1. Ini Anak mu Mas.
Hatiku berdesir panas saat kedatangan tamu tidak di undang di rumahku, Luna mantan istriku yang telah ku ceraikan lima tahun yang lalu datang dengan membawa seorang putri kecil yang manis dan lucu bernama Zahra.
"Ini adalah Zahra Mas, putri kita." Ucap Luna dengan lembut dan anggunnya, tidak ada raut kemarahan di wajah Luna.
"Kamu pasti bohong, Mas Lintang tidak pernah menyentuh kamu, tiba-tiba kamu datang membawa putrinya, bagaimana ceritanya." Serina yang mewakili ku berbicara, wajahnya merah padam menyiratkan kemarahan yang besar. Serina adalah istriku, kami telah menikah hampir empat tahun.
"Mbak Serin silahkan tanya pada Mas Lintang , minta beliau jujur." Ucap Luna santai namun tegas.
Setelah itu Luna pamit pulang dengan membawa Zahra.
Serina menatapku berang, matanya berkilat menandakan amarah, kedatangan Luna malam ini benar-benar membawa petaka dalam rumah tangga kami.
"Jujur Mas! Apakah kamu pernah menyentuh wanita kampung itu?" Bentak Serina dengan telunjuk mengarah padaku, tidak ada lagi rasa takut dan hormat yang selama ini dia junjung tinggi dalam berbicara padaku.
Aku terdiam, tidak bisa menjelaskan apa yang di pertanyakan oleh Serina.
"Jawab Mas!" Suara Serina semakin tinggi, matanya membola seakan keluar api.
Suaraku tercekat hanya sebatas kerongkongan, kesalahan yang telah terjadi kini menjadi boomerang dalam rumah tanggaku yang tentram, ini semua karena Luna, wanita yang yang pernah menjadi istriku karena sebuah perjodohan.
"Kalau kamu tidak jujur aku pergi dari rumah ini Mas Lintang!" Serina menggertak, dia berdiri dari duduknya untuk meninggalkanku, ku tarik lengannya agar dia menghentikan tindakannya.
"Oke, Mas akan jujur tapi kamu jangan marah Serina, ini hanya sebuah kesalahan." Entah bagaimana aku ingin mengatakan pada Serina apa yang terjadi, jujur salah, tidak jujur semakin salah.
"Jadi benar kalau anak itu anak kamu Mas?" Tanya Serina dengan suara bergetar, matanya mulai berkaca-kaca, kemarahan yang ada di dalam diri Serina kini berganti dengan kesedihan.
"Serina, maafkan Mas." Aku memeluknya, mengusap punggungnya untuk memberikan ketenangan, walaupun sebenarnya hatiku pun gelisah.
"Kenapa Mas? Kenapa kamu bohong padaku? Kamu bilang kamu tidak pernah menyentuh wanita kampung itu, kamu terpaksa menikah dengannya, tapi nyatanya dia datang kembali dengan membawa anak kamu Mas!" Serina memukul dadaku berkali-kali untuk melampiaskan kekecewaannya.
"Maafkan Mas Serina, semua yang terjadi di luar kendali ku, semua itu terjadi karena aku mabuk dan pikiranku tidak waras, aku menyangka kalau Luna adalah kamu dan terjadilah hal yang tidak di inginkan itu, aku tidak pernah menyangka jika setelah itu Luna hamil karena setelah kejadian itu aku menjatuhkan talak pada Luna, Luna pulang kampung kemudian aku menggugatnya di pengadilan, sekali lagi maafkan aku Serina." Aku memohon pengampunan pada Serina, apa yang terjadi hari ini aku tidak ingin sampai rumah tanggaku dan Serina berantakan, aku sangat mencintai Serina.
"Kenapa kamu tidak jujur Mas? Kenapa? Kenapa baru sekarang kamu jujur padaku?" Serina terlihat putus asa wajahnya bersimbah dengan air mata, aku sungguh iba melihatnya seperti ini.
"Aku takut kehilangan kamu kalau aku jujur." Ucapku pilu, kuhapus semua air mata yang ada di wajah Serina.
"Serina, maafkan aku, aku tidak punya pilihan." Ucapku lirih.
***
Aku dan Serina sudah duduk di sebuah kafe untuk bertemu dengan Luna, kami sepakat untuk membicarakan masalah ini lebih lanjut, aku senang Serina telah memaafkan ku, tapi dia ingin aku benar-benar memastikan bahwa anak yang di bawa oleh Luna tempo hari adalah benar darah dagingku.
"Apa buktinya kalau anak itu anaknya Mas Lintang?" Serina mulai proses interogasi saat Luna sudah duduk di hadapan kami.
Hari ini Luna terlihat anggun sekali dengan menggunakan abaya bewarna hitam dengan jilbab bewarna abu-abu yang menutupi d**a, meskipun pakaiannya terlihat biasa dan sederhana namun pembawaan Luna yang tenang dan anggun dia terlihat seperti wanita berkelas dan elegan, jauh berbeda saat dirinya menjadi istriku.
"Saya mengatakan yang sejujurnya, tergantung Mas Lintang dan Mbak Serina mau percaya atau tidak." Jawab Luna tenang dan bersahaja, aku sampai terkesima dengan jawaban Luna, tidak ada ketakutan atau keraguan sedikitpun dalam setiap perkataannya, setiap dia berbicara dia sangat berani menatap lawan bicaranya, ini menandakan kalau Luna punya kepercayaan diri yang tinggi.
"Semua wanita bisa saja datang kehadapan kami dengan membawa seorang anak dan mengatakan anak itu anak Mas Lintang, kamu sengaja melakukan ini untuk menghancurkan rumah tangga kami kan? Saya tau kamu punya akal busuk dan iri, bisa saja anak itu bukan anak Mas Lintang." Serina berusaha menyudutkan Luna, memberikan sedikit penekanan saat berbicara, namun Luna masih terlihat santai dan tidak terpengaruh dengan ucapan Serina.
"Luna, bicara jujur, kita melakukanya hanya satu kali dan aku dalam keadaan mabuk, rasanya tidak mungkin sampai kamu hamil." Aku juga ikut menambahkan apa yang di ucapkan oleh Serina.
Luna tidak langsung menjawab, bola matanya yang bulat dengan bulu yang lentik dan lebat memandang aku dan Serina secara bergantian.
"Saya tidak memaksa Mas Lintang dan Mbak Serina percaya, saya membawa Zahra kepada Mas Lintang karena Zahra yang terus menanyakan di mana ayahnya."
"Alasan! Bilang saja kamu mau menghancurkan kebahagian keluarga kami, atau jangan-jangan kamu tidak bisa melupakan Mas Lintang?" Serina mulai melancarkan tuduhan pada Luna.
Tuduhan Serina di balas senyuman oleh Luna "Sepertinya Mbak Serina terlalu berlebihan, dan jika pertemuan ini hanya ingin menyudutkan saya, saya undur diri, semoga Mbak Serina dan Mas Lintang berbahagia." Luna berdiri "Saya permisi." Lalu meninggalkan kami.
Aku terhenyak beberapa saat, berhadapan dengan Luna saat ini cukup membuatku terkesima, kharisma nya dalam berbicara dan bersikap sangat teratur dan bertatakrama, dia bukan Luna yang dulu, gadis kampung yang bodoh dan polos, berbicara saja tidak pernah mengangkat wajah.
"Lihat Mas, sepertinya wanita itu sangat bodoh, ingin menghancurkan keluarga kita dengan cara yang sudah kuno, aku yakin anak itu bukan anak kamu Mas! Beruntung kita tidak terpedaya, dasar licik." Gumam Serina sambil menatap kepergian Luna.
Aku masih terdiam, pikiranku bercampur aduk, antara masa lalu dan masa kini, hatiku mulai di gerogoti kebimbangan, mungkinkah gadis kecil itu anakku dan Luna? Atau Luna berbohong demi menghancurkan rumah tanggaku karena dendam, seperti yang di katakan oleh Serina.
"Mas! Kok kamu diam aja?" Serina menyenggol lenganku.
"Ah iya, maaf Serina, aku jadi gak fokus."
"Kamu mikirin apa sih Mas? Mikirin Luna dan anaknya?"
Aku tersenyum hambar dan menggelengkan kepala, meskipun pada kenyataan apa yang di ucapkan oleh Serina benar, di dalam kepalaku aku memikirkan Luna tapi Serina tidak boleh tau, aku tidak ingin membuatnya cemburu apa lagi sakit hati.