BAGIAN 5

1065 Kata
Guntur saling sahut menyahut dengan kilatnya menyambar memberikan cahaya menakutkan. Hujan datang menerjang memberikan kejutan cuaca yang semula terang benderang. Perubahan iklim yang begitu signifikan memberikan ke-ngerian. Angin berhembus kencang menerbangkan apa saja yang bisa digapai. Lukisan senja menghilang di balik awan kelabu menghilangkan keindahan yang setiap sore datang menyuguhkan kedamaian. Kali ini jingga tidak menampakkan diri bersembunyi apik di cakrawala mendebarkan. Alam seolah tengah menangis menyalurkan kepedihan. Di salah satu hotel mewah ibu kota, Elena dan Arkana kembali bertatap muka. Sudah hampir satu bulan berlalu sejak kejadian makan malam bersama di kediaman utama keluarga Kara berlangsung. Selama itu pula baik Elena maupun Arkana tidak sering berkomunikasi, seperti biasa. Ada hal janggal yang dirasakan keduanya dan hal itu berpengaruh pada hubungan mereka. Perubahan tersebut dapat dilihat lebih besar pada Elena, akhir-akhir ini ia merasakan penolakan serta gejolak dalam d**a untuk tidak melanjutkan hubungan terlarang tersebut. Ia ingin mengakhirinya dan mengikuti alur atas apa yang telah terjadi saja. Namun, ia juga sadar jika perasaan tidak bisa dipaksakan, hal itu akan terus tumbuh dan rasa ingin memiliki semakin kuat nan tajam. Jam menunjukkan pukul setengah lima sore, hujan turun sejak pukul satu siang tadi dan tidak ada tanda-tanda akan adanya perubahan cuaca kembali di ibu kota. Bahkan beberapa titik sudah terkena banjir akibat air sungai meluap ke permukaan. Karena tidak banyaknya irigasi di berbagai daerah terkena dampak akan cuaca ekstrem melanda menimbulkan akibat besar. Sejak setengah jam yang lalu, Elena dan Arkana terus saja diam tanpa mengatakan sepatah kata. Keduanya datang ke sana sendiri-sendiri menghindari kecurigaan. "Aku pikir... hubungan kita-" "Hubungan kita apa? Apa kamu mau bilang untuk mengakhirinya lagi?" sambar Arkana, Elena terperanjat menyaksikan sorot mata nyalang akan imbasnya keinginan terdalam. "Bukankah itu lebih baik? Kita tidak bisa terus menerus menjalin hubungan ini. Apa kamu pikir dengan meneruskannya kita mempunyai masa depan?" "Tidak Arkana! Kita tidak mempunyai masa depan apa pun. Bagaimana jadinya kalau-" Ucapan Elena terputus kala Arkana menariknya paksa hingga menjatuhkan tubuh ramping itu ke atas tempat tidur. Arkana mengunci pergerakannya dengan mencengkram kedua pergelangan tangan sang kekasih. Mata kelamnya bak elang tengah memangsa buruan. Napasnya memburu hebat, d**a naik turun, seolah tengah menahan kekesalan teramat kuat. "Aku tahu! Aku tahu hal itu tanpa kamu katakan pun... aku tahu dan menyadarinya. Sangat Elena! SANGAT!" teriak Arkana tidak bisa mengontrol emosi. Elena terkesiap, tidak menduga Arkana bisa se-emosional sekarang. Ia juga sadar jika tidak mudah melepaskan apa yang telah digenggam. "Tetapi, aku tidak bisa jika harus berpisah denganmu." Arkana berubah lembut lagi, sebelah tangannya terulur menyentuh rahang sang pujaan. Setetes cairan bening menetes mengenai pipi Elena. Ia lagi dan lagi terkejut menyaksikan sendiri betapa terpukulnya pria tercinta. "Aku juga tidak bisa, tetapi... kita tidak boleh melakukan ini lebih jauh. Tidak hanya mas Elang, orang tuamu saja yang akan terluka... tapi, kita juga." "Aku mencintaimu sangat mencintaimu, tetapi... aku sadar kalau kita tidak bisa bersama. Cinta, tidak cukup untuk membuat kita menyatu. Terlebih... kita sudah banyak melakukan salah dan dosa, apa masih ada restu untuk kita?" tutur Elena malah semakin membuat Arkana menangis. Kata demi kata yang dilontarkan kekasih hatinya menusuk sukma. Ia tidak pernah berpikir Elena akan mengatakan hal itu yang selama ini jauh dari pembahasan. "Aku juga sangat mencintaimu. Kamu... wanita pertama yang berhasil membuatku jatuh cinta, dengan begitu tulus," ungkap Arkana mengusap rahang Elena penuh kasih sayang. Perlahan, tapi pasti keinginan terdalam bangkit menghipnotis keduanya untuk menyalurkan napsu. Tanpa peringatan Arkana langsung menyambar benda kenyal di bawahnya. Ia terus memberikan permainan memabukkan membuat Elena tidak bisa mengimbangi. Ia sadar jika saat ini Arkana berbeda dari biasanya. Tidak ada kelembutan sama sekali, pria itu bermain kasar jauh dari bayang. Elena terkejut saat merasakan hal tidak biasa dilakukan kekasih hatinya. Ia menyadari ada hal yang salah telah diperbuat Arkana. Entah disebabkan emosi ataupun memang sudah lama tidak bertemu, pria itu bahkan tidak memikirkan pelindung atau pengaman apa pun. Elena yang semula tidak menyadari kini membelalakkan mata tidak percaya. Ia takut sungguh dirinya ketakutan jika sesuatu bisa saja terjadi. Ia berusaha mengingatkan Arkana, tetapi pria itu terus mencumbunya tanpa henti. Tanpa sadar air mata mengalir, ada setitik kecewa di hatinya membuat Elena hanya mencurahkan lewat tangisan. *** Selepas melakukan kegiatan di luar pernikahan lagi, Elena duduk terdiam di tepi tempat tidur. Wajahnya pucat pasi dengan hidung memerah. Ia menoleh ke sisi kanan di mana Arkana tengah tertidur lelap. Hawa dingin dari bekas hujan yang telah reda beberapa saat lalu menyapa kuat. Mereka kembali b******u selama berjam-jam membuat Elena semakin jatuh dan terperosok pada sebuah kesalahan besar. Ia menghela napas berat lalu menyeret tubuh lemahnya ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian ia berdiri tepat di depan wastafel yang terdapat kaca di atasnya. Ia bisa melihat dengan jelas jejak-jejak cinta yang diberikan Arkana padanya. Mulai dari tengkuk, leher bagian depan, d**a, sampai ke kaki dipenuhi oleh gigitan pria terkasih. Lagi dan lagi Elena menghela napas panjang nan berat. Ini keempat kalinya mereka melakukan hubungan di luar nikah, tetapi yang sekarang menjadi pertama baginya tanpa pengaman. Elena bisa merasakan sesuatu mengalir dari s**********n, kepala bersurai hitam nan lepek itu menggeleng beberapa kali-kali. "Tidak! Tidak! Tidak! Jangan bilang dia melakukannya," cicit Elena terpekik. Ia sungguh ketakutan sekarang, pikiran akan masa depan menamparnya kuat. Elena sudah bermain terlalu jauh pada kesalahan. "Ini tidak boleh terjadi," katanya lagi. Setelah itu ia membersihkan diri dari sisa-sisa cumbuan yang menempel di tubuh bagian laur maupun dalam. Di bawah shower Elena kembali menangis, kristal bening meluncur tak tertahankan memberikan kehangatan di balik air dingin. Ia memeluk diri sendiri kala bayangan demi bayangan pengkhianatan serta kebohongan yang tengah dirinya lakukan terus berkeliaran. Satu wajah tertangkap ingatan, Elang, pria yang semua orang tahu menjadi kekasihnya hadir ke tengah-tengah kemelut. Pria yang kini menjadi calon suaminya sangat tulus mencintai dan menyayanginya. Namun, apa yang bisa dirinya berikan? Hanyalah luka tak berkesudahan. Elena sadar diri jika ia tidak pantas bersanding dengan pria baik seperti Elang. "Aku minta maaf, mas Elang," racau nya di bawah guyuran air shower. Ia sungguh menyesal dan perasaan itu berubah menjadi ketakutan serta luka tak berkesudahan. Lagi, ia melakukan tindakan tidak terpuji. Kesadaran mengambil alih jika apa yang dilakukannya saat ini jauh dari aturan kepercayaannya. Ia sudah mengkhianati sang kekasih, bahkan orang tuanya juga, rasa bersalah semakin menghantam kuat. Ayah dan ibu berharap Elena bisa menjaga diri sendiri sebelum pernikahannya tiba, tetapi yang ia lakukan sekarang sudah sangat jauh. Ia terus mengeluarkan air mata, menangisi dirinya yang terlalu terlena akan sebuah perasaan bernama cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN