bc

Beat It!

book_age16+
919
IKUTI
5.1K
BACA
arranged marriage
arrogant
goodgirl
drama
tragedy
betrayal
enimies to lovers
like
intro-logo
Uraian

Kalian tahu Tom and Jerry? Kucing dan Tikus yang tidak pernah terlihat akur. Sama seperti Cecillia dan Rizan serta Harlan dan Ine. Cecillia dan Harlan, kakak-beradik yang harus terima bahwa diri mereka dijodohkan dengan Rizan dan Ine, anak dari sahabat kedua orangtua mereka. Gondok? Pastinya. Jengkel? Kesal? Marah? Nggak usah ditanya lagi kalau itu. Pokoknya, kalian nggak akan pernah berhenti melihat perang dunia ketiga yang terjadi diantara empat orang tersebut. Namun, disaat perasaan cinta mulai tumbuh, harus ada halang dan rintangan yang menghadang. Mitha, sahabat Harlan, jatuh cinta pada laki-laki itu. Pun dengan kemunculan Veno, dokter berstatus duda yang awalnya bersikap ketus pada Ine karena alasan tertentu tapi lama-kelamaan mulai memiliki rasa pada gadis itu. Kemudian, Rizan yang harus waspada dan melindungi Cecillia dari seorang laki-laki yang terobsesi pada gadis itu. Apakah cinta bisa mempersatukan para pasangan Tom and Jerry versi manusia ini?

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1-Introduction
Suara hentakan musik didalam kelab malam itu terdengar membahana. Puluhan orang baik itu laki-laki maupun perempuan berjoget ria di atas lantai, mengikuti alunan lagu yang dibawakan oleh sang DJ. Jarum jam sudah menunjukkan angka setengah dua belas malam. Di salah satu sudut ruangan, terdapat sesosok gadis dengan wajah yang cantik dan seksi. Wajah yang mengandung unsur Barat dari Ayahnya dan Timur dari Bundanya itu membuat sang gadis menjadi rebutan para pria di kantornya. Bukan hanya pria di kantornya saja, tetapi juga pria di luar sana. Juga pria-pria yang berada di kelab malam ini yang jelas-jelas meneguk ludah ketika melihat paras juga keseksian tubuhnya.             Gadis itu masih memakai kemeja berwarna biru tua tanpa lengan dengan kerah berenda yang dipadu dengan rok selutut berwarna hitam. Pakaian kantor yang dikenakannya pagi tadi. Dia tidak langsung pulang ke rumah. Dia suntuk, capek dan lelah dengan semua pikiran yang membuatnya hampir gila! Semua ini karena satu makhluk bernama Freddy! Si b******k yang sudah memainkan kepercayaan dan perasaannya selama ini. Bisa-bisanya laki-laki itu berselingkuh dengan Siska, sahabat sekaligus rekan kerjanya, di belakang dirinya!             Tangannya kembali meraih gelas yang berada di depannya. Dia meminum cairan berwarna emas tersebut dengan sekali tenggak dan meringis saat perih menjalar pada tenggorokannya juga pada lambungnya. Sial! Baru minum dua gelas kecil, tetapi isi perutnya sudah bergejolak ingin memuntahkan kembali isi cairan tersebut. Sepertinya, dia memang tidak bakat minum minuman beralkohol. Kalau Ayah dan Bundanya sampai tahu mengenai hal ini, dia sudah bisa memastikan hidupnya akan berakhir saat itu juga. Belum lagi adiknya yang hanya berbeda dua tahun dengannya itu. Herlan Alamsyah Alvinzo. Dia memang laki-laki tetapi kalau sudah menyangkut urusan sang Kakak, Herlan akan langsung berubah menjadi seorang perempuan alias cerewet!             Walaupun Herlan sudah menghajar Freddy habis-habisan ketika dirinya curhat pada adik kesayangannya itu, rasa sesak dan sakit itu masih mengendap di hatinya. Entah harus dengan cara apalagi, dia mengeluarkan rasa sesak yang begitu menghimpit rongga dadanya tersebut.             Merasa kepalanya mulai sedikit berputar dan berat, gadis itu memutuskan untuk pergi dari tempat yang penuh dengan musik tidak jelas dan manusia-manusia aneh lainnya. Dia tidak sadar bahwa dirinya sudah termasuk dalam kategori manusia-manusia aneh tersebut. Diraihnya tas tangan dan dia mulai melangkah keluar kelab dengan agak sempoyongan. Rambutnya yang berwarna emas dibiarkan tergerai begitu saja. Dia mewarisi wajah cantik Bundanya dan mata cokelat terang Ayahnya. Sekali lagi, perpaduan yang sangat unik dan menarik.             Tiba-tiba, seseorang menarik lengannya tepat ketika dia sudah berada di pelataran parkir. Gadis itu tersentak dan mengerjapkan kedua matanya saat tubuhnya dihempaskan dengan pelan ke badan mobil. Entah mobil milik siapa. Dia sama sekali tidak peduli akan hal itu asalkan alarm mobil tersebut tidak berbunyi dan dia tidak perlu khawatir akan masuk penjara karena sudah dituduh melakukan pencurian mobil atau sebangsanya.             Setelah berhasil beradaptasi dengan kedua matanya, gadis itu mencibir dan mencoba melepaskan diri dari cekalan kuat laki-laki di depannya pada kedua lengan atasnya. Gagal, tentu saja. Tenaga laki-laki itu tentu saja bukan tandingan yang pas bagi dirinya.             “Cuma karena si b******k Freddy, lo jadi mabuk-mabukkan kayak gini?” tanya si laki-laki dengan suara serak yang terdengar sangat seksi. Tetapi tidak di kedua telinga gadis berambut emas tersebut. Jari telunjuknya mengarah pada wajah laki-laki di depannya dan dia menatap tajam orang tersebut.             “Jangan ikut campur, kiddo. Elo itu nggak tau apa-apa. Lagian, sejak kapan, sih, lo peduli sama musuh lo? Hah?!” bentak gadis itu keras. Kemudian, tanpa disangka, gadis itu malah tertawa keras. Tawa yang datar dan hambar. Detik berikutnya, dia menarik napas panjang dan menggelengkan kepalanya. Tingkahnya benar-benar sudah seperti orang yang kehilangan akal sehat. “Lo tau? Di mata gue, lo itu benar-benar musuh yang cari mati! Lo itu harusnya manggil gue Kakak, karena lo dua tahun di bawah gue. Dari ribuan bahkan jutaan perusahaan di Jakarta, kenapa, sih, lo harus masuk di perusahaan tempat gue bekerja? Gue itu udah muak sama lo sejak dulu! Saat lo dan gue selalu satu sekolah sejak SMP! Sialnya lagi, lo itu anak dari sahabat bokap dan nyokap gue. Dan juga, di mata gue, lo itu sama brengseknya seperti Freddy, Rizan Alaska Pradipta! Gue benar-benar mu—“             Gadis itu terbelalak. Ucapannya berhenti begitu saja ketika sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya dengan lembut. Dia berusaha mendorong tubuh laki-laki yang bernama Rizan itu namun tetap saja tidak berhasil. Bibir Rizan kini mulai melumat bibir gadis itu dengan rakus. Menggigit bibir bawahnya hingga tanpa sadar gadis itu mulai membuka mulutnya, lantas Rizan langsung menghisapnya dengan kuat. Memainkan lidahnya pada lidah gadis itu. Rizan makin mendorong tubuhnya ke arah gadis itu hingga dia bisa merasakan dadanya bersentuhan dengan d**a gadis di depannya. Semakin lama, ciuman Rizan semakin liar dan panas. Dia sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi gadis itu untuk mengambil napas dan oksigen. Sampai kemudian, Rizan menghentikan aksi ciumannya dan langsung menangkap tubuh gadis di depannya yang tiba-tiba saja meluruh jatuh ke bawah. Napas Rizan terengah-engah, efek dari ciuman dahsyat yang baru saja dia lakukan bersama musuh bebuyutannya sejak dulu.             “Ck! Lo benar-benar bikin gue sinting, Cecillia Andalucya Alvinzo! Lo harus tanggung jawab sama gue kalau setelah gue ngantar lo pulang nanti, Oom Keizo dan Tante Anna menggal kepala gue karena ngeliat anak gadis mereka pingsan. Mana bibir lo agak bengkak lagi karena ciuman gue barusan. Aaargh!” Rizan mengangkat tubuh muncil Cecillia dan membawa gadis itu kedalam mobil Jeep-nya. Ketika dia memasangkan sabuk pengaman kepada Cecillia, kedua matanya mengarah pada bibir merah yang baru saja dicecapnya itu. Disentuhnya perlahan dan halus bibir Cecillia hingga tanpa sadar, Rizan tersenyum tipis.             “Siapa suruh punya bibir seksi kayak gini. Biar kata kita musuhan dan lo benci banget sama gue, gue nggak keberatan kalau bisa terus nikmatin bibir lo ini, Cil!” Rizan kembali mencium bibir Cecillia sekilas dengan lembut dan langsung menutup pintu penumpang. Laki-laki itu mengitari mobilnya dan bergegas masuk kedalam mobil yang akan langsung menuju rumah gadis itu. @@@ “CECILLIA ANDALUCYA ALVINZO! BANGUN SEKARANG JUGA ATAU BUNDA GUYUR KAMU PAKAI AIR SEEMBER!”             Teriakan nyaring itu sukses membuat Cecillia terkejut dan bangun dari posisi tidurnya dalam satu gerakan cepat. Gadis itu meringis dan memegang kepalanya yang terasa agak berat. Setelah bisa mengatasi rasa sakit pada kepalanya, Cecillia mengerjapkan kedua matanya dan menatap tubuhnya. Dia masih mengenakan pakaian kantornya yang sudah terlihat kusut. Tangannya kini menyentuh rambut emasnya yang mencapai punggungnya. Berantakan. Kemudian, tatapannya kini beralih ke ambang pintu, dimana berdiri sosok Anna Jefriana, Bunda tercintanya. Wanita yang masih terlihat cantik di umurnya yang sudah tidak muda lagi itu kini berkacak pinggang dan menggelengkan kepalanya. Membuat Cecillia cengengesan tidak jelas.             “Pagi, Bunda....”             “Jangan cengengesan nggak jelas gitu, Cil!” tegur Anna. “Sekarang udah jam tujuh. Kamu nggak ke kantor?”             “s**t!” umpat Cecillia sambil turun dari atas ranjangnya. Selimutnya dia buang entah kemana, juga dengan guling dan bantal berbentuk hati pemberian dari Harlan saat ulang tahunnya yang ke dua puluh, lima tahun yang lalu. Gadis itu menyambar handuk yang tersampir di sandaran kursi dan bergegas turun ke bawah. Kamar mandi didalam kamarnya sedang bermasalah, maka dari itu, dia terpaksa menggunakan kamar mandi yang berada di lantai bawah. Begitu melewati Anna, Cecillia langsung mencium pipi wanita itu dengan cepat. Membuat Anna menggelengkan kepalanya dan mendengus pelan lantas tersenyum.             “Oh iya, Cil... mobil kamu masih di bengkel kata Rizan. Jadi, dia yang akan ngantar kamu ke kantor karena kalian satu kantor. Sekarang, dia lagi ada di ruang makan... sarapan sama Ayah kamu dan Harlan. Dia juga yang ngantarin kamu pulang semalam dan gendong kamu sampai ke kamar karena kamu udah tidur selama dalam perjalanan!” teriak Anna.             Tak ada sahutan dari Cecillia. Yang ada hanya bunyi ribut yang begitu memekakkan telinga. Langsung saja, Anna keluar dari kamar Cecillia dan terperangah saat melihat anak gadisnya itu sudah jatuh terduduk di lantai. Di bawah, Keizo, Harlan dan Rizan yang ternyata juga mendengar bunyi keras seperti mangga jatuh dari pohonnya itu langsung datang menghampiri sumber suara. Rizan dengan sigap langsung mendekati Cecillia dan membantu gadis itu untuk berdiri dengan memegang kedua lengan atasnya.             “Lo nggak apa-apa, Cil?” tanya Rizan cemas. Cemas di kedua telinga Anna, Keizo dan Harlan, tetapi tidak dengan kedua telinga Cecillia. Bagi Cecillia, suara bernada cemas itu hanyalah kedok untuk mengecoh tampang iblisnya di hadapan keluarganya.             “Lo anterin gue pulang? Dan lo gendong gue sampai ke kamar?” bisik Cecillia tajam. Setajam lirikannya pada Rizan saat ini. “Apa yang udah lo lakuin ke gue?”             “Apa yang udah gue lakuin ke elo?” ulang Rizan dengan nada geli. Seperti Cecillia barusan, Rizan juga berbisik di telinga gadis itu. “Maksud lo apa, Cil?”             “Jangan belagak g****k!” seru Cecillia tertahan. Dia melirik ke arah Anna, Keizo dan Harlan. Keluarganya itu kini tengah menatap dirinya dan Rizan dengan pandangan bertanya. Cecillia yang sudah benci setengah mampus sama Rizan sama sekali tidak terpengaruh dengan penampilan laki-laki itu saat ini. Kemeja dongker bergaris-garis putih dipadu dengan celana panjang bahan berwarna hitam serta dasi abu-abu. Rambut yang dipotong rapi, kedua mata berwarna cokelat seperti mata Oom Victor Daniel Pradipta, Ayah si Iblis satu ini dan ketampanan yang diturunkan oleh beliau. Belum lagi wangi maskulin yang menguar dari tubuh atletis Rizan. Semua itu tidak membuat Cecillia tergoda, seperti ribuan gadis bodoh yang naksir sama Rizan. Cecillia menyayangkan sekali bahwa orang sebaik, setampan dan seramah Oom Victor, Oom kesayangannya, harus mempunya anak iblis macam Rizan.             “Cil? Kenapa malah bengong disitu? Mandi, sana. Kasihan Rizan udah nungguin dari tadi.” Anna memecah keheningan yang tiba-tiba saja tercipta diantara anak gadisnya dan Rizan, anak dari sahabatnya, Victor dan Shabrina. Cecillia langsung menjauhkan diri dari Rizan dan mengangguk patuh pada Anna. Gadis itu berjalan menuju Keizo dan mencium pipi pria itu. Hal yang sama dia lakukan pada Harlan, adiknya.             Sepeninggal Cecillia, Rizan kembali diajak ke ruang makan oleh Anna dan Keizo sementara Harlan sudah pamit untuk pergi ke kampusnya. Dia baru saja memulai studi S2 nya di salah satu universitas swasta di bilangan Jakarta Selatan. Terkadang, Anna dan Keizo heran dengan kedua anaknya. Cecillia selalu bertingkah seperti orang kebakaran jenggot kalau bertemu dengan Rizan, anak semata wayang dari Victor dan Shabrina. Sedangkan Harlan selalu mengganggu Ine Maharani Prasetyo, anak semata wayang dari Arsyad dan Suchi, yang kebetulan satu kampus dengan Harlan sejak laki-laki itu masih menjadi mahasiswa baru hingga sekarang saat keduanya juga memutuskan untuk mengambil study S2.             Gimana nggak heran, coba? Anna dan Keizo bersahabat baik dengan Victor, Shabrina, Arsyad dan Suchi, tetapi anak-anak mereka justru bertingkah seperti Tom and Jerry versi manusia! @@@ Mobil Jeep Rizan melaju dengan kecepatan sedang membelah kota Jakarta. Sesekali, Rizan melirik wajah cemberut Cecillia yang duduk di sampingnya. Bibir gadis itu mengerucut dan keningnya berkerut. Rizan sebenarnya ingin sekali tertawa, namun, laki-laki itu berusaha keras untuk menahannya. Dia sedang tidak ingin membuat gadis itu kesal atau semacamnya karena sepertinya, masalah tadi pagi belum menghilang sepenuhnya dari benak Cecillia. Kalau tebakan Rizan benar, sebentar lagi, Cecillia pasti akan...             “Ngaku, deh! Nggak mungkin lo cuma nganterin gue pulang gitu aja. Pasti, lo ngambil kesempatan dalam kesempitan, kan? Iblis kayak lo, mah, nggak mungkin nggak ngambil kesempatan!”             See? Benar, kan, pemikiran Rizan?             “Ngambil kesempatan dalam kesempitan apa, sih, maksud lo, Cil?” tanya Rizan berpura-pura bodoh. Senyum yang sudah dia tahan itu muncul juga ke permukaan. Matanya masih fokus menatap jalanan di depannya. “Gue nggak ngapa-ngapain lo, Cil! Lo sensi banget, sih, sama gue?”             Cecillia menggerutu tidak jelas. Dia melipat kedua tangannya di depan d**a. Dia yakin sekali pasti telah terjadi sesuatu. Seingatnya, tadi malam dia keluar dari kelab dengan tubuh yang sempoyongan menuju pelataran parkir. Kemudian, seseorang yang samar-samar dia ingat sebagai Rizan menarik lengannya dan menghempaskan tubuhnya ke salah satu badan mobil yang ada disana. Lalu, setelah itu... setelah itu... setelah itu... buntu! Cecillia tidak mengingat apa-apa lagi.             “Ya karena gue benci sama lo, lah... makanya gue sensi sama lo! Heran, deh... berapa tahun, sih, kita jadi musuh bebuyutan dan lo nggak sadar kalau gue benci sama lo?”             Tiba-tiba, Rizan menepikan mobilnya. Laki-laki itu menarik napas panjang dan melepas sabuk pengamannya. Kemudian, dengan satu gerakan cepat yang bahkan tanpa disadari oleh Cecillia sebelumnya, Rizan memutar tubuhnya dan mengurung gadis itu dalam rentangan kedua tangannya. Sebelah tangan Rizan diletakkan di kaca jendela mobil dan sebelah tangannya lagi diletakkan laki-laki itu di sandaran kursi yang diduduki oleh Cecillia.             Posisi tubuh keduanya yang dekat, membuat Cecillia tersentak dan refleks memundurkan tubuhnya ketika Rizan semakin mendekatkan wajahnya. Seringai manis muncul di bibir Rizan, namun bagi Cecillia, itu adalah seringai setan! Hembusan napas Rizan bahkan bisa terasa di wajah cantik Cecillia.             “Kenapa lo benci sama gue?” tanya Rizan pelan.             “Ya... ya... karena....” Cecillia menelan ludah susah payah. Dia mengutuki dirinya sendiri yang tiba-tiba saja berubah menjadi gugup di hadapan Rizan saat ini. “Karena... karena... ya... pokoknya gue benci sama lo, titik!”             “Loh... harus ada alasan, dong! Gue nggak terima tiba-tiba lo benci sama gue bahkan memberikan gelar musuh bebuyutan buat gue. Salah gue dimana aja sama lo gue nggak tau.” Rizan semakin mendekatkan wajahnya, membuat Cecillia semakin gugup.             “Karena lo itu... lo itu selalu dibanggain sama nyokap-bokap gue! Karena elo itu selalu menang dari gue dalam segala hal! Karena lo itu memuakkan! Karena lo itu laki-laki b******k seperti Freddy!”             “Gue nggak seperti Freddy... gue menghargai perempuan dan nggak akan pernah nyakitin mereka. Gue nggak akan pernah nyakitin lo, Cil....”             Ada nada lembut yang ditangkap oleh Cecillia ketika Rizan mengucapkan kalimat tersebut. Membuat Cecillia tertegun karenanya. Terlebih ketika kedua mata Rizan menatapnya lembut dan teduh. Tanpa sadar, Rizan semakin memajukan wajahnya. Cecillia hanya bisa menelan ludah dan menutup kedua matanya dengan kuat. Tuhan... jangan katakan kalau Rizan akan menciumnya. Jangan terjadi, Tuhan... jangan...             Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pada jendela mobil Rizan. Laki-laki itu berdecak dan mendesis jengkel. Ditariknya tubuhnya dari tubuh Cecillia dan menoleh. Seorang polisi sedang mengetuk jendela mobilnya beberapa kali.             Dan Cecillia sangat bersyukur akan kedatangan polisi tersebut. Membuatnya terbebes dan terlepas dari cengkaraman Iblis yang bernama Rizan. @@@ Harlan bersiul di sepanjang koridor kampus. Laki-laki itu membenarkan letak kacamata yang dipakainya karena dia memang menderita minus dan silinder. Namun hal itu tidak mengurangi ketampanan Harlan. Sikapnya yang ramah dan baik pada siapa saja membuat laki-laki itu selalu digandrungi oleh para gadis dan membuat Harlan memiliki banyak teman. Tinggi, badan atletis, rambut yang berwarna cokelat serta wajah Barat yang diwarisi Keizo makin menambah nilai plus laki-laki itu.             “Chubby!”             Seruan Harlan itu ditujukkan pada Ine Maharani Prasetyo. Gadis yang hanya setinggi pundak Harlan itu sebenarnya langsing, hanya saja pipinya gembil. Hal itu justru menjadi daya tarik tersendiri bagi Ine. Gadis itu selalu didekati oleh para kakak kelasnya semenjak dia duduk di bangku SMP. Sampai sekarang, tidak terhitung jumlahnya laki-laki yang mengantri untuk menjadi kekasihnya. Namun sepertinya, Ine belum tertarik untuk berpacaran.             “Ini masih pagi dan lo udah mau ngajakin gue berantem, Harlan Alamsyah Alvinzo?” tanya Ine dengan nada ketus. Gadis itu berkacak pinggang dan tidak menghindar sama sekali ketika Harlan menjulangkan tubuh tingginya di depan Ine.             Terkadang, Ine heran dengan kedua orangtuanya, Suchi dan Arsyad. Mereka bersahabat dengan kedua orangtua Harlan. Sejak SMA malah. Tapi, hubungannya dengan Harlan justru seperti anjing dan kucing. Awalnya, Ine tidak mengerti kenapa Harlan selalu mengajaknya bertengkar. Selalu mengejeknya yang nantinya akan berakhir dengan adu mulut alias bacot-bacotan. Saat Ine tahu bahwa orangtuanya dan orangtua Harlan adalah sahabat, ketika dia tidak sengaja bertemu dengan laki-laki itu pada saat pertemuan makan malam yang diadakan oleh kedua orangtuanya, Ine rasanya ingin meloncat saja dari lantai enam gedung kampusnya ini. Tetapi, dia sangat menyukai sosok Rizan, anak dari Oom Victor dan Tante Shabrina. Laki-laki itu sangat dewasa dan baik hati padanya. Berbeda jauh dengan Harlan yang sangat dibencinya itu.             “Wah... gue nggak ada niat buat ngajak berantem, loh, Ne... tapi, kalau lo mau berantem sama gue, sih, ayo-ayo aja... berantemnya mau dimana? Kalau kata gue, enakan di atas kasur. Gue akan pura-pura ngalah dan lo bebas ngapain gue sesuka lo... gimana?” Harlan menjawil dagu Ine dan mengedipkan sebelah matanya, membuat Ine langsung memperagakan adegan orang yang ingin muntah.             “Iuh... amit-amit jabang bayi, deh! Ngimpi aja, lo, sono!” seru Ine mangkel sambil memutar tubuhnya untuk pergi menuju kelasnya.             Baru beberapa langkah Ine berjalan, tiba-tiba saja, seseorang yang sedang berlari dari arah berlawanan menabrak bahu Ine. Otomatis, tubuh Ine kehilangan keseimbangan. Gadis itu terhuyung ke belakang dan pasti akan jatuh tersungkur kalau saja Harlan tidak langsung melingkarkan kedua tangannya pada pinggang gadis berambut panjang itu.             Ine yang sadar bahwa kini dia berada dalam pelukan Harlan kontan terbelalak. Gadis itu langsung menjauhkan tubuhnya secepat mungkin, namun hal itu malah membuat tubuhnya kembali goyah. Sambil menjerit pelan, Ine menarik kemeja yang dipakai Harlan. Keduanya kini jatuh di atas lantai dengan tubuh Ine yang berada di bawah dan Harlan yang berada di atasnya. Laki-laki itu langsung menaruh tangannya tepat di belakang kepala Ine agar kepala gadis itu tidak terbentur kerasnya lantai.              Keduanya saling tatap dan kini menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang juga mengambil studi S2 seperti mereka. Bibir Harlan menyunggingkan seulas senyum sementara Ine justru membeku. Dari jarak sedekat ini, Harlan dan Ine harus mengakui dalam hati mereka masing-masing bahwa wajah orang yang mereka anggap musuh itu sangatlah menarik. Di mata Harlan, dia menganggap Ine sebenarnya gadis yang cantik dan manis, sedangkan di mata Ine, Harlan ternyata lumayan tampan juga.             Mendadak, ada seseorang yang berjalan di belakang Harlan. Konsentrasi orang itu tidak mengarah pada jalan di depannya namun mengarah pada buku yang sedang dibacanya. Alhasil, kakinya tersandung kaki Harlan dan orang itu terjatuh. Sialnya, lengan orang itu menindih punggung Harlan hingga akhirnya laki-laki itu pasrah saja saat tubuhnya semakin jatuh menindih Ine.             Bukan hal itu yang membuat Harlan dan Ine terbelalak, melainkan kenyataan bahwa kini, bibir keduanya saling bersentuhan! @@@  

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
77.8K
bc

Perfect Revenge (Indonesia)

read
5.1K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Long Road

read
148.1K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
39.9K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
53.9K
bc

T E A R S

read
317.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook