Bab 1

1080 Kata
Malam itu Alea memutuskan untuk tidur lebih awal, dia mengeluh sakit kepala pada suaminya, dan mengatakan pada suaminya jika nanti suaminya mau berangkat piket malem maka jangan lupa kunci pintu dan bawah serta kuncinya karena dia masih punya kunci cadangan di dalam lemari. Jam menunjukkan angka 9:00pm, akhirnya sang suami Reyhan Fadila pun berangkat menunaikan tanggung jawabnya sebagai dokter yang akan berjaga malam, malam ini. Tak lupa dia juga menuruti permintaan istrinya untuk mengunci pintu dari luar dan membawa kunci rumahnya bersamanya. Reyhan mulai menghidupkan mobilnya dan meninggalkan bagasi kemudian turun dari mobilnya untuk menutup dan mengunci pintu gerbangnya lagi. Sementara itu Alea yang sedang berpura-pura tertidur mengintip dari balik jendela dan mulai bersiap-siap dengan rencana yang sudah dia susun dari tadi sore, untuk mengikuti suaminya berharap apa yang dia dengar beberapa hari ini cuma isu belaka dan suaminya tidak mungkin mengkhianatinya. Alea mulai memasang jaket hitam dengan penutup kepala yang sudah dia persiapkan sebelumnya dan mulai keluar lewat pintu samping yang sedari tadi sengaja ia biarkan tak tergembok. Dia sengaja menggunakan sarung milik suaminya sebagai pelengkap pakaian bagian bawahnya, agar orang berpikir jika dia adalah seorang laki-laki. Jarak rumahnya dan rumah sakit tempat suaminya bekerja cukup jauh, mungkin sekitar lima belas menit perjalanan menggunakan mobil. Alea sudah berdiri di seberang jalan rumah yang dia targetkan, dan benar saja, meski beberapa orang melewatinya tak satupun orang itu berpikir jika dia seorang wanita, terlebih lagi dia menyalakan sebatang rokok dan menyelipkan nya di kedua ujung jarinya. Dia bukan wanita perokok tapi untuk mendalami peran dan penyamarannya dia sengaja berlagak seperti seorang laki-laki yang sedang merokok. Tiga puluh menit Alea duduk di atas motor yang dia pinjam dari tetangganya, beralaskan motornya mati, dan dia buru-buru harus kerumah sakit tempat suaminya bertugas untuk mengantar telponnya yang tertinggal. Akhirnya pintu gerbang rumah yang dia targetkan itu di buka oleh seseorang pria yang menggunakan sepeda motor metic, dan Alea langsung menajamkan penglihatannya. Alea syok, menyadari pria yang menggunakan sepeda motor metic itu adalah Reyhan suaminya, entah bagaimana caranya dia datang kesini menggunakan sepeda motor metic, padahal dia tadi berangkat dari rumah menggunakan mobilnya. Alea menghampiri pagar rumah itu, melihat dari jarak yang tidak terlalu jauh namun cukup gelap untuk dirinya terlihat oleh sang pemilik rumah , sehingga cukup jelas untuknya meyakini jika itu memang benar Reyhan suaminya. Tampak pintu rumah yang tidak begitu besar tapi cukup mewah untuk ukuran perumahan komplek. Pintu rumah itu terbuka, menampakkan sosok wanita cantik dengan baju tidur berwana putih tulang, menggenggam tangan suaminya lalu mencium punggung tangan itu kemudian memeluk tubuh suami dengan sangat manja. Alea juga bisa melihat sinar kebahagiaan di wajah suaminya ketika sang wanita itu membuka pintu dan menyambutnya dengan hangat, sama seperti raut wajah yang selalu dia perlihatkan padanya ketika dia pulang selepas menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter. Pintu rumah itu pun tertutup dan selesai pula misinya untuk membuktikan jika dirinya telah terkhianati, terkhianati begitu kejam bahkan dengan orang yang tidak begitu jauh dari rumah mereka. Alea pulang dengan perasaan kecewa yang begitu mendalam, dia sengaja memilih jalan yang sedikit lebih jauh dari jalan yang seharusnya dia lewati untuk sampai ke rumahnya. Berharap angin malam mampu untuk menormalkan hatinya dan membiarkan angin yang dingin mengeringkan air matanya yang sedari tadi mengalir bagai hujan yang tak kunjung berhenti. Alea mengembalikan motor yang ia pinjam dari tetangganya, setelah sebelumnya dia membuka sarung milik suaminya dan memasukkannya di dalam jaket yang ia kenakkan. Alea kembali masuk lewat pintu samping yang memang sengaja dia biarkan tidak terkunci, karena pintu itu memang jarang di gunakan. Alea duduk di ruang tengah rumahnya, kemudian menyalakan televisi untuk mengalihkan perasaan kecewa di hatinya. Air matanya tak jua berhenti mengalir dari kedua mata indahnya, mata indah dengan manik coklat terang dan bulu mata lentik yang di wariskan dari ibunya itu kini berubah menjadi sayu dan memerah, bahkan kelopak matanya sudah sedikit membengkak karena lamanya ia menangis. Alea kembali mengambil air wudhu, mencoba mencari ketenangan lewat sholat sunnat , dan mengadu pada sang Robby nya, berharap sang Robby menjawab segala pertanyaan yang belum dia tau jawabannya. Alea mulai menggelar sajadahnya dan menghadap Robby, tuhan yang maha agung nan bijaksana. Seusai ia mengadu pada sang Robby, ia merebahkan tubuhnya di atas sajadah merah yang bergambar ka'bah dan akhirnya terlelap setelah meminum dua butir obat penenang yang dia ambil dari ruang obat suaminya, padahal sebelumnya suaminya sudah memberinya obat penghilang nyeri dan obat penenang. Paginya dia sudah memasak menu sarapan untuk suaminya, semalem dia bertekad akan bersikap biasa-biasa saja dan seolah tidak tau akan penghianatan yang dilakukan suaminya. Hingga terdengar suara pintu terbuka dan menampakkan wajah tampan sang suami. seperti biasa, Alea tersenyum hangat lalu menyalami dan mencium punggung tangan suaminya kemudian memeluk nya sambil menggiringnya ke meja makan untuk sarapan, tak ada penolakan sama sekali dari sang suami, ternyata suaminya sangat pintar menyembunyikan penghianatan yang dia lakukan. "Apa kepalamu sudah lebih baik sayang" tutur katanya sangat lembut padanya namun kenapa hatinya malah tersakiti. "Ooh sudah sayang ,tadi malam aku mengambil beberapa obat di lemari obatmu dan sekarang sudah agak mendingan," jawab Alea masih terdengar sangat ramah dan lembut. "Bagus, kamu harus lebih banyak istirahat, jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja," lanjut Reyhan pada sang istri. "Ya sayang, maaf sudah membuatmu kawatir," lirih Alea sambil memeluk suaminya dari belakang punggungnya. "Apa mas mau mandi?, biar aku siapkan air hangat, baru setelah itu mas boleh istirahat jika merasa lelah," tawar Alea, lagi-lagi sang suami tidak menolak padahal Alea yakin suaminya sudah mandi, bahkan tercium aroma shampo di rambut hitamnya yang lebat. Alea tersenyum, namun ada rasa getir di hatinya, Alea merasa jika dirinya juga ternyata pandai bersandiwara. Bukan, Alea tidak sedang bersandiwara, ia hanya sedang melakukan tugasnya sebagai seorang istri yang berbakti pada sang suami dengan cara menjaga dan merawatnya dengan seluruh jiwa. Tapi apakah istri masih wajib berbakti pada sang suami jika sang suami sudah berkhianat, dan mengingkari janji suci pernikahan mereka? Jawabannya "ya" istri masih wajib berbakti pada suaminya bagaimana pun keadaan dan situasi suaminya. Alea memandang suaminya yang sedang terlelap lewat pantulan cermin di meja riasnya. Lalu ia menatap kembali pada dirinya lewat cermin yang sama di depannya, meneliti kekurangan yang ada pada dirinya, sehingga menyebabkan suaminya memilih jalan mengkhianatinya, atau mungkin caraku melayaninya yang kurang baik sehingga dia menginginkan pelayanan dari wanita lain. Alea terus berperang dengan hati dan pikirannya, ia kembali mengambil air wudhu untuk mensucikan dirinya dan kembali mengelar sajadahnya, untuk menunaikan sholat Sunnah duha. Alea terisak di antara doanya, doa yang dia ucap dalam hatinya, sehingga isakan nya terdengar dan membangunkan suaminya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN