Perkelahian

1182 Kata
Sinar matahari di pagi hari menyorot masuk melalui celah-celah jendela kamar Amira, mengenai wajah halusnya. Ia terbangun seketika mengingat pagi ini ia ada rapat penting dengan klien besar di perusahaannya. Ia bergegas untuk mandi dan bersiap-siap. Setelah siap, Amira pun bergegas menuju ke ruang makan untuk sarapan, tapi pagi ini ia tidak melihat sosok ayahnya yang dari beberapa hari lalu selalu membuatnya kesal karena rencana perjodohan yang dibuat ayahnya. "Ah, syukurlah. Tidak ada ayah, itu artinya aku bisa sarapan dengan tenang tanpa ada drama," batinnya yang merasa sangat bersyukur. Ya, ayahnya sudah berangkat lebih awal karena harus pergi ke Surabaya menghadiri rapat penting di perusahaannya tersebut. Selesai sarapan, Amira pun bergegas pergi ke kantor menggunakan mobil mewah berwarna merah, warna favoritnya. Ia melaju di tengah jalanan ibukota yang selalu dipenuhi dengan ribuan kendaraan. Ia berpacu dengan kendaraan-kendaraan lain yang selalu membuatnya jenuh. Tepat pukul 08.00 ia sampai di depan lobi perusahaan milik keluarganya. Ia menitipkan mobil mewahnya kepada scurity untuk di parkir di basement. Ia berjalan layaknya model, semua memberi hormat mengingat Amira adalah pewaris tunggal perusahaan tersebut. Ia berjalan menuju ruang rapat di mana sudah ada klien yang menunggunya. Sampai di ruang rapat, betapa terkejutnya Amira melihat ada Andre duduk bersandar bersama beberapa orang lainnya. Ya, klien Amira hari ini adalah Andre, calon suami yang telah dijodohkan oleh ayahnya. Hari ini Andre akan membahas tentang bisnisnya yang bekerjasama dengan perusahaan tempat Amira bekerja sembari membicarakan tentang hubungan mereka selanjutnya. "Sial, kenapa masih pagi begini aku harus bertemu dengannya," gumam Amira dengan raut wajah kesal karena melihat orang yang tidak ingin pernah dilihatnya kini berada di depan matanya. Andre yang terus memasang senyum di bibirnya karena ia sangat bahagia melihat betapa cantiknya calon istrinya tersebut. Wanita yang berhasil membuat hatinya selalu berdebar saat melihatnya, tak disangka wanita secantik Amira lah yang sebentar lagi akan menjadi istrinya, meskipun Andre tahu Amira tidak pernah mencintainya, tapi Andre akan terus berusaha agar bisa membuat Amira jatuh cinta kepadanya secara perlahan. Dua jam berlalu, sekitar pukul 10.00 rapat telah usai. Semua orang yang ada di ruang rapat bersiap untuk meninggalkan ruangan rapat tersebut. Terlihat Amira yang ingin terburu-buru meninggalkan ruangan tersebut karena ia tidak ingin berlama-lama berada di dalam satu ruangan bersama Andre. Saat ingin membuka pintu, Andre berhasil meraih tangan Amira dan menariknya perlahan, mengajaknya berbicara sejenak, Amira pun menurut dengan lemas. "Ya, ada apa? Kenapa kamu menarik tanganku?" tanya Amira dengan nada kesal karena memang Amira sudah jenuh berada di dalam satu ruangan dengan Andre. Mendengar ucapan Amira, Andre hanya tersenyum manis dan mencoba setenang mungkin agar tidak membuat Amira lebih membencinya. "Bisakah kita makan siang bersama? Saya ingin membicarakan perihal tentang perjodohan kita. Banyak sekali yang harus kita persiapkan, Amira." Andre berucap dengan suara baritonnya yang lembut, mampu membuat hati wanita mana pun menjadi terpaku bila mendengarnya, kecuali Amira. "Maaf, tidak bisa. Aku sibuk!" Jawaban Amira singkat dan padat. Amira pun pergi meninggalkan Andre yang berdiri mematung dan heran akan sifat keras kepala Amira. Sampai di lobi, Amira sudah ditunggu oleh Devan. Ternyata sewaktu rapat berlangsung, Amira diam-diam mengirim pesan kepada Devan dan mengajaknya bertemu. Dari kejauhan tampak Andre melihat dengan jelas kedekatan antara Amira dan Devan. "Nampaknya kamu ingin bermain-main denganku Devan!" Ucap Andre dengan senyum sinisnya dan nada serius. Ia mengambil handphone yang ada di dalam saku jasnya dan menelepon seseorang. *** Di sebuah cafe di daerah Senopati terlihat dua sejoli sedang menyantap makanan sambil bersenda gurau, mereka adalah Amira dan Devan. Dua sejoli yang semakin hari semakin hangat dalam membagi kasih tanpa mereka mengutarakan perasaan mereka satu sama lain. Mereka tidak sadar kalau sebenarnya bahaya sedang mengancam mereka berdua. Selesai makan siang sekitar pukul 13.00 Devan mengantar kembali Amira ke kantornya karena masih banyak kerjaan yang harus dikerjakan Amira. Setelah selesai mengantar Amira, Devan pun langsung pergi meninggalkan kantor Amira dan kembali ke restoran miliknya sekaligus kantor tempat dia bekerja. Di tengah perjalanan, Devan dihadang oleh dua buah mobil. Seketika Devan mengerem mobilnya. "Sial, siapa yang berani mengganggu perjalananku?" umpat Devan dengan kesal sambil menarik rem tangan mobilnya. Nampak beberapa orang bertubuh besar turun dari mobil yang menghadang Devan dan menghampiri mobil yang dikendarai Devan. Ketika Devan turun, tanpa basa basi beberapa orang pria tersebut menghajar Devan dengan membabi buta. Dengan jumlah yang tak seimbang, Devan tidak dapat melawannya dan hanya bisa pasrah. Ketika Devan sudah lemas, muncul sosok yang tidak asing baginya. Ya, dia adalah Andre, calon suami Amira. Ternyata beberapa pria bertubuh besar yang menghajarnya tadi merupakan orang suruhan Andre. Andre pun langsung menghampiri Devan yang terkulai lemah tak berdaya. "Ini peringatan untukmu karena kamu telah bermain-main denganku. Jauhi Amira atau kamu akan bernasib lebih parah dan mengenaskan daripada sekarang." peringatan Andre kepada Devan dengan wajah sangarnya tapi tidak menghilangkan ketampanan di wajahnya. Devan tidak menjawab, ia hanya tertunduk lemas menahan sakit di bagian perut dan wajahnya. Setelah melontarkan kata peringatan tersebut, Andre pun langsung pergi meninggalkan Devan yang tak berdaya. *** Begitu mendengar kabar bahwa Devan berada di rumah sakit, Amira langsung menghampiri Devan. Ya, Devan dibawa ke rumah sakit oleh tukang ojek yang menemuinya tergeletak di jalan tidak sadarkan diri. Setelah siuman, Devan meminta tolong kepada suster untuk menghubungi Amira dan memberitahu Amira kalo dirinya berada di rumah sakit. Devan menceritakan semua kejadian siang itu kepada Amira. Mendengar cerita Devan, Amira sangat murka dan marah. Amira mencoba menghibur Devan agar mengurangi rasa sakit yang Devan rasakan. "Awas aja kamu Andre, berani-beraninya kamu melakukan hal seperti ini kepada Devan, kekasihku," umpat Amira di dalam hatinya yang tidak terima jika kekasih pura-pura yang dia cintai tergeletak lemas di ranjang rumah sakit. *** Pagi harinya, seperti biasa Amira pergi berangkat ke kantor tempat ia bekerja. Tapi sebelum sampai di kantornya, Amira terlebih dahulu mampir ke kantor Andre, ia ingin bertemu dengan Andre untuk membahas kejadian kemarin yang menimpa Devan, kekasihnya. Begitu sampai di lobi perusahaan Andre, Amira langsung menaiki lift dan menuju ruang kerja Andre. Setelah sampai di ruang kerja Andre yang terlihat luas dengan tatanan rapi, dengan warna cat hitam tapi sangat pas dan cocok dengan penataan ruangan tersebut, menambah kesan klasik ruangan kerja Andre. Tanpa basa basi, Amira langsung memberondong Andre dengan banyak pertanyaan. Mendengar amarah Amira, Andre yang tengah sibuk dengan berkas-berkasnya hanya tersenyum seperti biasa. Ya, seberapa pun marahnya Amira kepadanya, ia tidak akan sanggup untuk marah kepada calon istri yang dicintainya tersebut. Andre tetap berusaha setenang mungkin menghadapi sikap Amira. "Maksud kamu apa menyuruh orang untuk menghajar Devan?" cecar Amira yang sudah dibalut emosi di tubuhnya, tak peduli sekarang dia sedang berada di mana. "Saya hanya melakukan apa yang harus aku lakukan Amira," ucap Andre setenang mungkin sambil mencoba membelai wajah mulus Amira tapi seketika tangan Andre ditepis oleh Amira. "Aku peringatkan sama kamu ya, jangan pernah kamu ganggu hubungan aku dengan Devan, kita memang akan menikah tapi bukan karena cinta melainkan karena perjodohan," ucap Amira dengan sedikit menekan kata perjodohan berharap agar Andre sadar kalo mereka akan bersama itu karena perjodohan. Tak banyak lagi yang diucapkan Amira, setelah melontarkan kata-kata sarkasnya itu, ia pergi meninggalkan ruang kerja Andre, dan seperti biasa Andre hanya tersenyum memandang punggung wanita yang dicintainya itu melangkah pergi. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN