13. Teman Amira

2203 Kata
Senin datang dan seperti halnya para pekerja baik hanya buruh tani, pekerja pabrik, atau pekerja Depot seperti Tata. Aktivitas pekerjaannya kembali setelah liibur sehari kemarin. Tiba di Depot, ia segera meletakkan tas dan mulai bekerja. Melihat Rayan tak ada di sekeliling, tak biasanya laki-laki itu terlambat datang. Tata segera mengelap meja dan membersihkan depot. Menyapu, menata dan membantu mengangkat sayuran yang sudah masak. Rayan pun datang. Tata menyambutnya. "Tumben kamu datang terlambat, Yan?" Rayan hanya tersenyum tipis. "Iya, semalam aku capek banget." "Emangnya dari mana kamu semalam. Ada pertandingan bola?" Tata tahu Rayaan suka pertandingan bola, bahkan Rayan sering begadang hanya untuk menyaksikan pertandingan bola di TV. "Ada temanku ngadakan acara, jadi aku nginep di sana dari Sabtu. Pulang kemaren, langsung tidur. Eh malah telat bangunnya." "Teman yang kamu bilang tetangga kontrakanmu itu?" "Iya, dia kan seumuran denganku. Ada acara, jadi aku ikut menginap di rumahnya." "Oh kirain kamu nggak masuk hari ini. Ya udah, aku tinggal dulu ya," pamit Tata. Selepas Tata pergi, Rayan juga melakukan hal yang sama. Meletakkan tas di tempat para pekerja lain menaruh barang mereka, melepas dan menaruh jam tangan serta ponsel untuk dimasukkan di dalam tas. Rayan siap bekerja meskipun agak terlambat. Surai hitamnya yang basah ia kibaskan pelan, lalu memulai dengan membuat air gula dan menyiapkan rendaman teh serta kebutuhan membuat minuman nantinya sebelum es batu datang. Bu Tiwi, sang pemilik juga sudah siap dikelilingi aneka sayuran dan lauk. Pagi itu sudah ada pembeli yang bungkus nasi untuk segera dibawa ke sawah. *** Hasil bertanya pada Tata kemarin akhirnya Saka tahu di mana Amira selama ini mengajar. Sebuah SD Negeri yang letaknya tak jauh dari rumah Amira. Begitu sampai di sana ia lihat anak-anak sudah masuk. Pintu gerbang juga sudah tertutup. Ia lihat aktivitas beberapa guru lalu-lalang di lorong kelas dan tampak beberapa guru lainnya sedang mengobrol di kantor. Saka mebaca pesan dari Tata tadi pagi. Info guru siapa saja yang sering jalan dengan Amira, karena ketika Amira pergi makan ataupun jalan ia sering mengabari Tata. Sehingga meskipun tidak berkenalan dan bertatap muka secara langsung, Tata jelas tahu nama-nama temannya tersebut Saka Semalam juga membuka sosial media milik Amira. Selama ini ia abai saja tak begitu memperhatikan Siapa saja yang ada di foto Amira. Begitu Amira ngepost foto, ia hanya memberi like tanpa memberi komentar dan tidak begitu teliti dengan siapa saja Amira bergaul. Kali ini ia sudah menelitinya baik-baik. Saka mencocokkan nama yang disebutkan Tata dan juga hasil foto yang diunggah oleh Amira. Amira sering menandai temannya dalam sosial media, sehingga Saka jadi tahu siapa saja orang-orang tersebut. Setelah dicocokkan, ternyata benar ada tiga orang teman dekat Amira dan semuanya perempuan. Namun jika dipikir, ada apa hubungan Amira dengan teman-teman kerjanya jika perempuan semua? Pasti tidak ada perselisihan besar yang sampai melibatkan laki-laki menculik. Namun zaman sekarang tak ada yang tidak mungkin. Teman membunuh temannya sendiri pun juga ada, bahkan anak membunuh orang tuanya pun ada. Saka jadi berasusmi, mungkin antara teman Amira ada perselisihan yang mengakibatkan keluarga temannya, kecemburuan atau mungkin iri. Entahlah, Saka belum bisa memastikan bagaimana perselisihan yang sedang terjadi. Ia hanya perlu menunggu beberapa jam untuk bertemu dengan teman-teman Amira yang sudah ia tandai untuk berkenalan dan mengajukan beberapa pertanyaan soal Amira. Pukul dua belas aktivitas sekolah mulai berhenti. Anak-anak menghambur keluar dari kelas, melewati gerbang yang sudah dibuka. Sebagian segera pulang, sebagian masih piket membersihkan kelas. Guru-guru kembali ke kantor, bersiap pulang. Para guru bahkan sudah bersiap dengan motornya, meski anak-anak masih sibuk piket. Saka melihat seseorang yang wajahnya ada di foto media sosial Amira. Saat motor melewati gerbang, Saka lekas mendekat dan menyapanya. "Siang, Bu. Maaf mengganggu. Apa saya bicara dengan Bu Rini?" Rini, guru SD kelas empat itu mengernyit heran. "Iya, benar. Dengan siapa ya?" Saka mengulurkan tangan. "Saya Saka, saudara Amira." Rini kemudian memabalas jabat tangan Saka. "Oh, begitu. Mari, silakan masuk." Saka jadi tak enak. Padahal Rini terlihat hendak pulang tapi malah ia dipersilakan masuk. "Kalau Ibu repot mau pulang, kapan-kapan saja, Bu." Rini menggeleng. "Ah tidak. Saya cuma mau keluar belanja. Anak saya masih piket dan les tari, jadi saya nanti pulang bareng anak saya." Saka mengangguk. "Kalau begitu Ibu belanja saja dulu. Saya tunggu di sini." Rini setuju. Toh kalau harus menunggu di dalam, mungkin Saka akan canggung juga. "Saya belanja sebentar ya, Mas. Anak saya juga minta belikan makan. Biasa, kalau dia les minta makan siangnya beli." "Mari, Bu." Saka pun menunggu di pos satpam yang tidak ada petugasnya. Penjaga sekolah hanya tukang kebun yang rumahnya jadi satu dengan bangunan sekolah, tepat berada di ujung kelas enam dekat parkiran, ada gang masuk sedikit ke rumah penjaga sekolah. Penjaga tersebut yang bertugas membersihkan halaman, mengunci pintu semua ruangan di sekolah tersebut, menyediakan apa yang dibutuhkan sekolah serta guru-guru, juga pesuruh jika ada yang butuh bantuan. Merangkap segalanya. Sementara istri penjaga sekolah menjual makanan dan jajanan di kantin sekolah. Tak memperbolehkan pedagang lain masuk ke sekolah, kecuali di luar gerbang. Melihat sekeliling, Saka melihat guru-guru yang mulai pulang. Ada guru perempuan dan laki-laki. Ada pula yang masih bergerombol mengobrol, atau mungkin sedang janjian pergi makan bersama. Seperti yang Amira lakukan saat bertemu dengan teman mengajarnya. Seorang laki-laki menghampirinya. "Mas cari siapa?" sapa salah seorang guru baru seangkatan Amira. Saka agak kaget karena ia tadi sedang melamun. "Oh, maaf, Pak. Saya tidak melihat tadi. Saya menunggu Bu Rini. Beliau masih keluar belanja." Adi, guru PNS yang masuk bersamaan dengan Amira itu menganggukkan kepala. "Masuk saja, Mas, di dalam." Seorang guru lagi menghampiri keduanya. "Iya, Mas. Tunggu di dalam saja." Sugeng, guru olahraga ikut nimbrung. Jadilah Saka kikuk sendiri. "Wali murid jangan menunggu di sini, Mas. Panas. Ayo, silakan masuk." Sugeng mengira Saka bertemu Rinu adalah sebagai wali murdi anak yang diajar. Saka hanya mengiakan saja dariapda ribet menjelaskan. Meski agak sungkan, Saka pun akhirnya masuk ke ruang kantor. Sementara Sugeng dan Adi tadi keluar naik motor berdua. Keduanya pulang karena motor salah satu dari mereka sedang ngadat. Saka duduk sendirian, karena guru-guru lain sudah pada pulang. Tak lama kemudian Rini datang dengan kantong kresek. Sepertinya berisi belanjaan dan juga sebungkus nasi. "Maaf, Mas. Saya tinggal sebentar panggil anak saya. Kasihkan makanannya." Saka hanya mengangguk. "Iya, Bu. Silakan." *** Saka bertemu dengan Bu Rini, guru kelas empat itu banyak menceritakan bagaimana Amira pertama kali datang ke sekolah tersebut. Amira mengajar kelas tiga, yang kebetulan anak Bu Rini juga di kelas tersebut. Sehingga kedekatan Bu Rini dan Amira tidak sekedar soal wali kelas dan juga wali murid, namun juga rekan kerja dan sering nongkrong bareng bersama. Setelah kerja mereka biasanya makan bersama sekadar melepas penat setelah mengajar seharian. Dari Bu Rini, Saka tahu bahwa Amira seringkali merasa asing di tanah kelahiran orang tuanya namun, setelah ia ikut bergabung, sering jalan bersama dengan guru-guru lain Amira lambat laun mudah bergaul. Apalagi setahu Bu Rini, Amira juga punya teman dekat namanya Tata. Masih di desa yang sama dengan mereka. Saka juga bertanya soal siapa saja orang-orang yang sering jalan dengan Amira dan juga ke mana biasa Mereka pergi. Saka juga bertanya soal ada ada yang kira-kira bisa membuat Amira marah atau sesuatu yang mungkin pernah terjadi, seperti pertengkaran di antara teman sejawat. "Sebenarnya Amira bukan tipe orang yang gampang memiliki musuh. Ia mudah bergaul dengan siapa saja, ramah dan selalu baik kepada siapa pun. Ia yakin Amira jika Amira memiliki musuh. Bahkan ia tak menyangka bahwa ada penculik yang tega melakukan itu pada Amira. Setelah bertemu dengan Bu Rini dan mendapatkan catatan, Saka pulang ke rumah sekitar pukul tiga sore. Sebelum sampai ke rumah  ia mampir dulu untuk membeli makan dan dibawa ke rumah, persiapan makan malam. Di rumah saat ia hendak mandi mamanya menelepon. Namun karena tak tahu, jadi lah Saka yang menelepon setelahnya. Mamanya hanya bertanya, bagaimana keadaan Saka, Bagaimana keadaan Amira, dan juga hal yang dilakukan orang tua saat mengobrol dengan anaknya. Pertanyaan umum. "Apa kamu sudah makan, Nak?" Bentuk perhatian kecil yang diulang dan akan terus menjadi hal yang sangat berharga bagi kita. Perhatian itu menunjukkan bahwa mamanya peduli pada Saka. Ia tak merasa bosan tak merasa risih dengan bentuk perhatian mamanya. "Udah, Ma. Mama juga udah makan belum?" tanya Saka balik. "Sudah tadi Mama dibelikan makanan sama Aji. Mama tadi ke rumahmu dan cari keringat di sana. Aji yang mengantar dan menjemput Mama." Saka agak terkejut namun ia juga merasa terharu. "Mama ngapain ke rumahku. Pasti bersih-bersih. Ngapain juga sih, Ma, kan rumahnya lagi ditinggalin. Aku di sini baik-baik saja, rumah di situ juga pasti aman. Mama cari capek saja kalau bersih-bersih. Sudah ersihkan rumah sendiri saja sudah capek, Mama malah pakai bersihin rumahku juga." Mamanya di seberang sana tersenyum. "Ngapain capek? Mama suka kok." Obrolan anak dan Mama berlangsung seru. Tak terasa waktu hendak menjelang magrib. Mamanya mengakhiri obrolan dan Saka sendiri juga mulai menutup jendela. Saking lupa waktu, ia bahkan lupa belum makan nasi yang ia beli dari tadi. Baru saja Saka hendak menyuapi mulut dengan nasi bungkus yang ya beli tadi, suara ketukan pintu membuat Saka urung melanjutkan suapan. Ia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Rupanya ada Tata di depan pintu sambil membawa kantong kresek. "Apa ini?" Saka menerima kantong kresek dari Tata. "Terang bulan. Tadi aku beli pas jalan pulang. Kamu lagi apa? Aku ganggu ya?" tanya Tata. "Aku lagi mau makan." "Oh dilanjut aja kalau gitu. Aku langsung pulang." Melihat Tata hendak pergi, Saka jadi merasa tak enak juga. Bukannya ia mengusir Tata namun maghrib sudah di depan mata, tentunya tak enak juga jika Tata masih di rumahnya. "Makasih ya. Eh tapi habis maghrib kamu bisa ke sini lagi enggak?" Tata membalikan badan. "Kenapa? Kan lagi Ini kan baru dateng. "Makan terang bulannya berdua. Kayaknya kalau satu ini buat aku semua, nggak bakal habis. Apalagi juga aku lagi mau makan nasi, pastinya habis makan nasi kan juga agak kenyang. Kita ngobrol depan sini aja, nggak enak kalau kamu masuk ke dalam rumah." Tata mengacungkan jempolnya. "Oke deh, aku pulang dulu dan mandi." *** "Menurutmu Amira punya musuh nggak ya di sini atau dia terlibat pertengkaran dengan siapa?" tanya Saka pada Tata yang duduk di sampingnya. Keduanya duduk terpisah oleh terang bulan yang dibuka dan dimakan berdua. Hanya ada lampu dari teras menjadi penerang percakapan dua orang, pun beberapa motor masih lalu-lalang melewati depan rumah. "Musuh Kayaknya nggak deh. Amira selalu baik sama siapa aja. Kamu tahu sendiri lah dia. Anaknya kan nggak banyak tingkah juga, apalagi sampai bertengkar. Bukan Amira sekali kalau bertengkar." Benar juga. Amira memang hidup sebagai anak tunggal yang lebih banyak hari-harinya di rumah. Ia juga terbiasa mengalah tapi banyak senyum dan sepertinya tidak mungkin terlibat pertengkaran dengan siapa pun, apalagi jika Saka melihat teman-teman mengajar di sekolah dasar tersebut semuanya juga mengenal Amira dengan baik dan ramah tentunya. "Kenapa memang?" tanya Tata. "Kamu penasaran nggak kenapa Amira sampai diculik. Apa kamu pernah berpikir bahwa perampokan itu benar-benar alasan utama orang itu datang ke rumah Amira?" Tata mengernyit. "Maksud kamu, orang itu sebenarnya mengincar Amira hanya saja kita mengira bahwa itu pencurian." Saka mengangguk. "Maka dari itu aku tanya sama kamu, kira-kira Amira pernah punya teman yang berselisih paham dengan dia apa tidak di sini?" Tata menggeleng. "Tidak. Amira tidak pernah punya urusan dengan siapa. Hari-harinya sudah sibuk mengajar. Pulang ngajar kadang dia main dengan temannya, makan atau hanya sekedar jalan belanja kemudian kalau sore baru ketemuu sama aku. Aku sama Amira kebanyakan ketemu saat sore dan malam atau hari Minggu, kita bisa seharian jalan dan menghabiskan waktu di rumah karena kami sama-sama bekerja." Saka mengerti. "Iya juga sih. Tapi kan bisa jadi bukan Amira yang memulai pertengkaran Bisa saja ada orang yang merasa terganggu dengan kehadiran Amira. Bisa jadi seperti itu. Amira selalu baik kepada semua orang, apa mungkin juga pada teman laki-lakinya yang membuat pasangan laki-laki cemburu." Saka seolah mencari segala alasan yang mungkin terjadi. Motif apa yang melatar belakangi penculikan Amira. Jika orang itu memang berniat mencuri, Kenapa tidak ada benda satu pun yang sampai diambil. Dan kenapa harus Amira yang dianiaya. Jika memang karena ketahuan, bisa saja orang itu langsung kabur tanpa membawa Amira serta. Di sini Saka  mulai meragukan bahwa kejadian itu benar-benar murni pencurian. Bisa saja memang sasaran utama itu adalah Amira, melihat dari pesan yang dikirimkan kepada Saka bahwa Amira merasa ketakutan. Orang itu bukan mencuri di rumah Amira, melainkan Saka yakin Amira sasarannya. Saka harus membuktikan, namun sayangnya ia tak bisa menemukan ponsel Amira. Bu Abidin sudah mencari di tempat terakhir ia menyimpan ponsel tersebut. Namun nihil hasilnya kalau ponsel itu tidak ada di tempat. Ibunya merasa ponsel itu memang ada, namun ia menyalahkan diri sendiri bahwa lupa menaruhnya di tempat mana. Saka merasa tak enak pada Bu Abidin dan mengurungkan niat bertanya lagi soal ponsel. MUngkin ada sesuatu di ponsel tersebut, sebagai bukti akurat sampai-sampai bensa itu hilang. Jelas-jelas ibu Amira yang menemukan dan menyimpan, tapi benda itu raib. Saka jadi penasaran, ada bukti apa di ponsel itu smapai melibatkan Amira dan juga sekarang benda itu rain entah ke mana. Sekarang Saka hanya bisa tergantung pada ponsel tersebut. Tapi di mana ia bisa menemukan ponsel Amira. Apa yang ada dalam ponsel tersebut sampai-sampai orang itu mengincar Amira dan menganiayanya. "Ka?" panggil Tata. "Ya?" Saka segera tersadar dari lamunannya. "Minta minum." Saka bangkit. "Ah iya, aku ambilin dulu." Sejak tadi mengobrol dan makan malah lupa menyuguhi minuman. ________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN