Dijodohkan
Amira Larasati, seorang wanita berusia 27 tahun, putri tunggal dari Robinson Darmoko. Wanita yang memiliki paras wajah cantik dengan kulit putih bersih membuat siapapun yang melihatnya takjub dan terpesona. Kekayaan yang dimiliki ayahnya membuat Amira tak pernah kurang satu apa pun, ia hidup dengan bergelimang harta. Oleh karena itu, Robinson tidak main-main dalam hal memilih pendamping hidup untuk anak semata wayangnya itu. Ia berencana akan menjodohkan Amira dengan salah satu CEO ternama di salah satu perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaannya.
Suasana di ruang makan di pagi hari, tampak Amira dan Robinson sudah duduk saling berhadapan di sebuah meja makan yang luas. Ruangan yang hanya terdapat oleh mereka berdua.
"Sayang, ada yang ingin papa bicarakan. Ini hal yang sangat penting," ucap Robinson dengan senyum yang mengembang.
"Ya, pah, ada apa?" tanya Amira penasaran akan apa yang ingin dibicarakan oleh sang ayah.
Robinson sejenak menjeda perkataannya. Ia sebenarnya ragu karena tahu karakter putrinya yang memang tidak suka bila dipaksakan akan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. Namun, pria paruh baya itu tetap mengutarakan niatnya, walau masih terbesit keraguan dalam pikirannya.
"Papa ingin menjodohkanmu dengan rekan bisnis papa dan kamu tidak boleh menolaknya."
Mendengar akan hal itu Amira yang sedang makan seketika tersedak hingga ia terbatuk.
"Papa enggak bercanda kan? Papa ini apa-apaan sih pakai jodoh-jodohin Amira segala. Memangnya Amira ini anak kecil, lagipula Amira tidak kenal dengan orang yang Papa maksud." Amira langsung menolak rencana sang ayah. Bahkan raut wajahnya kini sudah menampilkan semburat kesal penuh amarah.
"Papa enggak bercanda, sayang. Lagipula usia kamu sudah cukup untuk menikah. Kamu harus menyetujui rencana perjodohan Papa, kalau kamu menolaknya jangan harap kamu bisa mendapatkan harta warisan dari Papa."
Perkataan Robinson benar-benar membuat Amira menjadi bingung. Ia kini mulai ragu untuk menolak rencana dari sang ayah. Sampai akhirnya, ia menerima perjodohan itu dengan berat hati.
"Aku tidak memiliki pilihan lain. Lagipula aku tidak bisa bila hidup tanpa kemewahan. Bagaimana jadinya kalau aku sampai dicoret dari hak waris dari harta Papa. Sebaiknya aku terima dulu, nanti aku akan pikirkan cara lain," batin Amira memutuskan setelah menimang segala hal yang akan terjadi ke depannya bila ia sampai menolak keinginan sang ayah.
***
Di dalam kamar, setelah perbincangan dengan ayahnya tadi pagi di meja makan, seharian ini Amira sangat murung. Bahkan ia pun malas berangkat ke kantor untuk bekerja. Ya, Amira bekerja di perusahaan milik ayahnya sebagai direktur utama. Ia masih tidak habis pikir akan rencana ayahnya yang akan menjodohkannya dengan orang yang bahkan tidak ia kenal sama sekali.
"Kira-kira apa yang harus aku lakukan agar papa membatalkan perjodohan itu?" gumam Amira mulai memutar otak dengan keras.
Setelah beberapa menit hanya diam dan berpikir, Amira pun akhirnya mulai terbesit sebuah ide. Wanita itu kini langsung meraih ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas untuk menghubungi seorang pria yang merupakan sahabat dekatnya. Pria tampan itu bernama Devan.
Melalui perbincangan lewat sambungan teleponnya, Amira meminta agar Devan menjadi pacar pura-puranya dan Devan pun menyetujuinya karena memang sebenarnya pria itu sudah sejak lama memiliki perasaan terhadap Amira.
"Hallo Van, aku mau minta tolong boleh?" Tanya Amira lewat telepon genggam.
"Ya mir, mau minta tolong apa?"sahut Devan di seberang telepon.
"Gini loh Van, aku mau minta tolong kamu mau enggak jadi pacar pura-pura aku untuk sementara waktu?" Devan terdiam. Ia merasa heran dan seketika menjawab "Iya" tanpa mengetahui terlebih dulu apa alasannya Amira meminta bantuannya untuk menjadi pacar pura-puranya. Sebelum mengakhiri sambungan teleponnya, Amira mengajak Devan untuk bertemu di sebuah cafe yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya.
***
30 menit pun berlalu dengan begitu cepat. Sinar matahari semakin terik menerpa semesta. Membuat kulit siapapun pasti akan terasa panas ketika terkena sengatan sinarnya.
Tepat di sebuah cafe yang terletak di kawasan Senopati, seorang pria yang memiliki postur tubuh tinggi tegap dengan kulit sawo matang tampak sudah berada di sana dengan segelas kopi di atas meja, menemani waktu menunggunya.
Di tengah waktunya menunggu, Amira pun mulai terlihat menghampiri Devan.
"Hai Dev, maaf lama menunggu," ucap Amira yang baru datang dengan tergesa-gesa karena tidak enak kepada Devan yang sudah lama menunggunya.
"Hai Mir," sahut Devan yang tetap tersenyum, walau sudah lama menunggu kedatangan Amira.
"Maaf ya, Van. Tadi itu macet banget di jalan." Alasan klise coba dilontarkan oleh Amira, padahal pria itu sudah tahu kebiasaan sahabatnya yang memang selalu datang terlambat bila mereka ada janji untuk bertemu.
Sebelum masuk ke dalam topik perbincangan, Devan terlebih dulu memesan makanan dan minuman favorit Amira. Makanan yang sederhana, yaitu nasi goreng dan segelas ice lemon tea.
Sambil menunggu pesanan Devan datang, Amira pun mulai mengutarakan niatnya untuk bertemu dengan Devan. Tanpa rasa ragu, Amira menceritakan apa yang dibicarakan oleh ayahnya pagi tadi. Sesuatu yang benar-benar membuatnya pusing dan merasa sangat kesal. Sebuah perjodohan yang sangat ia benci.
"Aku dijodohin sama papa, Van. Makanya, aku minta tolong sama kamu agar kamu mau pura-pura menjadi pacar aku agar penjodohan itu batal," pinta Amira dengan raut wajah yang sendu, tapi tidak membuat kecantikan di wajahnya sirna.
Devan sejenak diam. Menatap wajah Amira yang selalu berhasil membuat kedua matanya nyaman untuk memandang.
"Oke lah aku mau menjadi pacar pura-puramu," jawab Devan. Hatinya kini berbunga-bunga karena mau bagaimanapun ia tidak bisa membohongi perasaannya. Perasaan yang tak pernah berhasil disampaikannya.
Hari itu, mereka pun akhirnya resmi menjadi pacar pura-pura untuk sementara waktu. Setelah saling sepakat, keduanya mulai menyantap makanan dan minuman yang telah dihidangkan oleh seorang pelayan di atas meja. Suasana yang penuh canda dan tawa itu benar-benar tercipta ketika kedua sahabat yang tengah berbincang, kini saling melontar pujian satu sama lainnya.
***
Beberapa hari kemudian, Robinson mengadakan pertemuan dengan seorang pria bernama Andre Stevano. Seorang pria kaya raya dan mapan yang menjadi pilihannya untuk menjadi suami dari putrinya.
Siang itu, tepatnya pukul 11.00, tampak keluarga Andre sudah berada di ruang tamu bersama dengan Robinson. Mereka mulai terlibat membicarakan tentang perjodohan yang sudah disetujui oleh Amira.
Usai pertemuan dengan dua keluarga kaya raya itu, Amira semakin kesal dan menelepon Devan untuk bertemu. Akhirnya, Devan dan Amira pun kembali bertemu di sebuah cafe tempat biasa mereka bertemu. Amira menceritakan kekesalannya terhadap ayahnya yang tidak mau mengerti akan hati dan perasaannya, tetapi seketika kekesalan Amira berubah menjadi tawa bahagia. Ya, Devan selalu saja bisa membuat hati Amira yang sedih menjadi berbunga kembali. Pria itu seolah mengerti, bagaimana caranya agar Amira tidak terlalu lama bersedih dan murung. Dengan kehangatan yang tulus dari Devan, awalnya Amira tidak memiliki rasa terhadap Devan. Namun, semakin lama timbul benih-benih rasa cinta di hati Amira untuk Devan, walau tidak bisa ia ungkapkan secara langsung. Menurut Amira, hanya Devan yang bisa membuat hatinya tenang dan merasa hangat.
Perbincangan antara Devan dan Amira sungguh hangat dihiasi canda dan tawa. Namun, tanpa mereka sadari dari kejauhan tampak seorang pria sedang memandang kesal ke arah Amira dan Devan. Pria itu adalah Andre, calon suami Amira yang sudah lama berdiri memperhatikan dua sejoli yang sedang asyik bersenda gurau. Ternyata Andre mengikuti ke mana Amira pergi secara diam-diam.
Merasa sangat kesal dengan apa yang dilihatnya, Andre pun pergi karena tidak tahan calon istri yang sudah lama ia sukai sejak pandangan pertama di sebuah pertemuan bisnis terlihat sedang berbagi tawa dengan pria lain. Setelah tiba di pelataran lobi cafe, Andre langsung masuk ke mobil mewahnya dengan raut wajah yang kesal. Sambil berdecih kesal, pria itu pun mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sementara itu, Rachel yang tahu akan pertemuan Amira dengan Devan kini menjadi murka. Ia tidak terima akan kedekatan Amira dan Devan karena memang Rachel masih menaruh hati terhadap Devan atas perpisahannya dengan pria itu beberapa tahun silam.
"Awas kamu, Amira. Aku tidak akan membiarkanmu bahagia di atas kesedihanku. Hanya aku yang boleh menjadi kekasih Devan dan bukan kamu!" kecam Rachel yang baru saja masuk ke mobilnya setelah tidak menemukan keberadaan Devan di rumahnya. Ya, Rachel mengetahui kepergian Devan bersama Amira dari salah satu pelayan yang bekerja di rumah itu.
Bersambung...