Di suatu tempat, rombongan anak-anak yang melakukan kegiatan camping sudah sampai di tempat tujuan mereka dan semuanya langsung sibuk mendirikan tenda untuk kelompok mereka.
Bara yang saat itu tengah mengawasi dan mengecek setiap anggota di kagetkan oleh tarikan dari seseorang.
“Desi, ada apa?” tanya Bara saat melihat Desi merengek dan menarik lengannya.
“Bantuin aku pasang tendanya,” rengek Desi dengan manja.
“Kamu coba minta bantuan ke panitia lainnya, Kakak lagi ngawasin semuanya,” seru Bara.
”Gak mau! Aku mau nya sama kak Bara. Kan Kak Adel udah nitipin aku ke Kakak.” Desi masih terus merengek memaksa Bara.
Hingga beberapa orang melihat ke arah mereka berdua. Begitu juga dengan Dendi dan Rinrin yang saling beradu pandang.
Dendi berinisiatif menghampiri mereka berdua.
“Ada apa? Desi, kamu kenapa?” tanya Dendi mengakhiri interaksi mereka.
“Nah ada lu, Den. Lu bantu Desi pasang tenda kelompoknya yah. Gue mau ada rapat dulu dengan anggota lainnya untuk kegiatan selanjutnya,” seru Bara.
“Tapi Kak...”
“Kamu tidak usah khawatir Des, Dendi ini juga kan sahabat baik Kak Adel. Dia akan membantumu, oke.” Bara berucap diiringi senyumannya.
Desi hanya cemberut tanpa menjawab dan langsung pergi begitu saja di ikuti Dendi.
Ꙭ
Terlihat waktu sudah petang dan hampir malam, di atas kapal laut, Adel sedang memotret dengan camera digitalnya keindahan laut yang luas dan langit indah berwarna merah kekuningan sambil menikmati cuaca saat petang.
”Sejak tadi lu cuma motret pemandangan, Gue kek yang lu potret,” celetuk Raka yang menghampiri Adel.
Adel tampak terkekeh. ”Pemandangan laut lebih menggugah daripada wajah lu.”
“Ck... Sialan!” keluh Raka dan bersandar ke pagar pembatas dengan angin berhembus hingga membuat rambutnya acak-acakan.
Tak lama, Jeta dan Mila menghampiri mereka berdua.
”Gue juga pengen di foto dong Del,” seru Mila.
”Ya sudah kalian bertiga siap-siap, biar gue fotoin,” seru Adel dan mereka bertiga langsung mengambil posisi dengan gaya narsis mereka.
Mila mengambil camera dari tangan Adel dan menyuruh Raka di foto berdua saja dengan Adel. Terlihat sekali keduanya langsung mengambil posisi senarsis mungkin tanpa rasa canggung.
“Wah wah pada asyik di foto nih,” seru Fram yang baru saja menghampiri mereka.
“Ikutan Om,” seru Mila.
“Sini biar Om saja yang fotoin, kalian berempat ambil posisi dan bergaya dengan bagus,” seru Fram.
“Ah siap...!!!”
Keempatnya berpose sangat narsis.
Ꙭ
Rinrin tak sengaja melewati tenda PMI dan ia melihat Desi di dalam bersama dengan Bara. Bara terlihat mengobati tangan Desi.
“Desi kenapa?” tanya Rinrin masuk ke dalam tenda membuat keduanya menoleh ke arah Rinrin.
”Lu niat gak sih jadi panitia, Rin? Lihat nih, anggota lu ke gigit ular, mana tanggungjawab lu sebagai pengawas dan penanggungjawabnya ?” seru Bara dengan nada sengit.
Rinrin mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Bara yang menurutnya sangat kasar.
“Gue minta maaf, tadi gue lagi ngebagiin makanan untuk makan malam mereka, saat Desi ijin ke kamar mandi, gue pikir tidak akan terjadi seperti ini,” seru Rinrin.
“Gak apa-apa kok, Kak. Desi yang salah, lagian ini udah mendingan,” seru Desi merasa tak enak dengan Rinrin.
“Ck, gak apa-apa gimana. Tangan kamu masih biru,” seru Bara dengan nada sinis.
“Biasa saja Bar, toh gak ada yang ingin ada kejadian seperti ini,” seru Rinrin yang merasa tersinggung dengan kata-kata Bara.
“Gue minta lu lebih bertanggung jawab lagi atas anggota lu, jangan sampai kejadian ini terulang lagi!” seru Bara saat menyelesaikan pengobatannya.
“Ya,” jawab Rinrin.
Ꙭ
Di atas kapal pesiar itu, Adel, Raka, Mila dan Jeta tengah menikmati makan malam bersama degan Fram.
Mereka larut dalam kenikmatan makanan di depannya dan antusias berbincang banyak hal. Adel yang hendak ikut menyahuti, terdiam dan suaranya tertahan di tenggorokan saat rasa pusing menderanya. Rasa sakit yang sangat berlebihan sampai membuatnya tidak bisa meneruskan makannya.
Adel berpamitan ke yang lainnya menuju ke kamar mandi dan bergegas meninggalkan meja makan itu.
Sesampainya di kamar mandi, ia mencuci wajahnya dengan air dan menatap pantulan dirinya di depan cermin.
“Ya Allah, kenapa kepalaku sakit sekali,” gumamnya seraya memegang kepalanya yang terasa begitu sakit.
Ꙭ
Adel terbangun dari tidurnya, semalam saat mereka telah sampai ke penginepan, Adel memilih langsung tidur karena rasa sakit di kepalanya tak kunjung reda.
“Lu udah bangun?” tanya Milla.
“Jam berapa ini?” tanya Adel.
“Sudah jam setengah 6 pagi, solat dulu gih,” seru Milla yang di angguki Adel.
---
Adel dan Milla datang ke restaurant hotel untuk menikmati sarapannya.
“Pagi semua,” sapa mereka kepada Raka, Jeta dan Fram.
“Pagi.”
Mereka duduk bergabung dan mulai mengambil makanan untuk sarapan mereka.
“Semalam kamu kenapa? Kata Milla kamu langsung tidur?” tanya Fram.
“Aku baik-baik saja, Papa. Aku hanya merasa lelah dan mengantuk. Mungkin juga karena tidak biasa dengan angin laut,” ucap Adel tersenyum.
“Mungkin lu masuk angin,” ucap Raka.
“Ya, mungkin saja.”
Ꙭ
Malam semakin larut, Adel tampak belum tidur dan asyik menikmati pemandangan langit malam yang penuh dengan cahaya bulan. Saat ini dia berada di balkon hotel dekat kamar hotel dirinya dan yang lain. Terdapat dua buah kursi santai di sana yang di sediakan untuk para tamu hotel.
“Eh?” Adel tersentak kaget saat seseorang menyelimuti tubuhnya dengan sebuah jaket.
“Raka?”
Adel tersenyum kecil saat melihat Raka berada di sampingnya dan dialah yang memasangkan jaket pada tubuhnya.
“Lu bisa semakin masuk angin kalau berdiri di sini terus tanpa jaket,” seru Raka yang kini berdiri di sisi Adel dan berpegangan pada pagar pembatas.
“Thanks,” jawab Adel.
“Kenapa belum tidur? Ini sudah sangat larut,” ucap Raka.
“Lu sendiri kenapa belum tidur? Kalau gue sih emang belum ngantuk,” jawab Adel.
“Gue juga belum ngantuk,” jawab Raka dengan nada santai.
Keduanya terdiam membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Raka menoleh ke arah Adel dan menatap Adel yang begitu fokus menatap ke arah langit luas.
“Apa yang lu lamunin?” tanya Raka membuat Adel menoleh ke arahnya.
“Melamun? Gue gak lagi ngelamun, Ka. Gue cuma lagi nikmati suasana malam ini.” Adel tersenyum menanggapinya.
Ꙭ
Adel, Raka, Jeta dan Mila ikut bersama Fram menemui client nya di dekat sebuah perkebunan. Seharian kemarin, mereka tinggal di hotel dan sekarang ikut ke perkebunan bersama Fram untuk menikmati suasana di sana.
Sesampainya di sana, mereka di sambut hangat dan di bawa menuju sebuah homestay dan di jamu dengan makanan khas daerah sana.
Client dari Fram terlihat masih sangat muda. Menurut Fram, Anton adalah seorang pengusaha batu bara termuda di sana. Dan ini merupakan perkebunan milik keluarga Anton.
Saat perkenalan pertama, Anton jelas sekali memperlihatkan rasa tertariknya pada Adel. Ia bahkan terang-terangan menanyakan beberapa hal pada Adel, melenceng dari bisnis mereka. Adel menjawab dan menanggapi seadanya, berusaha menghargai Ayahnya.
Ꙭ
Di tempat perkemahan semuanya sedang berbaris dan mempersiapkan penjelajahan. Bara terlihat begitu perhatian pada Desi, hingga membuat beberapa mahasiswa lain saling berbisik-bisik menggunjingkan. Sudah beberapa kali mereka melihat kedekatan mereka berdua yang terlihat tidak seperti hubungan antara adik dan Kakak iparnya. Padahal semua rekan Bara, mengetahui bahwa Adel adalah kekasih Bara. Rinrin dan Dendi hanya bisa memperhatikan sikap Bara dan Desi. Mereka bukan memakluminya, tetapi lebih ke mengamati, sampai mana hubungan kedekatan mereka. Bagaimanapun Adel adalah sahabat dari Rinrin dan Dendi, mereka tak akan biarkan ada pengkhianatan yang bisa menyakiti sahabatnya itu.
Kegiatan penjelajahanpun di mulai, kelompok Desipun berangkat yang di ketuai oleh Rinrin. Setiap memasukin pos, semua anggota di uji mental juga fisiknya dengan kotor-kotoran dan di bentak-bentak. Desi terlihat menangis karena tidak tahan lagi di bentak walau tak salah dan di minta untuk kotor-kotoran. Ia sudah sangat kelelahan.
Rinrin mencoba menenangkan Desi tetapi dia tidak juga berhenti menangis hingga Bara dating yang saat itu sedang mengontrol setiap Pos bersama Dani, salah satu rekanya.
“Kamu kenapa Des?” tanya Bara menghampirinya.
Tanpa di sangka-sangka, Desi langsung memeluk tubuh Bara di hadapan semua orang yang ada di pos itu seraya menangis.
“Kak, Desi gak kuat lagi, Kak! Desi udah lelah banget, Desi gak mau nerusin lagi,,hikz hikz” rengek Desi.
Beberapa orang saling berbisik-bisik menggunjingkan sikap Desi yang sangat manja dan jelas sekali mencari perhatian dari Bara sang ketua senat.
Bara segera melepas pelukan Desi karena tak nyaman dengan pasang mata di sana.
“Kamu jangan nangis dong Des. Sudah yah, ini kan hanya permainan,” ucap Bara berusaha menenangkan Desi.
“Aku gak kuat lagi, Kak. Kaki aku juga sakit sekali.” Desi semakin menangis.
Bara hanya bisa menghela nafasnya. Tanpa banyak bicara lagi, Bara berjongkok di hadapan Desi dan memintanya naik ke atas punggungnya. Desi pun dengan sangat bahagia naik ke atas punggung Bara dan mereka berlalu pergi meninggalkan tempat itu tanpa kata.
“Lihat deh tinggal anak baru itu, dia caper banget sama kak Bara,” seru salah satu panitia di sana.
“Padahal Bara kekasih Kakak sepupunya, tetapi masih dia deketin,” sahut yang lain.
“Ganjen!”
Rinrin mendengar itu semua, dan perasaannya semakin tak karuan dan resah. Ia memikirkan Adel juga Raka. Bagaimana kalau mereka tau sikap Desi dan Bara di sini.
Ꙭ
Bara membawa Desi ke tenda kesehatan dan memberinya obat pereda sakit di kakiya.
”Kak Bara, makasih yah udah mau perduli dan perhatian sama Desi,” seru Desi dengan senyumannya.
”Iya sama-sama, lagipula aku juga udah janji sama Adel buat jagain kamu selama di sini,” jawab Bara dengan santai membuat Desi tertegun sendiri.
”Jadi semua ini cuma gara-gara janji ke kak Adel saja yah? aku pikir…….. Kak Bara jahat!” sentak Desi begitu saja dan berlari meninggalkan tenda kesehatan membuat Bara sangat kaget dan kebingungan.
”Des....?” panggil Bara tetapi Desi terus saja berlari memasuki tendanya.
“Ada apa dengannya?” gumam Bara.
Ꙭ
“Den, si Desi itu sudah sangat keterlaluan! Dia bener-bener gak ngehargai Adel,” seru Rinrin sangat kesal.
“Ya terus mau bagaimana lagi? Lagian si Adel mana bisa percaya hanya dengan kata-kata kita tanpa bukti. Dia pasti hanya akan menjawab kalau sikap Desi memang manja,” seru Dendi.
“Tapi gue takut lama kelamaan, malah akan jadi duri buat Adel dan juga Raka! Lagian si Bara juga acuh aja dan malah ngerespon baik sikap ganjennya si Desi!” seru Rinrin sangat kesal.
“Sabar saja dulu, kita amati saja dulu. Kalau sudah sangat keterlaluan baru kita lapor ke mereka,” seru Dendi.
“Hmmm, gue nyesel ikut kemari. Tau gini mending ikut mereka ke Sumatera!” seru Rinrin dengan wajah bad mood.
Ꙭ
“Astaga, tadi aku simpan camera dimana yah?” gumam Adel membongkar semua kopernya.
“Nyari apaan Del?” tanya Milla yang baru keluar dari kamar mandi setelah mandi. Ia yang sekamar dengan Adel, merasa penasaran karena Adel tampak membongkar semua kopernya.
“Gue cari camera, lu liat gak?” tanya Adel.
“Lho bukannya tadi di bawa si Raka yah?” seru Milla.
Adel menghentikan gerakannya dan melihat ke arah Milla.
“Iya gitu?” tanya Adel tanpa mengingat-ngingat.
“Tadi kan habis makan, lu kasihin cameranya ke Raka. Masa lu lupa sih,” seru Milla kembali mengusap rambutnya yang basah.
“Iya gitu yah,” gumam Adel masih terlihat mengingat-ngingat.
“Lu beneran lupa? Ck, gak biasanya lu pelupa gini. Coba saja lu w******p si Raka.”
Adel pun mengambil handphone nya dan menghubungi Raka menanyakan camera miliknya.
“Ternyata benar ada di Raka,” seru Adel setelah menyimpan kembali handphone nya dan membereskan pakaiannya kembali ke dalam koper.
“Tuh kan, ck dasar lu,” kekeh Milla.
“Benar-benar pikun dah,” kekeh Adel.
Ꙭ
“Lu mau ajak gue kemana?” tanya Adel saat bertemu Raka di depan hotel.
“Kita jalan-jalan saja,” seru Raka.
“Mana si Jeta mana?” tanya Milla
“Ntahlah, sejak tadi dia sudah kabur entah kemana. Mungkin cari mangsa,” jawab Raka. “Kita jalan saja yuk.”
Adel menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan.
“Katanya di deket penginapan ada sungai dengan airnya yang bersih,” seru Raka.
”Oya? Terus lu tau gak tempatnya?”
“Ya kita tanya-tanya aja,” ucap Raka.
“Ntar malah nyasar,” seru Milla.
“Kan minta di anterin, Milla. Ya kali nyasar, kita kan bukan bocah,” jawab Raka dengan nada datarnya seperti biasa.
“Tuh si monyet playboy,” tunjuk Milla ke arah Jeta yang tampak berjalan mendekati mereka dengan wajah berseri.
“Kenapa lu? Muka udah kek monyet habis kawin,” seru Raka.
“Ajrit lu Ka!” gerutu Jeta. “Kalian mau kemana?”
“Jalan-jalan lah, memangnya lu jalan sendiri aja kagak ajak-ajak,” ucap Milla.
“Gue abis ngintilin cewek cantik, dan gak sia-sia. Gue dapat nomor Whatsappnya,” kekeh Jeta dengan bangga.
“Ck, dasar playboy cap monyet,” kekeh Adel.
“Udah ah, ayo berangkat,” seru Raka yang di setujui yang lainnya.
Ꙭ
Selama perjalanan Adel tampak mengambil potret sahabat-sahabatnya. Mereka tampak bercanda, tertawa. Raka dan Jeta kadang saling pukul bercanda.
“Ck, lu sibuk nyuri foto kita aja,” seru Milla.
“Gak bosen lu foto-foto mulu,” seru Jeta.
”Gue gak mau nyia-nyiain kesempatan ini. Suasana seperti ini bisa kita kenang lagi suatu saat nanti,” seru Adel.
“Selembar foto ini bisa di kenang, walau nanti kita sudah tidak ada. Mungkin umur kita di target sampai kapan, dan lagi mungkin saja daerah ini juga beberapa tahun ke depan sudah banyak perubahan. Atau mungkin kita tak bisa memiliki kesempatan untuk balik lagi liburan ke sini. Jadi foto ini sangat penting, memory yg paling abadi.” Penjelasan Adel membuat teman-temannya memutar bola matanya.
“Selalu saja,” seru Raka.
“Kita nanya dua kata, dan di jawab dengan satu buku novel Stay With Me,” kekeh Milla.
“Isshhh...”
---
Mereka pun akhirnya sampai di tempat tujuan setelah beberapa kali bertanya pada orang-orang di sekitar sana.
Memang benar adanya, air terjun di sana tampak begitu jernih dan sejuk. Suasana nya juga masih sangat alami dan begitu memukau mata.
”Wow… indah banget!” seru Adel begitu antusias dan mengambil potret suasana di sana yang terlihat sangat indah.
Jeta mendorong Mila begitu saja hingga Mila tercebur ke dalam sungai dan seluruh bajunya basah.
“Kapal Jet sialan!” amuk Milla sedangkan Jeta hanya tertawa puas.
“Baju gue basah semua, jam tangan dan handphone gue juga!” rengek Milla mengangkat handphone nya ke udara.
“Gak apa-apa, ntar tinggal beli lagi, gampang kan.” Kekeh Jeta tanpa merasa bersalah.
“Huft sialan!” gerutu Milla menyimpan barang-barangnya di dekat batu.
Jeta berusaha ingin menjahili Raka, dengan diam-diam berdiri di belakang Raka untuk mendorongnya. Tetapi Jeta kalah cerdik dengan Raka, dalam sekejap Raka bisa membalikkan posisi dan tubuh Jeta lah yang akhirnya tercebut ke dalam sungai.
“Ahh Raka sialan!” gerutu Jeta mengusap wajahnya yang basah.
Adel dan Raka tertawa melihatnya.
“Makanya jangan jahil,” seru Raka.
Raka mengambil camera dari Adel yang sibuk mengambil candid Milla dan Jeta yang saling menyimpratkan air. Dan saat Adel ingin merebutnya kembali, Milla menarik kaki Adel hingga tubuhnya tercebur ke dalam sungai dan Raka berhasil mengabadikan moment itu.
“Cepet turun lu, Raka!” teriak Jeta yang kini sudah menikmati kesejukan sungai dengan berenang.
“Siap!” jawab Raka menyimpan semua barang-barang di atas batu. Kemudian dia membuka kaosnya hingga memperlihatkan badan ramping nan kekarnya. Tanpa kata, Raka langsung menceburkan diri dan bergabung dengan yang lainnya bermain air dan berenang.
Ꙭ