"Aku menginginkanmu malam ini, Sayang."
Naura mendesah kecil saat dengan nakalnya jemari Rendra sudah menyentuh ujung miliknya. Naura merasa sangat lemas karena perilaku tak terduga dari kekasihnya itu.
"Ren..." rintih Naura pelan.
"Hm," begitu juga dengan Rendra yang menjawab dengan suara serak.
Naura hanya bisa terus merintih dan bersandar di d**a bidang Rendra. Rendra terus saja memainkan milik Naura.
Pria itu sudah tak kuat lagi jika harus menahan hasratnya lebih lama lagi. Ia segera membawa Naura dan menaiki tangga meninggalkan mangkuk mie yang belum dibereskan.
Rendra juga yang meminta Naura agar membukakan knop pintu. Rendra sengaja membawa Naura ke kamar nya bukan ke kamar Chila. Rendra ingin sekali menghabiskan malam ini dengan berhubungan intim dengan Naura.
Rendra menendang pintu kamarnya dan segera meletakkan Naura di ranjang king size nya. Kedua kali nya ini Naura tidur di ranjang milik Rendra ini, yang mungkin juga dulunya adalah tempat bergulat antara Rendra dengan Bunda Chila.
Malam ini adalah kali kedua Naura masuk ke kamar ini, pertama kali Naura tidur disini karena Rendra saat itu juga pertama nya lepas kendali hampir memerawani Naura. Untung saja ada Chila sebagai penyelamat. Setelah itu juga Naura langsung tertidur pulas di ranjang milik Rendra karena tubuhnya sangat lemas.
Dan saat ini Rendra mulai mengukung Naura. Nafasnya yang menyapu wajah cantik Naura. Rendra pun juga langsung menyambar bibir Naura yang terbuka. Lumatan mereka terlihat begitu panas di malam dingin ini. Rendra juga mulai menuntut Naura agar mau duduk, pria itu kemudian segera menarik kaos milik Naura.
"Ra... Tolong hentikan aku sayang." eluh Rendra yang terdengar begitu frustasi. Disana dapat Naura lihat wajah kelam Rendra yang begitu tersiksa.
Naura menggeleng pelan dengan tatapan sendunya. Walaupun ini semua salah, tapi ia tak mau berhenti. Dan mungkin dengan cara ini orang tuanya akan merestui hubungannya dengan Rendra.
"Kamu tau sendiri apa akibatnya kalau sampai malam ini kamu tak menghentikan aku. Kamu tau kan aku udah lama ingin melakukannya, Sayang. Mungkin aku nggak akan bisa berhenti malam ini." jelas Rendra dengan kedua matanya yang mengunci Naura.
"Iya, aku tau. lakukanlah sayang. Aku menginginkan mu. Aku cintamu."
Rendra tersenyum kecil, "Aku yang lebih mencintaimu sayang."
Rendra menunjukkan wajahnya, memangkas jarak antara dirinya dan kekasihnya. Hal yang perlu kalian tau adalah Rendra sangat dan sangat mencintai Naura.
Rendra langsung menyerang seluruh leher Naura dengan kecupan-kecupannya. Naura hanya bisa mengeluarakan desah dan rintihan akibat rasa sakit yang sedikit ia rasakan. Mungkin saja saat ini tanda merah akibat kecupan Rendra sudah tercetak jelas di leher jenjang Naura.
Tangan Naura mencengkram erat pada kaos yang dipakai Rendra. Tumpuan Rendra di kasur juga makin erat.
"Beneran boleh kan?"
Dengan penuh keyakinan Naura mengangguk dan mengarahkan dagu Rendra yang sedikit tumbuh jambang. "Lakukanlah malam ini."
Rendra dengan cepat mencium kening Naura dan langsung melepas kaos yang masih menempel di tubuhnya. Tak lupa juga Rendra melepas celana yang dipakainya. Setelah membuang kedua benda itu Rendra langsung melirik Naura.
Memang dulu pernah hampir saja kelepasan. Tapi tidak sampai ke tahap ini, dan benar saja sekarang pipi kekasihnya itu terlihat begitu merah. Rendra terkekh kecil melihat istrinya yang begitu salah tingkah.
"Hei, liat sini."
Naura menggeleng pelan. Naura sangat malu jika harus menatap Rendra saat ini, apalagi penamilan Rendra yang bertelanjang d**a membuatnya merasa malu.
Rendra berdecak pelan saat melihat tingkah kekasihnya itu. Segera saja Rendra menurunkan celana milik Naura yang masih melekat, dan sisa-sisa penutup tubuh Naura.
"Perempuan nakal."
Naura tetap tak mau menatap Rendra. Ia hanya bisa menatap sofa yang ada di kamar Rendra serta menggigit bibir.
"Kamu yakin nggak mau liat dulu sebelum dia memasukimu?"
Naura melotot mendengar ucapan tiba-tiba yang dikeluarkan oleh mulut Rendra. Refleks pun Naura akhirnya menatap manik mata Rendra yang saat ini tengah mengukungnya.
Wajah yang telah diliputi hasrat itu akhirnya tertawa kecil. "Yakin nggak mau liat, Ra?"
"Ren..." gumam Naura yang sudah tak tahan menahan hasrat.
Rendra yang sudah diliputi hasrat hanya bisa mendesah kecil karena Naura yang tak kunjung memberi jawaban dari pertanyaannya. Tak mau lama-lama akhirnya Rendra meraih bibir Naura dan melumatnya. Lumatan lembut yang akhirnya berakhir dengan lumatan penuh gairah.
Tangan Rendra pun dengan nakal mulai mengelus k******s Naura yang membuat gadis itu mengginjal.
"Ahh..." desahan lolos dari bibir Naura saat Rendra mulai memasukkan jari tengahnya ke bagian intinya. Rasanya sangat aneh, ini adalah yang pertama untuk Naura ia tak tau harus bersikap seperti apa dan juga soal desahan, hal itu keluar spontan dari mulutnya.
Naura mulai mengginjal karena merasa tak nyaman juga geli di bagian intinya. Gadis itu menggigit bibirnya agar desahan itu tak kembali lolos dari bibirnya. Ia berusaha mati-matian agar desahan itu tak terdengar di mulut Rendra.
"Jangan ditahan, keluarkan saja, Sayang." kocokan Rendra semakin hebat saat menyadari bahwa kekasihnya itu sebentar lagi akan mencapai klimaks.
"Renhh.. U-udahh.. Engghh.." tangan Naura yang bebas berusaha menarik jemari Rendra dari sana.
Rendra bahkan tak mengindahkan permintaan Naura. Ia menambahkan satu jari lagi untuk masuk mengocok inti kekasihnya itu.
"Ahhh... Engghhh... AaahhhHHHH..RENDRAAHH.." Pelepasan itu akhirnya terjadi cairan putih nan kental itu keluar hingga mengenai seprai.
Remdra pun menjilati kedua jarinya tanpa rasa jijik sedikitpun. Di detik berikutnya, wajah duda tampan yang selalu menjadi idola para wanita itu pun mulai mengulum lembut bukit-bukit ranum sang kekasih. Bukit yang sudah menantang keras meminta untuk disentuh olehnya dari tadi.
Naura pun yang masih mencoba menormalkan nafasnya kini sudah dibuat mendesah-desah lagi oleh Rendra. Sentuhan Rendra yang membuat gadis itu mabuk kepayang.
Seperti mendapatkan kesempatan emas, Rendra pun muli mengurut perlahan kejantannya yang sudah bengkak sedari tadi untuk masuk ke dalam Naura.
Naura melotot merasakan ujung p***s Rendra di sela-sela kewanitaannya. Ujung yang mencoba masuk ke dalam dirinya. Tapi rasa takut gadis itu hanya beberapa saat, ketika dimana Rendra kembali dengan nakalnya menggigit putingnya.
"Enghh, Rennhhm.."
"Sttt.. Aku tau ini akan menyakitkan, tapi tolong percaya sama aku, kalau aku nggak akan membiarkan terjadi sesuatu sama kamu. Nggak perlu takut, ini cuma sakitnya sementara, Sayang." Di detik berikutnya Rendra berusaha mengerahkan seluruh kekuatannya untuk masuk ke dalam Naura. Peluh, isak tangis, dan juga desaham mengiringi kedua insan yang sedang dimabuk gairah itu.
Benteng pertahanan Naura begitu kuat dan dalam, Rendra sampai berkeringat saat berusaha menjebol selaput dara milik Naura.
Hembusan nafas Naura dan Rendra saling bersautan mengiringi heningnya malam ini. Rendra bahkan belum bergerak, ia tak ingin menyakiti kekasihnya jika dirinya terllu buru-buru.
"Boleh?" tanya suara serak Rendra pada Naura. Pria itu sudah tak mampu lagi menahan hasratnya untuk tak bergerak. Mendapat persetujuan Naura akhirnya pria itu mulai menggerakkan pinggulnya dengan tempo sedang. Gerakan yang menurut Rendra sangat sulit dilakukan, karena didalam sana miliknya seperti terjepit kuat tak bisa digerakkan maju dan mundur. Tapi Rendra sangat suka, dengan ini miliknya semakin diremas semakin juga gairah pada dirinya bertambah.
Menit-menit berikutnya pun desahan kedua insan itu terdengar nyaring memenuhi ruang kamar itu. Tubuh mengkilap yang tersorot cahaya lampu tidur memberikan kesan eksotis.
"Oughh.. Raa.." berkali kali Rendra mendesahkan nama Naura. Begitu juga sebaliknya, Naura dengan nikmat mendesahkan nama Rendra.
Di malam ini, adalah malam yang panjang untuk Rendra dan juga Naura. Malam yang tak akan pernah mereka lupakan. Pinggul Rendra terus saja bergerak sesuai irama dan tempo yang semakin lama semakin cepat saat akan mencapai pelepasan. Sudah 2 ronde mereka lalui, dan di ronde yang ketiga pun akhirnya mereka beristirahat, Rendra takut jika ia terus memaksakan nafsunya, akan berujung pada Naura yang mungkin besok tak bisa berjalan.
****