Menjaga Kewarasan!

3317 Kata
“Ma-maafkan saya, Tuan.” Tersadar dengan tubuhnya yang sejak tadi di topang oleh Dewa Yunani, Kaysha lekas melepaskan tangan sang dewa yang memegangnya sedari tadi setelah dia berdiri tegak dari terjatuhnya. “Oh. Iyah. Saya juga minta maaf,” jawab Jamie dengan seulas senyuman yang diiringi kedua matanya tak lepas menatap wanita di hadapannya itu. ‘Bukannya Pak Choi bilang, Ceo Jam itu irit senyum ya? Tapi ini—’ Kaysha menjeda sejenak gumamnya di dalam hati, tanpa memutuskan kontak matanya yang memandangi wajah tampan bagaikan dewa Yunani it uterus menatapnya tanpa berkedip Seingat, Kaysha dari pembicaraan dengan Pak Choi. Pria itu irit bicara dan juga irit senyum. Tetapi ini… overdosis senyum. Kaysha menarik nafas sejenak masih dengan bibir yang mengulas senyuman. “Tuan,” Panggilan Kaysha seolah menyentakan Jamie yang masih asik melamun. Pria itu berdehem sejenak untuk menetralkan pandangannya dan juga degupan jantungnya yang kencang. “Oh. Maaf, Nona. Silahkan duduk.” Jamie mempersilahkan wanita itu untuk duduk tentunya dirinya pun ikut di belakangnya dan duduk saling berhadapan. Lagi, lagi Jamie tersenyum. Ceo Jam Enterprise itu terus menarik sudutnya membentuk senyuman untuk wanita itu. Tetapi, bila terus di perhatikan secaran intens seperti ini pun membuat Kaysha grogi. “Gue harus getok kepala si Pak Choi yang memberikan berita palsu. Mana ada Ceo JE kayak Demo Fuji. Fack boy yang ada,” gerutu Kaysha dalam hati merasa kesal karena sudah ditipu oleh asisten pribadinya sendiri. Sejujurnya, Kaysha akui kalau pria di hadapannya si Ceo Demo Fuji ini memang tampan sekalipun dia merasa aneh dengan degupan jantungnya yang mendadak berdetak kencang ketika melihat dengan seksama wajah pria yang sepertinya Kaysha pernah melihatnya. ‘Tapi dimana?’ batin Kaysha dalam hati. Sementara Jamie yang duduk manis pun tak lepas memandangi Kaysha. Hatinya berseru senang sangatlah senang. “Ya Tuhan. Selama lima tahun ini aku mencarimu. Ternyata, kamu kembali dengan sendirinya. Kamu dalam keadaan sehat dan juga sangatlah cantik,” ungkap Jamie yang hanya bisa diungkapkan dalam hati. “Aku kembali menemukanmu, Black Rose,” sambung Jamie dalam hati dan tak lepas bibirnya mengulum senyuman mempesona untuk Kaysha. ‘Ck! Itu senyuman dah kaya gula biang, bisa-bisa gue diabete kalau terus melihat tuh fack boy terus seperti itu,’ batinnya. Kaysha pandangi lebih jelas lagi di mana hatinya masih bertanya-tanya dengan pria itu. “Ya. Aku sepertinya pernah bertemu dengannya. Tapi dimana? Wajahnya kok nggak asing ya?” batin Kaysha. Kaysha berdehem untuk mengurangi rasa canggungnya karena terus ditatap seperti itu. Tak ingin terus kaya orang bodoh dan tatapan seperti ini. Kaysha pun akhirnya mulai membahas perihal pekerjaan dengan pria tersebut. Dia harus segera mendapatkan kerja sama ini setelah itu dengan cepat dia menangani proyek besar ini. “Kenapa mendadak gini sih, ini jantung disko nggak jelas kayak ginih cumaan di lihatin doang. Gue bukannya udah ngaku ya kalau dia memang ganteng kayak Dewa Yunani itu. Tapi kenapa jadi kayak gini. Jangan-jangan gue baper terus ditatap kaya gitu?” kata Kaysha dalam hati. Wanita itu menggeleng kepala pelan. “Apa semudah ini gue move on dari Jay Liem?” sambung Kaysha tak henti bergerutu. Mendadak perasaan aneh yang entah Kaysha sendiri tak mengerti. “Bagaimana kalau kita langsung saja membahas masalah kerja sama kita, Tuan?” Jamie berikan anggukan pelan dan lagi diiringi senyuman yang kembali melukis membuat Kaysha bergidik melihat tingkah aneh dari pria di depannya itu sementara Jamie yang tadinya bad mood karena pagi tadi sudah dijodohkan oleh Grace, mendadak hatinya senang dan wajahnya berseri bahagia. Jodohnya kali ini sudah didepan mata setelah lima tahun salah alamat. “Ini konsep untuk proyek kita yang saya buat dengan tim saya di KWB, Tuan.” Kaysha meletakan dua buah map berwarna biru tua ke depan Jamie. “Saya ingin menjelaskan sedikit tentang proyek kerja sama ini. Apa saya boleh memulainya?” “Oh, silahkan. Saya ingin tahu dengan konsep yang Nona buat,” ujar Jamie seraya mengambil dua map tersebut. Kaysha mengangguk dan dia pun mulai menjelaskan semua yang sudah dia konsep dalam map tersebut. Jamie dengan senang hati mendengarkan suara yang selama ini dia rindukan. Ternyata, wanita itu tercerdas dan Jamie akui konsep untuk proyek barunya pun luar biasa sempurna di matanya. “Bagaimana menurut anda?” tanya Kaysha setelah selesai menjelaskan. “Lumayan!” jawab Jamie pendek. Dia masih seperti dulu selalu munafik mengakui sesuatu yang sempurna. Kaysha mendengus pelan dan kembali duduk. “Saya konfirmasikan lagi dengan dokumen kerja sama kita sebelum anda membubuhkan tanda tangan, sebaiknya anda baca lebih dulu karena takutnya ada hal yang tidak anda setuju.” “Call me Jamie. No, Tuan. Kesannya, saya sudah tua,” ujar Jamie yang dianggukan pelan oleh Kaysha. “Masalah dokumen kontrak kita. Nanti saya akan tanda tangani karena seperti yang Nona bilang, saya harus mempelajarinya bukan?” ujar Jamie yang dianggukan Kaysha paham. Sebenarnya Jamie ingin langsung mengucapkan deal dan menandatangani kontrak kerja sama itu. Tetapi, bila secepat ini dia tidak bisa memandang wanitanya lama. Jamie sudah setuju dengan kerjasama KWB dan JE sekalipun tidak ada perjanjian kontrak. Sekali lagi, Jamie masih rindu dan Kaysha di mana wanita itu belum memperkenalkan diri. Ketika keduanya tengah asik berpandangan. Ketukan pintu bercat kayu pun mengalihkan pandangan keduanya dan bersamaan menoleh pada pintu tersebut. “Ya masuk,” jawab Jamie tanpa menoleh dimana asisstenya berdiri diambang pintu. “Maaf, Tuan. Sudah pukul sebelas lebih tiga puluh, anda ada janji dengan Mr Robert.” “Tolong jadwalkan ulang saja Chris setelah saya makan siang,” pinta Jamie, kembali menatap Kaysha ketika sedetik pandangannya teralihkan. “Baik, Tuan.” “Tunggu—” sela Kaysha cepat seraya bangun dari duduknya. Kaysha tidak enak kalau di tatap lekat bak mangsa yang hendak di tangkap oleh pria itu. “Maaf, Tuan. Sepertinya saya sudah selesai dan harus kembali juga ke kantor. Tidak usah dibatalkan pertemuannya karena pembicaraan kita sudah jelas juga. Saya permisi pamit, Tuan.” Jamie tidak terima. Dia baru saja bertemu lagi dengan Kaysha selama lima tahun ini dan kini wanita itu mau pergi saja. Apa wanita itu tidak tahu kalau dia sangat merindukannya? “Mohon kabari saya secepatnya, Tuan,” kata Kaysha lagi. “Baiklah kalau begitu. Saya akan mengantarkan Nona Kaysha keluar,” ucap Jamie yang dianggukan Kaysha cepat. Meski Jamie berpisah. Tetapi, ini perpisahan sejenak karena mulai detik ini juga Jamie berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan pernah kehilangan lagi wanita itu. “Anda tidak apa, Tuan?” Di sela pertemuannya dengan Mr Robert, Chris yang duduk di samping Jamie sejak tadi melihat atasnya itu mendesah pelan. Sudah sejam mereka duduk di bersama dengan para koleganya. Pria muda itu sepertinya tidak konsen dalam pembicaraan Mr Robert bersama dengan teman-temannya. “Kita kembali ke kantor, Chris.” “Hah? Anda baik-baik saja kan, Tuan?” Chris tersentak kaget, apa lagi tatapan yang menghunus itu membuat Chris paham. Tak ingin Jamie semakin marah, Chris dengan tak enak hati menjeda pembicaraan moderator dan meminta maaf atas atasnya yang meminta izin keluar dari meeting tersebut. Di ruangan kerja yang terlihat kecil, Kaysha yang baru masuk ke dalam ruangan pun berkerut kesal. “Astaga. Kenapa Dewa Yunani itu belum juga kasih gue kabar sih, hah?” kata Kaysha dengan suara yang sedikit naik. Wanita itu meletakan paper bag berisi sarapan paginya dengan satu tangan yang meletakan laptop di meja kerjanya. “Ada apa, Nona memanggil saya?” “Itu si Dewa Yunani gimana sih. Kenapa nggak menghubungi buat kerja sama ini? Apa tidak jadi?” tanya Kaysha pada Pak Choi yang langsung menghadap. Awalnya, Pak Choi mengernyit bingung dengan panggilan itu, namun di detik kemudian dia paham. “Maksud anda Mr Grey, Tuan Jamie Grey?” tanya Pak Choi yang langsung dianggukan oleh Kaysha. Wanita berambut panjang itu menghempaskan panttatnya ke kursi kebesarannya dengan helaan nafas panjang. “Sudah tiga hari ini belum ada jawaban. Ini setuju atau tidak sih? Nggak jelas banget, kalau nggak jelas aku mau pulang!” “Nona sudah check email?” “Sudah beberapa kali malah. Tidak ada. Ya, sudah kamu hubungi tuh si Mr Grey tanya keputusannya gimana,” keluh Kaysha yang dipahamkan oleh Pak Choi akan jadwal kerja Kaysha yang sama banyak dan padatnya. “Saya akan coba tanya pada sekretarisnya,” ujar Pak Choi berlalu pergi. Kaysha berikan anggukan dan masuk ke dalam toilet sebelum dia menyantap sarapan paginya yang baru saja digigit. Dentingan suara notifikasi membuat Kaysha yang tengah membasuh wajahnya pun berhenti. Dia meraih ponselnya dan membaca pesan masuk. ‘Yank, kalau kamu tidak sibuk tolonglah datang ke sini. Masalah di sini semakin runyam saja. Aku sama si Yhang masih nihil dan juga kita kesusahan mengatasinya.’—pesan dari Jc. “Boro-boro gue mau kesitu bantuin lo, Jc. Proyek gue saja belum ada kejelasan ini.” Kaysha menatap sejenak penampilannya yang kini sudah rapih. Dia keluar dari toilet dengan bibir yang masih berkerut kesal. “Astaga, lambat banget itu, Ceo. Tinggal kirim pesan kek kalau tidak bisa atau email gitu. Ya, saya setuju. Kan gue langsung gas,” gerutu Kaysha. Kedua mata dan kedua tangannya sibuk menatap ke bawah dan merapikan pakainya sembari berjalan. Ketika wajahnya naik ke atas, Kaysha terkesiap kaget dengan kedua tangan memegangi dadaanya ketika melihat seseorang duduk di kursi kerjanya. "Astagfirullahaladzim.” Dewa Yunani itu dengan santainya berikan senyuman. “Hai, morning,” sapa Jamie seraya menyusut sudut bibirnya dengan tisu. “Kenapa. Kok kamu terlihat syok gitu kayak habis ngeliat hantu saja?” kata Jamie lagi dengan santainya. Kaysha mendengus pelan dan mendekati meja keranya. “Sejak kapan anda ada di ruangan saya, Tuan?” “Lumayan,” jawab Jamie singkat. Dia bangun dari duduk di kursi panas tersebut dan berjalan mendekati wanita yang masih menatapnya. Kaysha memutar tubuhnya di mana Jamie melewat lalu berpindah dan duduk di single sofa. “Oh. Ya, Tuan. Saya mau bertanya perihal keputusan proyek kita. Apa adan bisa memberikan jawabannya? Saya butuh jawaban dengan cepat.” “Please call me Jamie. No, Tuan. Understand?!” tegas Jamie. Kaysha mengusap dadda pelan. Tentunya dia tidak mau memanggil nama, karena pria itu adalah klien terbesarnya, terkesan tidak sopan bila dia memanggil nama. ‘Sabar Kay, sabar. Harus bersabar kamu menghadapi pria model kayak dia,’ kata Kaysha dalam hati. “Oh. Ya. Kampung pun tadi belum menjawab sapaanku,” sambung Jamie lagi. Kaysha mendengok. ‘Sapaan yang mana?’ tanya Kaysha dalam hati dengan menatap pria yang memperlihatkan sifat arrogantnya. ‘Apa jawaban morning?’ Kaysha mendengus pelan. ‘Astaga hanya itu saja kenapa pria itu masih menunggunya. Apa sapaan itu penting untuknya?’ Kaysha tak henti berdebat di dalam hati akan pria itu, tetapi pria yang duduk dengan tenang dengan memegang majalah pun, tak lepas bibirnya terus mengulum senyuman. “Morning Mr Grey,” sapa Kaysha pada akhirnya menjawab sapaan Jamie. Pria tampan itu menutup majalah dan kembali tersenyum pada Kaysha. “No. I say, you call me Jamie. No, Mr. Cukup Jamie, Kaysha Michael Feehily. Apa kamu paham?” ucap Jamie penuh penekanan. Hati Kaysha lagi lagi berkerut diiringi tangan yang terkepal. Kenapa sepagi ini dia harus dihadapkan pria menyebalkan. “Baiklah. Morning Jamie.” “Good,” jawab Jamie pendek. Kaysha menghembuskan napas berat lalu duduk di kursi kerjanya. Kedua bulu mata lentiknya mengerjap lambat ketika sesuatu di atas meja mendadak berubah. Tidak ada sekotak roti tawar sarapan paginya di atas mejanya begitu juga isi di dalam kotaknya terlihat habis. “Sarapanmu sudah aku makan dan aku gantikan dengan sarapan pagi yang tentunya lebih sehat.” “Hah?” Kaysha mendengoak dengan jawaban Jamie. “Bukan hah, Nona Kaysha. Tapi, makanlah sarapan yang sudah aku bawa untuk mu.” Mulut Kaysha masih menganga menatap perbuatan Ceo menyebalkan itu. “Karena kamu akan menangani proyek besar kita di kota kelahiranku ini, tentunya aku menginginkan Nona Kaysha makan makanan yang bergizi agar tidak jatuh sakit.” “Astaga. Apa selama ini aku makan makanan yang kurang baik. Terlalu sahabatnya si Woo,” gerutu Kaysha dalam hati. “Tap—” “Sudahlah duduk dan makan, kamu butuh jawaban segara dariku bukan? Maka habiskan sarapan yang aku bawa.” “Bukan itu,” hardik Kaysha. “Roti itu sudah aku gigit kenapa anda memakannya?” “Apa Nona punya penyakit rabies?” cecar Jamie bak senang menggoda wanita itu agar marah. Kaysha lelah kalau harus berdebat dengan Dewa Yunani itu, dia kalah karena tentunya dia butuh persetujuan kerjasama ini. ‘Sudahlah Kaysha, sebaiknya lekas makan dan menagih janji pria itu yang akan setuju dengan proyek ini. Lagian sarapan pagi yang pria itu bawa pun tidak buruk juga,’ batinnya seraya menatap sarapan paginya. Sarapan yang Jamie bawa hanya oat dengan toping yang banyak buat dan juga masih keadaan dingin seperti baru dikeluarkan dari lemari pendingin. “Apa kamu tidak suka dengan sarapan pagimu, hmm? Tolong jangan dilihat saja. Tapi, di makan.” Kaysha diam dengan bibir yang meruncing tajam. “Seharusnya anda itu izin terlebih dulu kalau mau menggantikan sarapan pagiku, tidak seenaknya seperti ini.” “Sudahlah jangan berdebat lagi, sebaiknya kamu makan saja! Pantas saja bukan tubuhmu itu kurus kering kayak kerupuk kulit sarapan saja cuma dua keping roti tawar. Apa gajimu sedikit sampai kamu tidak bisa membeli makanan yang sehat dan lezat?” gerutu Jamie mendadak kesal. Meski Kaysha terlihat cantik, namun tetapi Jamie suka Kaysha yang dulu. Tubuh Kaysha nampak berisi tidak kurus seperti sekarang ini. Kaysha yang sekarang terlihat banyak beban. Kaysha mencoba mengabaikan hinaan dari pria tersebut dengan layap dia memakan oat tersebut. “Oh. Ya, bisakah dalam keadaan saya makan anda mau menjawabnya? Saya butuh kepastian sekarang juga,” kata Kaysha seraya memasukan beberapa makanan ke dalam mulutnya. Jamie bangun dari duduknya dan berjalan mendekat. Pria itu berdiri bersandar di meja kerja Kaysha di mana wanita itu menengadahkan pandangannya. “Aku setuju. Kontraknya sudah aku tanda tangani. Kamu boleh mengerjakannya,” ucap Jamie. Wajah Kaysha berseri senang. “Benarkah?” “Ya.” Jamie mencondongkan tubuhnya, dengan cekatnya dia menyusut sudut bibir Kaysha yang terdapat oat. Sikap Jamie yang seperti ini membuat Kaysha mundur. Kaysha grogi. “Apa makananku belepotan?” Kaysha buru-buru menghapus sudut bibinya meski Jamie sudah melakukannya. Dia sengaja melakukan itu karena untuk mengatasi geroginya, apa lagi Jamie tak lepas menatapnya. “Sedikit. Minumlah, aku pun membawa oranges jus untukmu,” kata Jamie seraya memberikan mug tersebut. Kaysha yang dilanda grogi pun menerimanya dan wanita itu membalasnya dengan senyuman. “Kalau begitu aku akan lekas mengabarkan pada Timku, agar tidak membuat waktu.” “Tidak usah buru-buru. Santai saja,” ujarnya. Mungkin bagi Jamie dia bisa santai karena dia adalah bos. Tetapi, Kaysha tidak. Setiap detik dan menitnya adalah waktu yang sangat berharga darinya, maka dari itu dia tidak ingin membuang waktu lagi. Melihat gerakan bibir merah muda itu mengunyah dan sesekali tersenyum. Jamie yang tak tahan pun hanya menelan salivanya dalam-dalam. Bibir yang dulu pernah dia kecup itu seolah melambai meminta berjumpa. Tak bisa menahan hasratnya. Jamie pun langsung melumat bibir manis Kaysha dengan lembut dengan kedua tangannya yang menangkup wajah Kaysha. Yang ada di dalam hati Jamie, dia ingin menciumnya sampai dia merasakan puas, tak peduli Kaysha marah. Sungguh dia tidak bisa lagi memendam perasaan yang selalu tersulut gairah walau hanya berduaan seperti ini dengan Kaysha. Bila Jamie di depannya terus melesak masuk, jauh berbeda dengan Kaysha yang masih syok dengan pria berengsek di depannya. “Anda sudah tidak sopan pada saya, Tuan,” amuk Kaysha ketika dia berhasil melepaskan bibir seksi yang nakal, menyosornya tanpa izin. “Pukulah kalau kamu mau atau tampar, hmm?” Jamie menyerahkan wajahnya untuk di tampar wanita itu atas perbuatanya yang tidak sopan. Kaysha hanya diam, dengan tangan yang sudah terkepal erat. Dia masih menjaga kewarasannya agar tidak melemparkan Jamie ke rumah sakit karena sudah melecehkannya. ‘Kalau kamu bukan klien besarku sekali bukan investor besar di KWB dan juga bukan sahabat Woo. Aku sudah kirim kamu ke rumah sakit detik ini juga,’ gumam Kaysha dalam hati dengan ekspresi marah. “Silahkan anda keluar dari ruangan saya, Tuan!” usir Kaysha tegas. “Kamu tidak mau menamparku dulu agar kamu puas, Kay?” Kaysha membuang napas berat. “Saya bukan hanya ingin menamparmu saja, Mr Grey. Tetapi saya, sudah ingin mengirim anda ke rumah sakit bila saya tidak melihat anda adalah sahabat Woo!” decak Kaysha. “Maka pergilah sebelum saya bukan mengirim anda ke rumah sakit melainkan ke neraka!” ancam Kaysha dengan tatapan benci. “Apa anda masih tidak paham dengan perkataan saya, Mr Grey?” “Saya minta maaf, Kay. Maafkan saya!” Kaysha berdengung setelah Jamie benar-benar berjalan menuju pintu keluar. “Saya harap mulai detik ini anda tidak datang lagi ke ruangan saya. Bila ada hal yang penting silahkan anda menghubungi sekretaris saya,” kata Kaysha tegas. Jamie merutuki kebohongannya yang tidak bisa menahan gairahnya. Namun, suara bantingan pintu yang keras itu terdengar ketika dia berhadapan pun membuat Jamie menghembuskan napas pelan. Kaysha marah. Kwb Company, Seattle. “Aku perlu bicara denganmu, Kaysha!” seruan keras Jamie yang diiringi membuka pintu dengan tiba-tiba tanpa permisi apa lagi salam itu mengejutkan Kaysha yang tengah fokus pada pekerjaan. Kaysha menarik napas agar tidak terpancing emosi lagi karena sepagi ini harus menghadapi pria yang entah mau apa lagi. “Maaf, Tuan. Saya tidak ada janji bertemu dengan anda.” “Kay!” seru Jamie geram. Dia tidak terima bila harus diperlakukan seperti ini. Beberapa hari kebelakang, Jamie minta Kaysha untuk memberikan salinan document dan mengantarkannya langsung ke kantornya dengan alasan Jamie ingin meminta maaf. Sialnya, yang datang bukan Kaysha, melainkan asisten pribadinya sendiri yang menyerahkan dokumen tersebut. Tidak hanya itu saja, Jamie yang merasa bersalah akan tindakan sepele itu. Dia sampai rela datang ke apartemen Kim Woo dimana Kaysha tinggal. Lima jam menunggu, lagi lagi Kaysha bisa menghindarinya hingga pagi ini pun Jamie yang berjuang meminta maaf pun kembali datang untuk menjemput Kaysha. Tapi lagi lagi wanita itu sudah lebih pagi berangkat dan kembali menghindarinya. “Ada apa lagi yah, Tuan. Bukannya kemarin saya sudah menyerahkan document itu pada Pak Choi dan saya minta menyerahkannya. Apa belum sampai?” “Bukan itu, Kaysha,” kata Jamie pelan. “Lalu masalah apa anda datang ke kantor saya dan mengejutkan saya? Apa anda tidak punya sopan santun untuk bertamu pada orang lain?” Jamie menggeleng pelan, bukan itu yang ingin dia jelaskan. “Bukan itu yang ingin saya jelaskan padamu, Kaysha.” Kaysha yang sudah paham pun bangun dari duduknya dan menghampiri Jamie. “Bila masalah pribadi, sebaiknya anda pergi karena saya tidak ingin membuang waktu saya untuk mendengarkan omongan anda!” Kaysha menjulurkan tangan bak kode bila pintu keluar berada tepat di belakang Jamie. “Saya hanya ingin meminta maaf perihal saya yang mencium kamu, Kaysha. Sejak kejadian itu kamu menjauhiku.” Jamie meraih tangan Kaysha dan menggenggam erat. “Maafkan kesalahanku yang sudah tidak sopan.” Kaysha menarik napas berat. “Saya sudah memaafkan anda sekalipun anda tidak mengucapkannya.” Jamie tersenyum senang. “Tapi bisakan sekali ini anda mendengarkan saya?” “Apa?” “Tolong jangan pernah ganggu saja lagi dan jangan pernah datang lagi ke kantor ini,” ucap Kaysha yang membuat pria itu melotot. Dadda Jamie bergemuruh kesal dan tidak terima. “Kau akan seperti ini, hmm?” “Tuan. Tolonglah kerjasamanya. Saya butuh privasi.” “Persetan dengan privasi, Kaysha.” Jamie menarik napas sejenak dan selangkah lebih dekat. “Mulai detik ini jangan lagi kau mengabaikan aku. Apa lagi kamu menghindar dariku!” Jamie mencondongkan tubuhnya hingga jarak wajah mereka begitu dekat. Manik mata abu-abu keemasan itu pun menatap tajam pada Kaysha. “Bila kau masih membangkang. Jangan pernah salahkan aku bila aku akan menciummu lebih ganas lagi daripada yang kemarin aku lakukan padamu!” ancam Jamie tak main-main. Dan ancaman itu berhasil membuat Kaysha terkejut dan merasa takut. “Anda sudah gila, Tuan. Atas dasar apa anda bersikap seperti ini padaku. “Saya memang gila dan saya tergila-gila denganmu, Kaysha. Jadi camkan perkataanku tadi. Aku tidak main-main dengan perkataanku Kaysha Feehily!” tegas Jamie berlalu pergi meninggalkan ruangan Kaysha. “Sial! Kenapa aku hanya diam saja diancam seperti tadi?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN