Chapter 2-Tom And Jerry

3343 Kata
Bibir keduanya masih saling bersentuhan, membuat orang yang kakinya terantuk kaki Harlan, juga semua orang yang berada disitu terbelalak. Sementara itu, Harlan dan Ine sama-sama melotot dan dengan satu gerakan cepat, Ine langsung mendorong d**a bidang laki-laki itu hingga Harlan terjengkang ke belakang. Dia langsung menggeram keras dan mengusap punggungnya yang terbentur kerasnya lantai. Matanya menatap Ine dengan tatapan kesal dan kening yang berkerut. Ine sendiri menatap Harlan dengan tatapan tajam dan bahu yang terlihat naik-turun karena emosi yang naik ke permukaan. Belum lagi rasa panas yang menjalar pada kedua matanya hingga menimbulkan efek kaca disana. Gadis itu kemudian mengusap bibirnya dengan kasar secara berulang-ulang dan mulai menggerutu sendiri. Bahkan, saking kesalnya dengan kejadian barusan, Ine langsung menghentak-hentakkan kakinya di lantai dalam posisi duduk berselonjor. Membuat Harlan dan semua yang ada disana menatap gadis itu dengan tatapan takut.             “AAARGGGH!!! DASAR SETAN m***m! OMES! TUKANG NGAMBIL KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN! BIBIR GUEEEEEE!!! MAMAAAAAAAAA!!!” jerit Ine keras sambil mengacak rambutnya yang indah. Kini, rambut gadis itu sedikit terlihat berantakan, membuat si pembuat masalah—orang yang menyebabkan Harlan dan Ine berciuman—juga semua orang yang menyaksikan kejadian ini satu persatu meninggalkan tempat tersebut.             “Heh... Heh... Ine, Ine....” Harlan langsung meringsek maju mendekati Ine dan mencoba menenangkan gadis itu. Dipegangnya kedua bahu Ine dengan tegas agar kegiatan gadis itu mengacak rambutnya dan mencak-mencak segera berhenti. Gawat juga, kan, kalau Ine sampai dikira orang gila yang nyasar ke kampus oleh mahasiswa yang lain. “Tenang, Ne... tenang... calm down, Babe... calm down....”             Tiba-tiba saja, Ine berhenti mengamuk. Gadis itu langsung menatap Harlan dengan tatapan mautnya, membuat Harlan sedikit mengkeret ketakutan. Walaupun selama ini mereka memang terkenal sebagai Tom and Jerry versi manusia, tetapi, tatapan Ine kali ini benar-benar terlihat menakutkan di mata Harlan. Menurut Harlan, jangan pernah remehkan kekuatan amarah perempuan, karena mereka bisa memorak-morandakan dunia. Harlan sudah pernah melihatnya. Ketika dulu, Bundanya mengamuk habis-habisan pada Ayahnya karena di jas pria tersebut ada noda lipstick yang entah milik siapa. Ayahnya berkata bahwa dia sama sekali tidak bermain perempuan seperti apa yang dituduhkan oleh Bundanya. Lipstick itu ada disana karena sewaktu di rumah makan saat dia makan siang, seorang wanita terpeleset dan refleks memegang bahu sang Ayah yang saat itu sedang berada di dekat wanita tersebut. Akibatnya, sang Bunda mogok bicara pada sang Ayah. Bukan hanya itu, Ayahnya juga disuruh tidur di ruang tamu dan tidak disuguhi makanan sama sekali.             Yang kedua ketika sang Kakak, Cecillia, mendapat peringkat kedua di sekolahnya. Kalah saing dari salah satu temannya yang bernama Eliza. Waktu itu, ujian kenaikan kelas. Harlan selalu melihat Cecillia belajar setiap waktu bahkan sampai pingsan karena lupa makan. Nilainya memang memuaskan. Sangat memuaskan malah menurut Harlan. Hanya saja, nilai Eliza sedikit lebih dari Cecillia. Dan menurut salah satu sumber terpercaya dari Cecillia, Eliza menyontek. Jelas saja sang Kakak langsung meradang dan mencak-mencak di rumah. Begitu Harlan mendatangi kamar Cecillia, gadis itu sedang menangis meraung-raung di atas kasurnya. Dan sialnya lagi, begitu melihat dirinya, sang Kakak langsung menyuruhnya untuk mendekat dan mulai menjambak-jambak rambutnya dengan ganas sambil mencurahkan seluruh isi hati dan kekesalannya. Ada satu jam dia berada didalam kamar Cecillia dan begitu dia keluar dari dalam kamar, Anna sampai menjerit saking mengenaskannya kondisi laki-laki itu. Rambut acak-acakan, baju kusut dan sedikit robek, muka yang sedikit memerah—entah karena apa. Harlan langsung mendekati Anna dan memperlihatkan isi piring yang dibawanya sudah kosong melompong.             “Bun... Harlan berhasil bikin Kak Cecill makan. Hebat, kan? Sekarang, Harlan nangis dulu, ya, Bun?” Harlan langsung duduk di meja makan dan menundukkan kepalanya di atas meja bahkan mengetuk keningnya pada meja tersebut.             “Babe... babe....” Ine langsung menoyor kepala Harlan dengan keras, membuat laki-laki itu mengaduh dan mengusap kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya. “Udah nyuri ciuman gue, sekarang lo ngatain gue babi?!”             “Dih!” Harlan balas menoyor kepala Ine, membuat gadis itu mendesis jengkel dan langsung melayangkan flat shoes-nya ke wajah laki-laki itu. Sekarang, Ine harus menjerit keras ketika sebelah flat shoes-nya melayang entah kemana karena direbut oleh Harlan dan dilempar oleh laki-laki itu. “Siapa yang ngatain lo babi, sih?”             “Itu, tadi lo bilang ‘calm down, babe’... babe itu, kan, babi, t***l!” seru Ine sambil menjepit hidung Harlan dengan bersemangat, hingga laki-laki itu kesakitan dan menepis tangan Ine dengan kasar. Ada sedikit airmata yang terlihat di sudut mata laki-laki itu. Gila! Jepitan tangan Ine pada hidungnya benar-benar mematikan!             “Heh, d***o! Kata siapa ‘babe’ itu babi?” tanya Harlan kesal.             “Lo norak banget, sih?! Tau nggak film yang judulnya Babe? Itu kan nama si pemeran utama yang diperankan oleh babi sekitar!”             “Ine Maharani Prasetyo....” Harlan memejamkan kedua matanya dan mengepalkan kedua tangannya dengan gemas. Laki-laki itu tersenyum sangat aneh dan begitu kedua matanya kembali terbuka, Harlan langsung mencubit kedua pipi gembil Ine dengan gemas. Ine bahkan sampai meringis dan memukul kedua tangan Harlan namun laki-laki itu masih bertahan mencubiti pipi gadis itu. “’Babe’ yang gue bilang barusan ke elo itu artinya ‘sayang’. Bukan babe yang diperankan oleh babi komplek negara Inggris sana!”             “SAKIIIIIT!!!” jerit Ine sambil menendang perut Harlan dengan ganas, hingga laki-laki itu terbatuk dan cubitannya terlepas. Harlan langsung bangkit berdiri dan mengusap perutnya, begitu juga dengan Ine yang sudah berdiri di depan laki-laki itu. Ine berdiri berkacak pinggang. Keadaan Ine saat ini benar-benar mirip kuntilanak di mata Harlan, membuat laki-laki itu berusaha menahan tawanya agar tidak muncrat keluar. Biarlah Ine sendiri yang menyadari penampilannya nanti. Saat hal itu terjadi, Harlan yakin seratus persen bahwa Ine akan langsung histeris.             “Gue bakal balas dendam nanti! Jangan dikira, gue bakalan tinggal diam setelah lo ngembat ciuman pertama gue!” ancam Ine. Gadis itu mendengus dan menginjak kaki Harlan dengan sangat niatnya, hingga laki-laki itu mengaduh keras dan melompat-lompat dengan satu kaki sambil kedua tangannya mengusap kaki yang diinjak oleh gadis galak anak dari sahabat orangtuanya itu.             Sepeninggal Ine yang masih saja pergi dengan mencak-mencak dan mendumel tidak jelas, Harlan menatap punggung gadis itu dengan tatapan geli. Laki-laki itu menarik napas panjang dan berkacak pinggang.             “It was her first kiss?” gumam Harlan. Laki-laki itu kemudian tertawa keras dan menggelengkan kepalanya. “It was my first kiss too!”             Suara tawa Harlan semakin terdengar membahana. Laki-laki itu menundukkan kepalanya dan menghembuskan napas keras. Ketika kepalanya kembali terangkat, Harlan langsung menatap sekelilingnya dan berdeham keras ketika melihat beberapa orang mahasiswi menatap ke arahnya sambil berkasak-kusuk dan tersenyum tidak jelas. Langsung saja, Harlan meninggalkan tempat tersebut dengan setengah berlari sambil sesekali melihat ke belakang. Tindakannya itu membuat Harlan sempat hampir terjatuh karena menabrak tempat sampah yang ada disana.             “Sial! Gara-gara si chubby galak, gue pasti disangkain orang gila tadi!” gerutu Harlan mangkel. @@@ Dibalik kubikelnya, Cecillia sibuk menggigiti bolpoin yang dia pegang. Kening gadis itu berkerut, menandakan bahwa gadis itu sedang berpikir keras. Tatapan matanya menatap meja kerjanya dengan tatapan menerawang. Dia berusaha semaksimal mungkin mengingat kejadian semalam, saat di kelab yang dia datangi. Seingatnya, dia memang melihat Rizan berada di hadapannya. Lalu, dia sempat berbicara sebentar dengan laki-laki itu dan kemudian... kemudian...             Cecillia langsung menggebrak meja dan berdiri dari kursinya, membuat Sonia dan Orlan yang berada di dekatnya ikut bangkit berdiri karena terkejut dengan ulah gadis itu.             “Kenapa lo, Cil?” tanya Orlan dengan kening berkerut. Laki-laki itu bisa melihat wajah Cecillia yang mulai memerah. Entah karena apa. Sonia yang ikut memperhatikan kelakuan Cecillia juga ikut mengerutkan keningnya.             Tepat pada saat itulah, Rizan melewati kubikel Cecillia dan menatap gadis itu dengan kening berkerut. Sama seperti yang dilakukan oleh Sonia dan Orlan. Rizan bahkan sampai berhenti melangkah dan kegiatannya membaca berkas-berkas yang dibawanya juga ikut terhenti.             “RIZAAAAAN!!! YOU ARE COMPLETLY JERK!!!” jerit Cecillia keras dan langsung berlari mendekati laki-laki itu. Rizan yang kaget langsung membelalakkan kedua matanya dan berlari menjauhi Cecillia. Berkas di tangannya bahkan sampai terlempar karena terkejut melihat tingkah ajaib gadis itu. Kini, mereka berdua berlarian seperti anak kecil mengelilingi kubikel Cecillia, Sonia dan Orlan. Sedangkan kedua teman Cecillia itu hanya bisa menganga dan menatap tidak mengerti ke arah Cecillia dan Rizan.             “Cil...! Cil...! Lo kenapa jadi ngejar-ngejar gue, sih?! Kesurupan, lo?!” seru Rizan sambil berlari kencang. Sesekali dia melihat ke belakang dan mendapati wajah sangar Cecillia yang sedang mengejarnya.             “ELO EMANG b******k, RIZAN! AARRRGHH! LO NYIUM GUE, KAN, SEMALAM DI PELATARAN PARKIR?!” jerit Cecillia keras. Hal itu semakin membuat Sonia dan Orlan melebarkan mulut mereka.             WOW! Berita menarik! Dua orang yang sudah sering menggemparkan kantor mereka karena sering bertengkar sampai dijuluki anjing dan kucing itu berciuman semalam?             “Ada bukti, nggak?” tanya Rizan dengan suara yang tak kalah keras. Napasnya sudah tersengal karena terus berlari mengelilingi kubikel. Dan ketika dilihatnya Cecillia semakin gencar mengejarnya dan tidak ada tanda-tanda untuk menyerah, Rizan mendesis jengkel meskipun senyum tertahan muncul di bibirnya.             “GUE INGET SEMUA, k*****t! GUE INGET SEKARANG! BISA-BISANYA LO NYURI CIUMAN GUE!!!”             “Cil... Zan... berhenti lari-larian, deh,” sela Orlan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sepertinya kesadaran laki-laki  itu sudah mulai pulih dari keterkejutannya barusan. Sesekali, Orlan melirik ke arah belakang, takut sang manajer keluar dari ruangan dan memarahi mereka semua karena tidak bekerja dan malah sibuk berlarian seperti anak kecil.             “Gue bakal goreng lo, Zan! Gue bakal mutilasi lo Rizan Alaska Pradipta!!!” teriak Cecillia frustasi.             Sadar bahwa tingkah mereka ini benar-benar terlihat mirip bocah, Rizan akhirnya memutuskan untuk berhenti berlari. Laki-laki itu memutar tubuhnya dan terengah-engah.             Karena tidak menyangka bahwa Rizan akan berhenti, Cecillia otomatis terbelalak kaget. Dia sudah berusaha mengerem laju larinya, namun sia-sia saja. Rizan terlalu mendadak berhenti dan akhirnya tanpa bisa dicegah, Cecillia menabrak keras tubuh Rizan. Keseimbangan tubuh laki-laki itu goyah. Langsung saja, kedua tangannya melingkar di pinggang Cecillia dan keduanya terjatuh ke atas lantai dengan posisi Cecillia berada di atas tubuh Rizan.             Keduanya saling tatap dalam diam. Rizan menyelami kedua mata milik Cecillia, mengunci gadis itu dalam tatapannya. Sementara itu, Cecillia berusaha untuk bangkit berdiri, namun kedua tangan Rizan yang melingkar pada pinggangnya enggan untuk memberi akses keluar bagi gadis itu.             “Lepasin gue, kucing garong!!!” seru Cecillia sambil menghentak-hentakkan kakinya. Sonia dan Orlan yang melihat hal itu hanya bisa menahan senyum mereka agar tidak berubah menjadi tawa. Mereka kemudian memutuskan untuk kembali duduk di kursi masing-masing dan membiarkan dua makhluk yang selalu bertengkar itu kembali melanjutkan pertengkaran mereka.             “Muka cakep kayak gue gini lo panggil kucing garong, Cil?” Rizan terkekeh geli dan semakin mempererat rangkulannya pada pinggang Cecillia.             “Pala lo peyang!” Cecillia menjitak kepala Rizan dengan keras. “Ngaku nggak, lo! Lo nyium gue, kan, semalam? IYA KAN?!”             Mendengar teriakan pada kalimat terakhir Cecillia, refleks, Rizan melepaskan rangkulannya pada pinggang gadis itu dan menutup kedua telinganya. Gila... teriakan Cecillia benar-benar nyaring! Senyaring teriakan Shabrina, sang Mama, kalau wanita itu sudah kesal dengan kelakuannya di rumah!             “Gue tanya sama lo, ada buktinya, nggak?” tanya Rizan setelah melepas kedua tangannya yang menutupi telinganya. Anehnya, meskipun pinggangnya sudah bebas dari lingkaran tangan Rizan, Cecillia tidak bangkit berdiri dan masih dalam keadaan posisi semula.             “Otak gue ini buktinya!” dengus Cecillia sambil mengetuk keningnya. Matanya memicing dan dia langsung mencubit pipi Rizan dengan keras, hingga laki-laki itu berteriak minta ampun.             “CECILLIA, SAKIT, WOOOY! SAKIIIT!!!”             “Elo... kucing garong yang harus gue basmi, Rizan! AAARRRRGHHH! Gue bakalan laporin lo ke Oom Victoooor!!!”             Puas melihat wajah Rizan yang meringis kesakitan akibat cubitan mautnya, Cecillia langsung beralih ke hidung laki-laki itu. Dia menjepit hidung mancung Rizan hingga menimbulkan warna merah disana. Lagi-lagi, Rizan berteriak keras, membuat Sonia dan Orlan saling pandang dan menggelengkan kepala mereka.             “Dasar omes! Omes gila! Lo berani-beraninya nyium gue! Nih, lo rasain cubitan maut gue! Harusnya lo gue deportasi ke Alaska dan menjarain lo disana biar lo nggak balik lagi!!!”             Cecillia berhenti menyiksa Rizan. Dilihatnya laki-laki itu sibuk meringis dan memegang hidung mancungnya yang baru saja menjadi korban cubitan ganas Cecillia. Langsung saja gadis itu bangkit dari posisinya yang berada tepat di atas tubuh sang musuh. Namun sialnya, Tony datang dan menepuk punggung Cecillia dengan agak keras. Hal itu membuat Cecillia kehilangan keseimbangan tubuhnya dan kembali jatuh di atas tubuh Rizan.             Dengan bibirnya yang mendarat pada bibir laki-laki itu!             “Widiiiih! Cil... lo sama si Rizan lagi gencatan senjata, ya? Tumben mesra-mesraan gitu. Biasanya juga bikin rusuh kantor.” Tanpa rasa bersalah, Tony tertawa keras dan melirik Cecillia. Wajahnya seketika melongo ketika melihat gadis itu tengah berciuman dengan Rizan.             “Cil?! Lo ciuman sama Rizan?!” seru Tony terkejut. Mendengar itu, Sonia dan Orlan sontak bangkit berdiri dari kursi masing-masing dan melongokan kepala mereka.             Dengan satu gerakan cepat, Cecillia mengangkat kepalanya. Kedua tangan gadis itu bertumpu pada d**a bidang Rizan. Di depannya, Rizan tengah tersenyum miring dan menaikkan satu alisnya. Langsung saja, Cecillia bangkit berdiri dengan diikuti oleh laki-laki itu.             “Sekarang, yang omes siapa, gue tanya?” tanya Rizan sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. Wajah Cecillia berubah merah. Mengalahkan warna merah kepiting yang baru direbus. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya. Kemudian, dengan gerakan yang tidak terbaca oleh Rizan sebelumnya, Cecillia mengangkat satu kakinya dan menendang ‘junior’ milik Rizan. Laki-laki itu langsung membungkukkan tubuhnya dan mengaduh keras.             “CECILLIA!!! INI ASET GUE SATU-SATUNYA, TAU!” jerit Rizan. Laki-laki itu mendesis dan meringis menahan sakit. Diliriknya Cecillia yang tertawa keras dan menjulurkan lidahnya ke arahnya.             “Biar lo nggak berani macam-macam dan ngomong yang nggak-nggak sama gue! Berani banget lo ngatain gue omes! Elo yang omes, kucing garong cap kampung!”             “Elo...!” geram Rizan menahan dongkol. Laki-laki itu menegakkan tubuhnya kembali dan langsung bergerak maju mendekat Cecillia yang langsung memutar tubuhnya dan berlari sekencang mungkin.             “Cecillia Andalucya Alvinzoooo! Kalau gue berhasil nangkap elo, gue bersumpah akan langsung hamilin lo detik itu juga! So, prepare yourself, honey!”             Tony, Sonia dan Orlan hanya bisa melongo melihat adegan Rizan yang mengejar Cecillia hingga menyebabkan gadis itu berteriak histeris disepanjang lorong kantor mereka.             “AYAAAH! BUNDAAA! CECILL MAU DIPERSKOSA SAMA KUCING GAROOOONG!!!” @@@ “Kayaknya, lo lagi bete, deh....”             Suara Mitha Nurrizky, sahabatnya semenjak SMA yang kebetulan juga mengambil jurusan dan kampus yang sama dengannya, bahkan juga mengikuti studi S2 seperti dirinya, membuat Harlan mendengus kencang dan langsung menyeruput es teh manisnya. Saat ini, keduanya sedang berada di kantin kampus. Dosen yang seharusnya mengajar di  jam pertama tidak datang karena ada keperluan mendesak di luar sana. Baguslah. Harlan memang sedang tidak bersemangat untuk mengikuti kuliah setelah kejadian bersama Ine tadi. Dia masih kesal karena membuat dirinya sendiri malu dihadapan para mahasiswi yang melihatnya sedang tertawa sendirian karena memikirkan ucapan Ine yang mengatakan kalau ciuman kecelakaan tadi adalah ciuman pertama gadis itu.             “Banget!” tandas Harlan langsung. Dia menatap kedua mata cokelat milik Mitha. Hari ini, Mitha terlihat sangat manis dengan baju lengan panjang bergambar kucing angora di depannya. Baju itu dipadu dengan rok panjang bermotif garis-garis. Rambutnya yang panjang sepunggung tergerai begitu saja dan dihiasi oleh dua jepitan berbentuk kupu-kupu. Wajahnya yang imut membuat gadis itu disukai oleh banyak laki-laki semenjak mereka masih sekolah dulu. Hal yang membuat Harlan ekstra hati-hati menjaga dan melindungi gadis itu agar tidak terperangkap dalam jeratan laki-laki b******k.             Harlan dan Mitha bertemu saat hari pertama MOS. Mereka berada dalam kelompok yang sama dan setelah berkenalan, keduanya semakin terlihat akrab karena merasa nyambung dan cocok satu sama lain. Dimana ada Mitha, disitu pasti ada Harlan, begitu juga sebaliknya. Laki-laki yang mencoba mendekati Mitha pun harus menahan sabar karena sering diinterogasi oleh Harlan. Harlan tidak ingin kejadian ketika Mitha hampir saja dihancurkan masa depannya oleh ketua OSIS mereka dulu terulang lagi. Karenanya, laki-laki itu selalu berada di dekat Mitha dan mengawasi gadis itu dengan kedua mata tajamnya.             Mirip seorang Ayah yang sedang menjaga anak gadisnya saja, bukan?             “Kenapa?” tanya Mitha sambil merapihkan rambut Harlan yang terlihat sedikit berantakan. Gadis itu meraih gelas berisi es teh milik Harlan dan menyeruputnya sedikit. Sudah menjadi kebiasaan bagi keduanya sejak SMA. Siapapun diantara mereka yang mempunyai makanan atau minuman, pasti akan saling berbagi. Tak jarang, mereka berdua makan dari satu piring yang sama. Sikap keduanya itu kerap kali menimbulkan anggapan kalau keduanya memiliki hubungan khusus. Hubungan yang lebih dari sekedar sahabat.             “Inget si Ine?” tanya Harlan dengan nada cuek. Laki-laki itu duduk bertopang dagu dan membiarkan rambutnya dimainkan oleh Mitha.             “Si Jerry?” Ine balik bertanya. Dia tahu siapa Ine yang dimaksud oleh Harlan. Hanya saja, dia ingin memastikan. Takutnya, Harlan bertemu dengan Ine-Ine yang lain.             “Iya, si Jerry yang chubby itu!” seru Harlan mangkel. “Gue nggak sengaja nyium bibir dia dan dia langsung ngamuk! Gila, nyebelin nggak, sih? Catat, ya... gue nggak sengaja! Itu kecelakaan!”             Tanpa disangka, Mitha justru tertawa keras. Gadis itu sampai memegang perutnya karena merasa geli dengan ucapan Harlan barusan. Siapa yang menyangka, sih, Tom and Jerry di kampus ini ternyata bisa berciuman juga disamping pekerjaan mereka setiap harinya yang selalu bertengkar dan adu bacot?             “Lo kenapa ketawa?” tanya Harlan sambil cemberut. Laki-laki itu mendengus dan kembali menyeruput minumannya. Setelah tawanya agak reda, barulah Mitha kembali fokus dan kembali memusatkan perhatiaannya pada Harlan.             “Maaf... gue cuma nggak nyangka aja kalau lo bakalan nyium dia.”             “Nggak sengaja, Mitha Sayang... it was an accident!” Harlan mencubit kedua pipi Mitha dengan gemas hingga gadis itu mengenyahkan tangannya dengan kasar.             “Dia ngeliatin kita....”             “Siapa?” tanya Harlan dengan kening berkerut. Laki-laki itu menyipitkan matanya ketika menatap wajah Mitha yang terlihat sangat serius.             “Ine...,” jawab Mitha sambil menunjuk ke arah berlawanan dengan dagunya. “She’s starring at us....”             Mendengar Mitha menyebutkan nama Ine, Harlan langsung mengerjapkan kedua matanya. Laki-laki itu menoleh dan mengikuti arah pandang Mitha. Benar saja, Harlan bisa melihat Ine yang terkejut ketika tatapan mereka bertabrakan. Gadis itu memutar tubuhnya dan langsung lari terbirit-b***t meninggalkan area kantin. Membuat Harlan tertawa renyah karenanya.             “Lo tunggu bentar disini, ya... gue mau susul dia dulu.” @@@ Disepanjang lorong kampus, Ine menggerutu tidak jelas. Dia berniat untuk makan di kantin namun selera makannya langsung lenyap entah kemana ketika dia melihat musuh bebuyutannya ada disana bersama Mitha. Ine kenal dengan Mitha karena gadis itu adalah saudara sepupu dari Ken, sahabatnya di kampus. Tapi, Ine sama sekali tidak tahu kalau kabar yang mengatakan bahwa Mitha dan Harlan memiliki hubungan itu ternyata memang benar. Dia pikir, itu hanya kabar burung saja. Dalam pikirannya, gadis seanggun dan semanis Mitha tidak akan mau berpacaran dengan si Harlan yang begajulan dan tukang cari masalah itu. Ternyata, pemikirannya salah besar.             Tiba-tiba, langkah kaki Ine terhenti. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan d**a. Untuk apa juga dia mengurusi masalah Harlan dan Mitha? Mau mereka pacaran kek, tunangan kek, nikah sekalian, sebodo amat! Dia sama sekali tidak ada urusannya dengan makhluk yang bernama Harlan.             Mendadak, satu ide melintas di benak gadis itu. Ine menjentikkan jarinya dan langsung berlari kedalam kelas. Jam kedua yang akan dimulai sebentar lagi pasti akan membuat Harlan dan semua mahasiswa akan masuk kedalam kelas. Dia akan mengusili Harlan. Menurut Ken, Harlan sangat takut dengan yang namanya laba-laba karet. Kebetulan, didalam tas nya ada benda tersebut. Dia baru saja mengusili Sisil kemarin dengan mainan tersebut dan dia lupa mengeluarkannya dari dalam tas. Membayangkan ekspresi ketakutan di wajah Harlan membuat Ine terkikik geli dan tidak sabar untuk menjalankan aksinya.             Ine sampai di kelas dan suasana disana masih sepi. Sip... misi bisa dijalankan dengan sempurna. Ketika dia menoleh ke arah pintu kelas, dia melihat Harlan sedang berjalan menuju ruangan ini. Laki-laki itu sepertinya tidak menyadari kehadiran Ine didalam kelas karena jarak mereka masih begitu jauh. Ine memang memiliki mata tajam. Dia bisa mengenali orang bahkan dalam jarak yang jauh sekalipun. Kemampuan yang diturunkan oleh sang Mama, Suchi.             Dengan gerakan cepat, Ine langsung bersembunyi di belakang pintu. Ditajamkannya pendengaran dan suara langkah kaki yang dia sangat yakin itu adalah langkah kaki milik Harlan semakin terdengar. Ine segera mengeluarkan laba-laba karet itu dari dalam tasnya. Dia meringis geli dan tertawa tanpa suara.             Be ready, Harlan Alamsyah Alvinzo... you’ll be dead!             Sesuatu yang tidak diketahui oleh Ine sebelumnya ternyata ikut bermain. Ketika gadis itu sangat yakin Harlan sudah akan memasuki kelas, mendadak, ekor matanya menangkap sesuatu itu. Sesuatu yang bergerak cepat ke arahnya. Sesuatu yang berwarna cokelat gelap, nyaris berwarna hitam yang memiliki kumis panjang. Sesuatu yang sangat dibenci dan ditakuti oleh Ine. Kecoak! Bukan hanya satu, tetapi ada dua! Dua kecoak menjijikan yang berlari ke arah sepatunya.             Langsung saja, Ine berteriak histeris dan melempar laba-laba karet yang dipegangnya. Gadis itu langsung berlari keluar dari tempat persembunyiannya. Dia tidak sadar bahwa kini, dia sudah melingkarkan kedua tangannya di leher Harlan yang hanya bisa membeku tatkala mendapat pelukan mendadak dari Ine itu.             “I... ne...?” panggil Harlan dengan suara pelan. Gadis itu mencengkram lehernya dengan keras sambil berseru-seru dan memekik nyaring.             “Kecoak! Ada kecoak, Lan! Kecoak, disana! Disana!” jerit Ine histeris.             Sehisteris jeritan jantung Harlan saat ini! @@@  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN