“Masih mau nawar? Dasar tidak tahu diri!?” Madame Sherlyn menampar Nanda.
“Apapun akan kulakukan asal aku diberi jatah waktu sampai pergantian bulan untuk tinggal di sini.”
“Hmm, tawaran yang menarik,” ujar Madame Sherlyn sambil memanggutkan kepala. “Kamu boleh tinggal di sini selama pergantian bulan, toh asisten rumah tanggaku sedang ambil cuti karena harus pulang kampung seminggu. Tapi, dengan syarat, kamu harus tidur di gudang, bersihin satu villa sehari dua kali, buatin kami makan, juga memotong seluruh rumput di halaman. Aku tidak mau tahu, setelah Bi Lijah kembali ke villa, barang-barangmu harus sudah dikemas dan kamu harus pergi saat itu juga. Bagaimana, kamu sanggup?”
“Tukang kebun ke mana? Kenapa harus aku yang memotong rumput?”
“Sanggup apa nggak?!” Madame Sherlyn kembali membentak. “Misal nggak sanggup, silakan tanda-tangani surat cerai dan pergi dari sini!”
“Sepakat,” pungkas Nanda, yang tidak mau dipusingkan lagi dengan omelan Madame Sherlyn.
“Oke, aku tinggal ke kantor sebentar. Sampai aku balik dari kantor dan villa belum dibersihkan, aku nggak segan usir kamu mentah-mentah!”
Nanda mengelap keringatnya, dia terlampau capek karena semua pekerjaan rumah harus dia lakukan. Mulai dari memasak tiga kali sehari, belanja di supermarket, menyapu, bahkan mengepel villa mewah tiga lantai ini seorang diri. Setiap hari Nanda melakukan itu semua, tidak ada kata libur.
Selain harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah, Nanda juga dibebankan tugas sebagai supir pribadi seluruh Keluarga Setiawan.
Tidak ada waktu istirahat bagi Nanda.
Setelah seharian penuh melakukan pekerjaan rumah, dia harus mengantar ibu mertua dan adik iparnya pergi membeli hadiah-hadiah mewah untuk ulang tahun Rika.
Tidak berhenti sampai di situ, Nanda juga diminta menjmeput Claudia saat jam pulang kantor. Menunggu keluarnya Claudia di depan mobil, Nanda tiba-tiba dihampiri seorang perempuan tidak dikenal.
Perempuan itu mengenakan pakaian serba hitam, termasuk kacamata yang baru saja dia lepas. Nanda memandang perempuan itu, sepertinya mereka pernah bertemu, tapi entah kapan dan di mana. Setiap kali Nanda coba mengingat siapa perempuan itu, kepalanya terasa pening.
Padahal, baru tadi siang dia bertemu Mila di dekat tempat kerja.
Usut punya usut, sakit yang diderita Nanda masih terlampau parah dan operasinya tidak berjalan mulus. Jadi, pada waktu-waktu tertentu, khususnya saat Nanda sedang tidak fit atau penat, ingatannya sangat kacau sampai-sampai dia lupa telah bertemu Mila empat jam yang lalu.
“Nanda, lama tak jumpa,” sapa perempuan itu.
Pria itu tersentak, bagaimana mungkin perempuan yang tidak dia kenal, tiba-tiba mengatakan lama tak jumpa. “Hah? Kamu bicara denganku?”
Melihat reaksi Nanda, perempuan itu termenung beberapa saat saking tidak percayanya.
Kulit Nanda berubah gelap karena sering terbakar sinar matahari, dahinya penuh minyak bercampur keringat, wajahnya terlihat lesu, dan kantung matanya terlihat membesar karena jarang tidur.
Perempuan itu bernama Mila.
Mila bercerita tentang Nanda bahwasanya dia adalah pria berjuluk ‘Legume Magician’ yang dikenal di seluruh dunia karena berhasil menyelamatkan Daidalos dari ambang kehancuran dengan ide-ide briliannya.
Mila bahagia bisa bertemu Nanda, tapi juga tidak percaya mendapati Nanda hilang ingatan.
Satu-satunya pewaris sah Daidalos berhasil ditemukan, tentu saja Mila senang!
“Tuan Nanda, saya Mila, tangan kanan sekaligus sekretaris pribadi Anda di istana Daidalos. Anda adalah pria yang berjuluk ‘Legume Magician’, businessman terhebat dari keluarga paling kaya di negeri ini!”
“Hah? Dongeng macam apa itu?” Nanda melongo tidak percaya.
“Semua yang saya katakan itu sungguh-sungguh, bukti nyatanya ada. Tiga tahun lalu saat Anda diminta memimpin rapat resmi Daidalos, lalu saat kembali, Anda terluka parah, lalu menghilang tanpa ada jejak.”
Usai bicara, Mila memberikan sebuah kartu pada Nanda. Dia juga menjelaskan bahwa kartu itu bisa digunakan untuk segala jenis transaksi, baik legal maupun ilegal.
Nanda membolak-balik kartu nama itu dan menyimpannya di kantong celana. Dia menyeka keringat dengan kaos yang dia pakai. Memang yang dikatakan perempuan itu cukup masuk akal, karena Nanda tidak mengingat apa-apa semenjak tiga tahun terakhir.
“Tuan Nanda bisa ikut saya, mari tinggalkan tempat ini dan kembali ke markas pusat Daidalos. Saya janji akan membuat ingatan Anda pulih.”
Nanda menolak dengan tegas. “Tidak perlu! Aku sudah muak dengan siksa dunia ini. Yang aku butuhkan sekarang hanya hidup tenang bersama Fasya! Cepat pergi sebelum aku bersikap kasar!”
Mila mulai takut, dia perlahan mundur, lantas pergi meninggalkan Nanda seorang diri di depan gerbang villa, kebetulan juga di sana ada teman-teman kantor Claudia yang sedang berkumpul membahas proyek kerja sama bisnis.
Namun, sebelum benar-benar pergi, Mila mengingatkan satu hal pada Nanda.
“Saya bisa memberi Tuan uang sebanyak yang Tuan mau, asal Tuan berjanji satu hal. Tuan harus kembali ke Daidalos sebelum saya berubah pikiran. Jangan sampai kartu itu hilang!”
Nanda tercengang, bagaimana mungkin perempuan asing itu tahu kondisi ibu angkatnya?
Sore harinya menjelang pukul lima, Nanda akhirnya selesai mengerjakan tugas-tugas rumah yang dibebankan padanya. Dia gerah dan ingin sekali mandi, tapi tak ada waktu. Segera dia pun meluncur ke kantor perusahaan Keluarga Setiawan.
Tiba di depan kantor, setelah mengirim pesan w******p kepada Claudia, Nanda diberitahu istrinya itu bahwa dia harus menunggu beberapa menit.
Nanda pun duduk saja di mobil, menyandarkan punggung dan lehernya di jok. Sesekali dia memejamkan mata, saking lelahnya dia.
Nanda kembali membuka mata, dia mendapati seorang perempuan menghampirinya. Perempuan itu mengenakan pakaian serbahitam, termasuk kacamatanya yang baru saja dia lepas.
Nanda memandang perempuan itu. Dia tak mengenalnya. Akan tetapi… “Nanda, lama tak jumpa,” sapa perempuan itu.
Nanda tersentak. Kok bisa perempuan itu tahu namanya? Dan lagi, barusan dia bicara seolah-olah mereka pernah bertemu sebelumnya.
“Kamu bicara denganku?” tanya Nanda, setelah memastikan di kiri, kanan, maupun belakangnya tak ada siapa pun.
Perempuan itu tersenyum. Nanda semakin heran dengan tingkahnya.
“Aku Mila, tangan kanan Tuan Besar Daidalos sekaligus yang dipasrahi untuk membawamu kembali ke istana. Kamu adalah pria yang berjuluk ‘The Legume Magician’, satu-satunya penyelamat Daidalos dan yang pantas menggantikan tahta Tuan Besar Davin,” ujar perempuan itu.
“Saat ini kamu mungkin tidak mengenalku karena kamu mengalami hilang ingatan akibat kecelakaan brutal tiga tahun lalu, dan itu sangat disayangkan. Tapi, percayalah, bahkan saat ini pun kamu masih pewaris sah Daidalos yang kami junjung tinggi!”
“Dan kini, aku muncul ke hadapanmu untuk memintamu kembali. Daidalos membutuhkanmu! Kami semua membutuhkanmu! Kakekmu, Tuan Besar Davin, menangis sampai air matanya tak bisa keluar lagi saat aku bercerita kalau kamu masih hidup. Please, Nanda, kumohon, kami semua ingin kamu kembali ke Daidalos dan jadi pewaris sah seluruh aset kekayaan keluarga.”
Nanda masih belum sepenuhnya percaya dengan itu semua. Hingga, Mila menyungginggkan senyum penuh misteri. “Aku bisa menunjukkan bahwa kamu memang hilang ingatan saat insiden itu terjadi!”