisi yang lain. "Sayang, kamu jangan khawatir. Kita serahkan semuanya pada Allah... karena dia tahu apa yang terbaik." Selepas mengatakan itu ia menarik Elena ke dalam pelukan lalu memberikan elusan di puncak kepalanya berkali-kali. Perasaan aneh nan asing menghantam kuat bak batu meteor datang menghancurkan bumi. Lagi, kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak ia perbuat berkeliaran membentuk bola kusut dalam ingatan. Dawai tak kasat mata membelit kuat dengan duri tajam memberikan luka teramat kuat. *** Elena masuk ke dalam kediamannya, di tempat itu ia tinggal sendirian. Unit apartemen sederhana yang menampungnya sejak ia berusia delapan belas tahun menghadirkan kenangan menyedihkan. Di mana apartemen itu menjadi saksi kunci bagaimana sedihnya ia kehilangan kedua orang tua. Ayah dan ibu meninggal di waktu bersamaan. Dua belas tahun lalu orang tuanya mengalami sakit parah yang mengharuskan mereka menjual rumah. Namun, kesehatan mereka tidak jua kunjung sembuh malah semakin bertambah parah. Karena penyakit yang terus menerus menggerogoti kesehatannya orang tua Elena pun menghembuskan napas terakhir. Sang ayah yang lebih dulu meninggalkannya dan selang satu minggu kemudian ibunya pun pergi. Elena hancur, sehancur-hancur nya mendapatkan dua kejadian menyakitkan dengan jarak berdekatan. Sejak kehilangan ayah dan ibu, sosok Elena berubah. Ia melakukan tindakan seenaknya, tanpa memikirkan ada aturan yang harus dijalani. Ia menjalani hidup dengan bebas dan mencari kasih sayang di luaran. Beruntung pada saat itu Elang selalu ada membantu. Namun, meskipun demikian ia tidak bisa melihatnya sebagai lawan jenis yang diberikan tanda cinta. Elena hanya sayang dengan tulus sebagai hubungan saudara saja. "Ayah, mamah... Elena benar-benar minta maaf. Elana sudah menjadi anak tidak tahu diri, tidak tahu untung, dan lagi-lagi melakukan kesalahan." "Apa yang harus Elena lakukan sekarang, mah, yah? Elena... menyakiti perasaan pria yang begitu tulus mencintaiku," tutur Elena tepat di depan potret orang tuanya yang dipajang di ruang depan. Setetes air mata jatuh membasahi lantai, perasaannya semakin berkecamuk tak karuan. Di satu sisi ia senang bisa mendapatkan sosok pria yang begitu dicintainya, tetapi di sisi lain ia mengabaikan bahkan mengkhianati pria yang tulus mencintainya. Elena tengah bermain dengan apinya sendiri. Lambat laun api itu akan menyambar dan menghanguskan apa yang saat ini tengah digenggam. Waktu akan terus berputar sebagaimana mestinya, dan masa akan memberikan ganti. Entah kapan dan bagaimana, suatu saat ia akan menuai hasil dari apa yang telah diperbuat. Elena sadar dan menyadari jika hubungan sebelum adanya pernikahan salah serta dosa besar. Bahkan ia melakukan hubungan suami istri dengan Arkana tanpa mengindahkan kepercayaan yang melekat dalam diri. Kepercayaan itu hanya sebatas status tanpa ia aplikasikan pada kehidupannya sendiri. Identitas sebagai muslimah pun tidak ia acuhkan, Elena menjalani hari seenaknya tidak memikirkan apa pun dan kini perasaan tidak enak nan asing itu datang menyapa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN