"Mbak Naura kayaknya makin lengket aja sama Mas Rendra." goda Nita pada Naura yang baru saja mendudukkan tubuhnya di kursi setelah menghantarkan kopi milik Rendra ke dalam ruangannya, pria itu tadi sempat pesan kopi dari cafe seberang.
"Ya Alhamdulillah, Nit."
"Yaudah Mbak langsung aja disegerakan. Jangan ditunda-tunda lagi." timpal Dona.
"Doain ya, semoga secepatnya. Kalian juga dong, mana pacar kalian nggak dikenalin ke aku?"
Nita melirik Dona, "Dona habis putus, Mbak. Pacarnya ketahuan main belakang."
Naura mengernyit lalu memfokuskan pandangannya pada Dona. "Bener, Don?"
"Iya, Mbak. Udah gapapa, memang dasarnya dia aja b******k. Laki-laki nggak tau diuntung, suka pinjem duit, malam minggu yang bayar juga aku kalau pergi kemana-mana."
Naura terkekeh mendengar keluh kesah Dona. "Iya, bagus. Putusin aja, laki-laki kayak gitu jangan dipertahanin. Cari laki-laki lain yang lebih mapan biar hidup kita terjamin, ya Don?"
"Iya, Mbak." Dona mengacungkan jempolnya dengan masih menggenggam seuntai mawar yang masih akan dipasang.
Naura mengulum senyum lalu mengambil gunting dan juga satu mawar. "Kalau kamu gimana Nit?"
"Aku? Mbak yakin nanya aku tentang cowok?"
Naura mengangguk.
"Yaelah, Mbak-Mbak. Gebetan aja nggak punya aku. Apalagi pacar."
"Cari dong, masak nggak mau punya gitu?" ucap Naura tanpa mengalihkan pandangannya dari rangkaian bunga yang sedang ia susun.
"Ya mau sih, tapi gimana ya. Susah deh Mbak jelasinnya. Masih nggak pengen gini dulu,"
"Tapi jangan sampai kebablasan loh ya! Nanti kamu terlalu menikmati hidup kamu sendiri sampai lupa kalau belum punya pacar. Lain kali ingetin Nita, Don. Dia suka lupa," tutur Naura pada Nita.
Naura sudah menganggap Nita dan Dona sebagai adiknya sendiri. Naura yang anak tunggal kadang saat di rumah ia juga merasa kesepian.
Naura juga masih mempunyai dua cabang Florist, keduanya berada di daerah Sidoarjo.
"Lagi ngomongin apa sih?"
Naura terjengit kaget saat menyadari Rendra sudah ada di belakangnya. Bahkan pria itu sudah bersandar di punggung Naura.
"Ekhm! Cie..."
Naura mendesah mendengar ejekan Nita.
"Kenapa?" tanya Naura hati-hati pada Rendra. Namun Rendra hanya menggeleng.
"Kayaknya Mas Rendra lagi sakit ya? Pucet banget."
"Nggak kok cuma kecapekan aja."
Dona memandang tidak yakin pada Rendra yang saat ini tengah memejamkan matanya dan bersender di punggung Naura.
"Mbak Naura anterin Mas Rendra pulang aja deh. Kasian kayaknya Mas Rendra beneran sakit. Ini juga tinggal dikit lagi, kami berdua bisa handle kok."
Nita mengangguk menyetujui ide dari Dona.
"Beneran gapapa nih aku tinggal?"
Dona dan Nita serempak mengangguk.
"Yaudah deh, aku tinggal ya. Titip Florist sama pesanan nya, ya. Kalau ada apa-apa langsung telepon aja,"
"Siap, Mbak."
***
"Ren, kamu beneran sakit?"
"Nggak, Sayang. Nita sama Dona aja yang ngeyel. Padahal cuma capek sama lemes aja."
Setelah mengatakan itu Rendra langsung menginjak pedal gas nya.
"Sayang, aku langsung pulang aja deh." pinta Naura yang masih sibuk dengan tas nya. Sedangkan kekasih hatinya itu malah menukikkan kedua alisnya karena bingung dengan permintaan Naura. "Kok pulang?"
"Hm?" sejenak atensi Naura teralihkan dari barang-barang yang ada di dalam tas branded nya. "Ya mau ngapain lagi?"
Rendra menghela nafas panjang, ini nih yang paling Rendra tak suka dari Naura. Wanitanya itu orang yang tidak pekaan. Tangan pria itu memutar stir menuju gang dimana itu adalah jalan menuju sekolah Chila.
"Yang... Bukannya ini kesempatan kita untuk berdua? Mumpung Om Surya sama Tante Reta lagi keluar kota, jadi kamu gapapa kan kalau nginep lagi di rumah bareng aku sama Chila?" jelas Rendra panjang lebar sembari melirik sekilas pada Naura yang sedang menatapnya saat ini.
"Please, aku pengen kamu nginep lagi, Sayang. Kita manfaatin waktu yang kita punya untuk bersama," lanjut Rendra dengan nada rendah. Naura tau ada banyak nada harapan yang tersisipkan dalam kalimat panjang yang Rendra ucapkan itu.
Rendra butuh sosok Naura, dia butuh Naura sebagai wanitanya itu tetap berada di sampingnya. Ingin sekali dirinya itu datang kembali ke rumah kedua orangtua Naura dan mengutarakan kembali pinangan nya untuk Naura.
Tapi Rendra tau jika Surya maupun Reta sama-sama belum luluh terhadapnya.
Rendra mencintai Naura. Sangat. Rendra tak mau lagi jika harus kehilangan wanitanya itu untuk kedua kalinya.
"Makanya ayo nikah," nada serak terdengar.
Rendra dengan cepat menoleh dan mendapati Naura sedang menatapnya dengan kedua mata berkaca-kaca. Satu bulir air menetes membasahi pipi Naura.
Perlu kalian tau meskipun Naura adalah sosok yang sangat pengertian pada kekasihnya. Dia juga menyimpan rasa cemas, rasa sakit, juga rasa takut. Naura takut kehilangan Rendra yang mana dari saat SMA, Rendra digilai oleh para kaum hawa. Bahkan sampai sekarang masih bnyak yang terang-terangan menggoda kekasihnya itu. Entah itu di sosmed ataupun tempat umum. Naura tak selamanya tegar menjalani hubungan ini.
Di usianya yang akan menginjak 26 tahun ini. Bunda nya sudah menuntut dirinya untuk segera memiliki pendamping hidup. Bundanya berkata jika ingin segera memiliki seorang cucu.
Naura juga sendiri ingin segera memiliki bayi. Wanita itu sangat suka dengan bayi mungil yang sangat lucu.
Naura menelan saliva nya lalu menyandarkan kepala nya dengan pandangan yang kini sudah nenatap jalanan lewat jendela di sampingnya.
Kedua tangannya dengan cepat mengusap air mata yang terus mengalir. Namun saat itu juga Rendra sudah menghentikan mobil nya tepat di sebelah sekolah Chila.
"Hei, Ra.. Jangan nangis. Kita pasti akan nikah, tolong bantu aku mendapatkan restu kedua orangtua kamu." jemari kokoh Rendra meraih jemari Naura.
Berkali-kali mulut Rendra mengecupi punggung tangan Naura yang mana malah membuat Naura kembali menangis terisak.
"Sampai kapan Ayah sama Bunda kayak gini, Ren. Kita udah lama bujuk mereka, tapi sama aja hasil nya. Mereka tetep nggak pernah kasih restu."
Ya, memang benar sudah berkali-kali Rendra berkunjung untuk sekedar bertamu ke rumah kedua orangtua Naura. Namun yang didapat sama saja. Mereka sangat acuh dengan keberadaan Rendra.
Apa segitu buruk kah Rendra yang seorang duda dimata mereka?
"Sttt... Jangan nyerah dong, Sayang. Kita berjuang lagi ya? Mau kan?"
Isak tangis Naura kembali terdengar segera saja Rendra membawa wanita itu ke dalam pelukannya.
Naura sebenarnya sudah lelah berkali-kali membujuk kedua orangtua nya. Jika Bunda nya menginginkan seorang cucu, kenapa tidak langsung merestui dirinya dengan Rendra untuk menikah?
Bahkan sekarang baju Rendra sudah basah oleh air mata Naura. "Udah ya, nanti diliat Chila loh. Terus nanti yang dimarahin malah Ayahnya lagi."
"Jangan pernah tinggalin aku, ya Ren."
Rendra menggeleng perlahan sembari mengecup ubun-ubun wanita berambut sebahu itu.
"Kita akan selalu bersama,"
***