Episode 4

2221 Kata
Malam semakin larut, Adel tampak belum tidur dan asyik menikmati pemandangan langit malam yang penuh dengan cahaya bulan. Saat ini dia berada di balkon hotel dekat kamar hotel dirinya dan yang lain. Terdapat dua buah kursi santai di sana yang di sediakan untuk para tamu hotel. “Eh?” Adel tersentak kaget saat seseorang menyelimuti tubuhnya dengan sebuah jaket. “Raka?” Adel tersenyum kecil saat melihat Raka berada di sampingnya dan dialah yang memasangkan jaket pada tubuhnya. “Lu bisa semakin masuk angin kalau berdiri di sini terus tanpa jaket,” seru Raka yang kini berdiri di sisi Adel dan berpegangan pada pagar pembatas. “Thanks,” jawab Adel. “Kenapa belum tidur? Ini sudah sangat larut,” ucap Raka. “Lu sendiri kenapa belum tidur? Kalau gue sih emang belum ngantuk,” jawab Adel. “Gue juga belum ngantuk,” jawab Raka dengan nada santai. Keduanya terdiam membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Raka menoleh ke arah Adel dan menatap Adel yang begitu fokus menatap ke arah langit luas. “Apa yang lu lamunin?” tanya Raka membuat Adel menoleh ke arahnya. “Melamun? Gue gak lagi ngelamun, Ka. Gue cuma lagi nikmati suasana malam ini.” Adel tersenyum menanggapinya. Ꙭ Adel, Raka, Jeta dan Mila ikut bersama Fram menemui client nya di dekat sebuah perkebunan. Seharian kemarin, mereka tinggal di hotel dan sekarang ikut ke perkebunan bersama Fram untuk menikmati suasana di sana. Sesampainya di sana, mereka di sambut hangat dan di bawa menuju sebuah homestay dan di jamu dengan makanan khas daerah sana. Client dari Fram terlihat masih sangat muda. Menurut Fram, Anton adalah seorang pengusaha batu bara termuda di sana. Dan ini merupakan perkebunan milik keluarga Anton. Saat perkenalan pertama, Anton jelas sekali memperlihatkan rasa tertariknya pada Adel. Ia bahkan terang-terangan menanyakan beberapa hal pada Adel, melenceng dari bisnis mereka. Adel menjawab dan menanggapi seadanya, berusaha menghargai Ayahnya. Ꙭ Di tempat perkemahan semuanya sedang berbaris dan mempersiapkan penjelajahan. Bara terlihat begitu perhatian pada Desi, hingga membuat beberapa mahasiswa lain saling berbisik-bisik menggunjingkan. Sudah beberapa kali mereka melihat kedekatan mereka berdua yang terlihat tidak seperti hubungan antara adik dan Kakak iparnya. Padahal semua rekan Bara, mengetahui bahwa Adel adalah kekasih Bara. Rinrin dan Dendi hanya bisa memperhatikan sikap Bara dan Desi. Mereka bukan memakluminya, tetapi lebih ke mengamati, sampai mana hubungan kedekatan mereka. Bagaimanapun Adel adalah sahabat dari Rinrin dan Dendi, mereka tak akan biarkan ada pengkhianatan yang bisa menyakiti sahabatnya itu. Kegiatan penjelajahanpun di mulai, kelompok Desipun berangkat yang di ketuai oleh Rinrin. Setiap memasukin pos, semua anggota di uji mental juga fisiknya dengan kotor-kotoran dan di bentak-bentak. Desi terlihat menangis karena tidak tahan lagi di bentak walau tak salah dan di minta untuk kotor-kotoran. Ia sudah sangat kelelahan. Rinrin mencoba menenangkan Desi tetapi dia tidak juga berhenti menangis hingga Bara dating yang saat itu sedang mengontrol setiap Pos bersama Dani, salah satu rekanya. “Kamu kenapa Des?” tanya Bara menghampirinya. Tanpa di sangka-sangka, Desi langsung memeluk tubuh Bara di hadapan semua orang yang ada di pos itu seraya menangis. “Kak, Desi gak kuat lagi, Kak! Desi udah lelah banget, Desi gak mau nerusin lagi,,hikz hikz” rengek Desi. Beberapa orang saling berbisik-bisik menggunjingkan sikap Desi yang sangat manja dan jelas sekali mencari perhatian dari Bara sang ketua senat. Bara segera melepas pelukan Desi karena tak nyaman dengan pasang mata di sana. “Kamu jangan nangis dong Des. Sudah yah, ini kan hanya permainan,” ucap Bara berusaha menenangkan Desi. “Aku gak kuat lagi, Kak. Kaki aku juga sakit sekali.” Desi semakin menangis. Bara hanya bisa menghela nafasnya. Tanpa banyak bicara lagi, Bara berjongkok di hadapan Desi dan memintanya naik ke atas punggungnya. Desi pun dengan sangat bahagia naik ke atas punggung Bara dan mereka berlalu pergi meninggalkan tempat itu tanpa kata. “Lihat deh tinggal anak baru itu, dia caper banget sama kak Bara,” seru salah satu panitia di sana. “Padahal Bara kekasih Kakak sepupunya, tetapi masih dia deketin,” sahut yang lain. “Ganjen!” Rinrin mendengar itu semua, dan perasaannya semakin tak karuan dan resah. Ia memikirkan Adel juga Raka. Bagaimana kalau mereka tau sikap Desi dan Bara di sini. Ꙭ Di suatu tempat, rombongan anak-anak yang melakukan kegiatan camping sudah sampai di tempat tujuan mereka dan semuanya langsung sibuk mendirikan tenda untuk kelompok mereka. Bara yang saat itu tengah mengawasi dan mengecek setiap anggota di kagetkan oleh tarikan dari seseorang. “Desi, ada apa?” tanya Bara saat melihat Desi merengek dan menarik lengannya. “Bantuin aku pasang tendanya,” rengek Desi dengan manja. “Kamu coba minta bantuan ke panitia lainnya, Kakak lagi ngawasin semuanya,” seru Bara. ”Gak mau! Aku mau nya sama kak Bara. Kan Kak Adel udah nitipin aku ke Kakak.” Desi masih terus merengek memaksa Bara. Hingga beberapa orang melihat ke arah mereka berdua. Begitu juga dengan Dendi dan Rinrin yang saling beradu pandang. Dendi berinisiatif menghampiri mereka berdua. “Ada apa? Desi, kamu kenapa?” tanya Dendi mengakhiri interaksi mereka. “Nah ada lu, Den. Lu bantu Desi pasang tenda kelompoknya yah. Gue mau ada rapat dulu dengan anggota lainnya untuk kegiatan selanjutnya,” seru Bara. “Tapi Kak...” “Kamu tidak usah khawatir Des, Dendi ini juga kan sahabat baik Kak Adel. Dia akan membantumu, oke.” Bara berucap diiringi senyumannya. Desi hanya cemberut tanpa menjawab dan langsung pergi begitu saja di ikuti Dendi. Ꙭ Terlihat waktu sudah petang dan hampir malam, di atas kapal laut, Adel sedang memotret dengan camera digitalnya keindahan laut yang luas dan langit indah berwarna merah kekuningan sambil menikmati cuaca saat petang. ”Sejak tadi lu cuma motret pemandangan, Gue kek yang lu potret,” celetuk Raka yang menghampiri Adel. Adel tampak terkekeh. ”Pemandangan laut lebih menggugah daripada wajah lu.” “Ck... Sialan!” keluh Raka dan bersandar ke pagar pembatas dengan angin berhembus hingga membuat rambutnya acak-acakan. Tak lama, Jeta dan Mila menghampiri mereka berdua. ”Gue juga pengen di foto dong Del,” seru Mila. ”Ya sudah kalian bertiga siap-siap, biar gue fotoin,” seru Adel dan mereka bertiga langsung mengambil posisi dengan gaya narsis mereka. Mila mengambil camera dari tangan Adel dan menyuruh Raka di foto berdua saja dengan Adel. Terlihat sekali keduanya langsung mengambil posisi senarsis mungkin tanpa rasa canggung. “Wah wah pada asyik di foto nih,” seru Fram yang baru saja menghampiri mereka. “Ikutan Om,” seru Mila. “Sini biar Om saja yang fotoin, kalian berempat ambil posisi dan bergaya dengan bagus,” seru Fram. “Ah siap...!!!” Keempatnya berpose sangat narsis. Ꙭ Rinrin tak sengaja melewati tenda PMI dan ia melihat Desi di dalam bersama dengan Bara. Bara terlihat mengobati tangan Desi. “Desi kenapa?” tanya Rinrin masuk ke dalam tenda membuat keduanya menoleh ke arah Rinrin. ”Lu niat gak sih jadi panitia, Rin? Lihat nih, anggota lu ke gigit ular, mana tanggungjawab lu sebagai pengawas dan penanggungjawabnya ?” seru Bara dengan nada sengit. Rinrin mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Bara yang menurutnya sangat kasar. “Gue minta maaf, tadi gue lagi ngebagiin makanan untuk makan malam mereka, saat Desi ijin ke kamar mandi, gue pikir tidak akan terjadi seperti ini,” seru Rinrin. “Gak apa-apa kok, Kak. Desi yang salah, lagian ini udah mendingan,” seru Desi merasa tak enak dengan Rinrin. “Ck, gak apa-apa gimana. Tangan kamu masih biru,” seru Bara dengan nada sinis. “Biasa saja Bar, toh gak ada yang ingin ada kejadian seperti ini,” seru Rinrin yang merasa tersinggung dengan kata-kata Bara. “Gue minta lu lebih bertanggung jawab lagi atas anggota lu, jangan sampai kejadian ini terulang lagi!” seru Bara saat menyelesaikan pengobatannya. “Ya,” jawab Rinrin. Ꙭ Di atas kapal pesiar itu, Adel, Raka, Mila dan Jeta tengah menikmati makan malam bersama degan Fram. Mereka larut dalam kenikmatan makanan di depannya dan antusias berbincang banyak hal. Adel yang hendak ikut menyahuti, terdiam dan suaranya tertahan di tenggorokan saat rasa pusing menderanya. Rasa sakit yang sangat berlebihan sampai membuatnya tidak bisa meneruskan makannya. Adel berpamitan ke yang lainnya menuju ke kamar mandi dan bergegas meninggalkan meja makan itu. Sesampainya di kamar mandi, ia mencuci wajahnya dengan air dan menatap pantulan dirinya di depan cermin. “Ya Allah, kenapa kepalaku sakit sekali,” gumamnya seraya memegang kepalanya yang terasa begitu sakit. Ꙭ Adel terbangun dari tidurnya, semalam saat mereka telah sampai ke penginepan, Adel memilih langsung tidur karena rasa sakit di kepalanya tak kunjung reda. “Lu udah bangun?” tanya Milla. “Jam berapa ini?” tanya Adel. “Sudah jam setengah 6 pagi, solat dulu gih,” seru Milla yang di angguki Adel. --- Adel dan Milla datang ke restaurant hotel untuk menikmati sarapannya. “Pagi semua,” sapa mereka kepada Raka, Jeta dan Fram. “Pagi.” Mereka duduk bergabung dan mulai mengambil makanan untuk sarapan mereka. “Semalam kamu kenapa? Kata Milla kamu langsung tidur?” tanya Fram. “Aku baik-baik saja, Papa. Aku hanya merasa lelah dan mengantuk. Mungkin juga karena tidak biasa dengan angin laut,” ucap Adel tersenyum. “Mungkin lu masuk angin,” ucap Raka. “Ya, mungkin saja.” Ꙭ Malam semakin larut, Adel tampak belum tidur dan asyik menikmati pemandangan langit malam yang penuh dengan cahaya bulan. Saat ini dia berada di balkon hotel dekat kamar hotel dirinya dan yang lain. Terdapat dua buah kursi santai di sana yang di sediakan untuk para tamu hotel. “Eh?” Adel tersentak kaget saat seseorang menyelimuti tubuhnya dengan sebuah jaket. “Raka?” Adel tersenyum kecil saat melihat Raka berada di sampingnya dan dialah yang memasangkan jaket pada tubuhnya. “Lu bisa semakin masuk angin kalau berdiri di sini terus tanpa jaket,” seru Raka yang kini berdiri di sisi Adel dan berpegangan pada pagar pembatas. “Thanks,” jawab Adel. “Kenapa belum tidur? Ini sudah sangat larut,” ucap Raka. “Lu sendiri kenapa belum tidur? Kalau gue sih emang belum ngantuk,” jawab Adel. “Gue juga belum ngantuk,” jawab Raka dengan nada santai. Keduanya terdiam membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Raka menoleh ke arah Adel dan menatap Adel yang begitu fokus menatap ke arah langit luas. “Apa yang lu lamunin?” tanya Raka membuat Adel menoleh ke arahnya. “Melamun? Gue gak lagi ngelamun, Ka. Gue cuma lagi nikmati suasana malam ini.” Adel tersenyum menanggapinya. Ꙭ Adel, Raka, Jeta dan Mila ikut bersama Fram menemui client nya di dekat sebuah perkebunan. Seharian kemarin, mereka tinggal di hotel dan sekarang ikut ke perkebunan bersama Fram untuk menikmati suasana di sana. Sesampainya di sana, mereka di sambut hangat dan di bawa menuju sebuah homestay dan di jamu dengan makanan khas daerah sana. Client dari Fram terlihat masih sangat muda. Menurut Fram, Anton adalah seorang pengusaha batu bara termuda di sana. Dan ini merupakan perkebunan milik keluarga Anton. Saat perkenalan pertama, Anton jelas sekali memperlihatkan rasa tertariknya pada Adel. Ia bahkan terang-terangan menanyakan beberapa hal pada Adel, melenceng dari bisnis mereka. Adel menjawab dan menanggapi seadanya, berusaha menghargai Ayahnya. Ꙭ Di tempat perkemahan semuanya sedang berbaris dan mempersiapkan penjelajahan. Bara terlihat begitu perhatian pada Desi, hingga membuat beberapa mahasiswa lain saling berbisik-bisik menggunjingkan. Sudah beberapa kali mereka melihat kedekatan mereka berdua yang terlihat tidak seperti hubungan antara adik dan Kakak iparnya. Padahal semua rekan Bara, mengetahui bahwa Adel adalah kekasih Bara. Rinrin dan Dendi hanya bisa memperhatikan sikap Bara dan Desi. Mereka bukan memakluminya, tetapi lebih ke mengamati, sampai mana hubungan kedekatan mereka. Bagaimanapun Adel adalah sahabat dari Rinrin dan Dendi, mereka tak akan biarkan ada pengkhianatan yang bisa menyakiti sahabatnya itu. Kegiatan penjelajahanpun di mulai, kelompok Desipun berangkat yang di ketuai oleh Rinrin. Setiap memasukin pos, semua anggota di uji mental juga fisiknya dengan kotor-kotoran dan di bentak-bentak. Desi terlihat menangis karena tidak tahan lagi di bentak walau tak salah dan di minta untuk kotor-kotoran. Ia sudah sangat kelelahan. Rinrin mencoba menenangkan Desi tetapi dia tidak juga berhenti menangis hingga Bara dating yang saat itu sedang mengontrol setiap Pos bersama Dani, salah satu rekanya. “Kamu kenapa Des?” tanya Bara menghampirinya. Tanpa di sangka-sangka, Desi langsung memeluk tubuh Bara di hadapan semua orang yang ada di pos itu seraya menangis. “Kak, Desi gak kuat lagi, Kak! Desi udah lelah banget, Desi gak mau nerusin lagi,,hikz hikz” rengek Desi. Beberapa orang saling berbisik-bisik menggunjingkan sikap Desi yang sangat manja dan jelas sekali mencari perhatian dari Bara sang ketua senat. Bara segera melepas pelukan Desi karena tak nyaman dengan pasang mata di sana. “Kamu jangan nangis dong Des. Sudah yah, ini kan hanya permainan,” ucap Bara berusaha menenangkan Desi. “Aku gak kuat lagi, Kak. Kaki aku juga sakit sekali.” Desi semakin menangis. Bara hanya bisa menghela nafasnya. Tanpa banyak bicara lagi, Bara berjongkok di hadapan Desi dan memintanya naik ke atas punggungnya. Desi pun dengan sangat bahagia naik ke atas punggung Bara dan mereka berlalu pergi meninggalkan tempat itu tanpa kata. “Lihat deh tinggal anak baru itu, dia caper banget sama kak Bara,” seru salah satu panitia di sana. “Padahal Bara kekasih Kakak sepupunya, tetapi masih dia deketin,” sahut yang lain. “Ganjen!” Rinrin mendengar itu semua, dan perasaannya semakin tak karuan dan resah. Ia memikirkan Adel juga Raka. Bagaimana kalau mereka tau sikap Desi dan Bara di sini. Ꙭ
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN