Chapter 6

1022 Kata
Sepasang netra sendu itu mengamati gerakan kekasih hatinya yang sedang sibuk mondar-mandir dari lemari kemudian ke arah ranjang. Helaan nafas keluar dari mulutnya, kakinya turun berjalan menuju wanita yang sempat ia gauli kemarin malam. Tangan kekarnya menarik lembut lengan wanita itu lalu membawanya ke dalam pelukan. "Berapa hari?" "Hm? Apa?" "Disana berapa hari?" "Nggak tau, Bunda cuma nyuruh aku kesana malam ini." Ya, malam ini wanita itu—Naura—akan pergi ke Semarang untuk menyusul kedua orangtuanya. Sepulang dari sekolah Chila tadi Naura diminta untuk terbang ke Semarang. Untung saja masih ada tiket pesawat yang tersedia untuknya malam ini. Inginnya menghabiskan waktu dengan Rendra dan Chila untuk jalan-jalan di mall malah gagal. Akhirnya Rendra memilih langsung mengantarkan Naura pulang dan menemani wanitanya itu untuk packing. Bahkan, Chila juga masih ikut dan sekarang ia tertidur di ranjang Naura. Dan ini pertama kalinya bagi mereka masuk ke dalam kamar Naura. Apalagi Chila, ini adalah kali pertama ia menginjakkan kakinya di rumah Naura. "Mobil kamu masih di rumahku, Ra." "Iya, nanti kalau udah pulang dari Semarang aku ambil kok." Naura mendongak dan langsung bertatapan dengan wajah Rendra. Cup. Kecup Rendra penuh kelembutan pada bibir Naura yang sangat menggoda menurutnya. "I will miss you," "Too," "Kalau udah selesai langsung balik, ya?" pinta Rendra lembut dengan jemari membenai rambut Naura. Padahal cuma Surabaya-Semarang. Rasanya sangat berat banget untuk kedua orang yang sedang dimabuk asmara ini. "Nanti aku anter ke bandara. Tapi kita mampir ke rumah Ibu dulu nitipin Chila." "Nggak diajak aja?" Rendra menggeleng sekilas. Rendra tau anaknya itu sedang senang-senangnya memamggil Naura dengan Mamah. Apalah daya jika nanti Chila malah melihat Mamah nya pergi meninggalkan nya untuk beberapa hari ke depan. *** "Hati-hati ya, kalau udah sampai kabarin." Rendra menepuk-nepuk sekilas kepala Naura. "Siap, komandan!" "Okay, bagus. Udah semua kan? Nggak ada yang ketinggalan?" "Ada," Rendra menukikkan alisnya. "Hatiku ketinggalan di kamu," Pria itu tersenyum miring tapi sedikit terdapat kedutan disana. Alisnya naik sebelah. "Nggak usah gombal-gombal. Nggak cocok," Naura meninggikan kedua bahunya acuh, "Biarin," "Awas kalau sampai aku tau kamu ke cowok lain kayak gitu," "Halah, cemburuan juga kan? Gitu katanya tadi nggak cocok-nggak cocok." cibir Naura sebal, memutar kedua bola matanya. Pria itu tak menjawab namun tanganya meraih Naura ke dalam pelukannya. "Boleh nggak kalau aku minta kamu nggak usah pergi, Ra?" "Masak gitu? Mana boleh, Ren. Bunda aja maksa banget ditelepon pas minta aku dateng kesini." ucap Naura sembari membalas pelukan hangat Rendra. Wanita itu menghirup sebanyak-banyaknya bau badan Rendra yang selalu wangi untuk nanti disimpannya sebagai kenangan beberapa hari kedepan. "Emangnya kalau kamu kesana kaki kamu nggak sakit dibuat jalan-jalan terus?" bisik Rendra pelan. Wanita itu mengangguk, Rendra bisa merasakan dipundaknya. "Masih suka nyeri-nyeri gitu," "Maaf ya, padahal aku mainnya nggak kasar, Yang." kecupan beberapa kali dilayangkan di kepala Naura. "It's okay," Hening beberapa saat, mereka saling mengelus punggung dengan perlahan. Sebelum cicit lirih terdengar di telinga Rendra, "Ren... Pengen cium, masa." Rendra tertawa terbahak mendengarnya. "Nggak bisa, Sayang. Ini di tempat umum, nggak sopan. Nanti kalau kamu udah balik ke Surabaya deh." Rendra melepaskan pelukannya dan segera membingkai wajah Naura dengan telapak tangannya yang besar itu. "Iya deh," Menit selanjutnya Naura sudah harus menuju tempat check in meninggalkan Rendra yang masih setia menatap punggung wanita cantiknya. Lihatlah dari sini Naura berjalan dengan begitu elegannya. Tubuh jenjangnya, rambut wavy nya, serta tubuh yang sangat pas proporsi nya itu sedang menarik koper. Penampilannya yang biasa dengan hanya mengenakan sweater turtleneck abu-abu, celana jeans hitam, sepatu kets putih, juga kacamata hitam yang bertengger manis menutupi kedua bola mata Naura. Oh iya, satu lagi tak lupa tas selempang hitam hadiah dari Rendra di ulang tahunnya tahun kemarin. Setelah Naura menghilang dari pandangan barulah Rendra berbalik pergi meninggalkan tempat berpijaknya tadi. Untuk malam ini mungkin dia akan menginap di rumah sang Ibu. Karena Rendra sadar dia tiap paginya sudah ketergantungan dengan Naura. Apa-apa Naura, bangunin tidur Naura, siapin sarapan Naura, siapin baju Naura, menyiapkan segala kebutuhan putrinya juga Naura. Maka dari itu dia takut jika ia pulang ke rumah maka besok pagi akan keteteran dalam mengurus dirinya sendiri juga putri kecilnya yang harus sekolah. Rendra bergegas menancapkan gas nya menuju rumah untuk mengambil beberapa helai pakaian kantor dan juga seragam sekolah milik Chila. Rendra berubah pikiran, dia tidak jadi menginap sehari, dia akan menginap beberapa hari kedepan. Kini dia telah sampai di kediaman Bapak serta Ibu nya. "Ayahh...," sapaan nyaring merasuki indera pendengaran nya saat memasuki rumah itu. Rendra segera menyalami kedua orangtuanya dan meletakkan tas ransel yang ia bawa tadi di sofa. "Kok belum tidur?" "Belum, tadi Chila belajar berhitung lagi sama Uti." "Ohya? Jadi pinter dong anak Ayah." "Iya dong," Chila bergelayut manja dalam pangkuan sang Ayah. "Mamah udah pulang, ya?" Rendra mengangguk mantap dan mengecup pelipis Chila. "Seneng banget ya punya Mamah, Chil?" suara wanita paruh baya itu merebut atensi tiga orang yang ada disana, Rendra, Chila dan Agus—Ayah Rendra. "Seneng bangettttttttt, Uti." cengiran lebar hingga mata Chila menyipit membentuk bulan sabit. Agus serta Ririn sudah tau jika Chila merubah panggilannya ke Naura dengan sebutan Mamah. Agus juga Ririn sangat senang dengan Naura, Rendra yang mengenalkan Naura saat mereka masih belum jadi sepasang kekasih. Menurut mereka, Naura gadis yang baik, sopan, ramah, dan supel. Tapi apakah masih bisa disebut gadis saat anak mereka sudah menjebol gawang milik Naura? "Tuh Ren, Chila aja udah setuju banget kalau kamu sama Naura nikah. Mau nunggu apa lagi?" "Bentar, Bu." "Bentar-bentar terus Ibu dengernya." Rendra sengaja tidak menceritakan soal hubungan dirinya dan juga kedua orangtua Naura. Rendra tak mau orangtuanya malah kepikiran. "Kalau punya niat baik itu disegerakan, Ren. Mau nunggu apalagi kamu? Memang kamu mau Naura di senggol cowok lain? Naura itu cantik siapa yang nggak mau kalau liat dia, pasti sekarang aja masih banyak yang mau nunggu Naura." ucap Agus. "Iya, Pak. Aku takut, aku takut kehilangan Naura. Wanita yang sangat aku cintai. Dari dulu aku selalu berat dalam menjaganya. Aku selalu takut kehilangannya. Apalagi aku cuma seorang duda yang sudah punya anak. Mungkin mudah saja Naura meninggalkan ku karena statusku ini, tapi aku bersyukur karena dia masih mau menetap di sisiku." Gumam Rendra dalam hati. "Doakan saja, Pak, Bu." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN