Delapan

1675 Kata
Hari ini adalah hari ulang tahun Ela—Ibu Joe dan ada beberapa kesibukan yang tercipta di kediaman mereka. Joe yang baru saja tiba setelah pergi ke luar untuk mencari kado, sudah dapat merasakan betapa keluarganya itu memang tidak ahli dalam membuat suasana hening. Tercipta banyak sekali keributan di dalam, padahal hanya ada 4 orang saja anggota keluarganya. Karena semalam Joe menolak ajakan Nazeela, jadilah dirinya kebingungan sendiri tadi ketika membelikan kado untuk sang ibu dan menghabiskan waktu yang cukup banyak meski akhirnya ia menentukan pilihan dengan cukup sulit. Joe masuk ke rumahnya dan langsung pergi ke kamarnya untuk meletakkan bingkisan kado yang telah ia bawa, lalu kembali keluar dari kamar dan datang ke dapur untuk melihat dan ikut bergabung dengan keributan itu. “Suara kalian terdengar sampai ke luar, guys.” Ujarnya ketika masuk dapur. “Hai Joe.” Sapa Nazeela dengan senyum manisnya ketika Joe terpaku dan berakhir dengan menatapnya kebingungan karena keberadaannya di rumah keluarga pria itu. Wanita itu bahkan melambaikan tangan dengan wajah yang sangat antusias. “Apa yang kau lakukan di sini Zee?” tanya Joe sangking terkejutnya. “Oh, itu, kemarin Kay bilang aku diundang oleh Bibi untuk makan bersama keluarganya untuk merayakan ulang tahunnya, jadi aku datang.” Joe menatap Kay dengan wajah tak terima, “Kenapa kau tidak memberitahuku?” tanyanya. “Ibu juga tidak memberitahu.” Tambahnya sambil melihat ibunya dan menuntut penjelasan. “Memangnya kenapa Joe? Tidak salah kan kalau Ibu mengundang Zee untuk makan malam bersama?” tanya Ela. “Tapi nanti ada kakek dan nenek juga. Bukankah itu akan canggung untuk Zee?” Nazeela menggelengkan kepalanya, “Aku tidak merasa keberatan Joe. Anggap saja ini sekaligus perkenalan dengan keluarga dekatmu. Aku juga tertarik ingin mengetahui mereka lebih dekat.” Jelasnya. Kay menyenggol bahu Nazeela dengan tatapan menggoda wanita itu karena gerakannya begitu menjelaskan perasaannya. Hanya saja Joe menutup mata untuk itu. “Baiklah kalau begitu.” Angguk Joe pasrah. Pada akhirnya, Joe memutuskan meninggalkan Ibu, Kay, dan Nazeela yang sedang membuatkan kue dan beberapa makanan ringan. Nazeela memang sudah cukup lama kenal dengan keluarga Joe karena mereka sering berkelompok bersama dan membuat Nazeela beberapa kali datang ke rumah mereka untuk mengerjakan tugas. Sifat ‘welcome’ keluarga Joe kepada siapa saja membuat orang lain, terkhususnya Nazeela merasa ingin menjalin hubungan yang lebih akrab dengan keluarga Joe. Karena Ela juga mau, jadi Joe sama sekali tak mempermasalahkan soal kedekatan mereka, apalagi ibunya juga tampak sangat menyenangi Nazeela. Selain itu, Kay juga merasa cocok dengan Nazeela. Pembawaan Nazeela yang menyenangkan dan mudah beradaptasi membuat wanita itu bisa cocok dengan banyak orang. Nazeela pandai mencari topik, sementara Kay tidak, jadi Kay merasa ia memang butuh teman seperti Nazeela. Selain itu, wanita itu juga pandai menarik hati orang-orang yang ada di sekitarnya sehingga tidak heran lagi jika Nazeela punya lingkup pertemanan yang luas. Soal pertemanan, Nazeela memang tidak perlu diragukan, ia punya banyak kenalan dari mana saja, termasuk perbedaan generasi. Wanita itu tidak hanya pandai menarik hati teman seusianya, tapi ia bisa menarik hati orang tua, anak remaja, bahkan sampai balita dan bayi sekalipun dan Joe sudah pernah melihat hal itu langsung ketika Nazeela memperlakukan orang-orang asing di sekitarnya seperti orang dekat. *** Kekhawatiran Joe tadi tidak terjadi sama sekali karena kenyataannya suasana rumah mereka menjadi bertambah ramai karena keberadaan Nazeela. Kakek dan neneknya justru tertarik dengan rencana masa depan Nazeela yang diceritakan wanita itu dengan sangat percaya diri. “Anak-anak muda sekarang memang sulit sekali menentukan masa depan mereka dengan penuh perencanaan. Kebanyakan dari mereka tidak percaya diri dan mudah menyerah, padahal usianya masih muda.” Ujar Antonio—kakek Joe—sambil melirik Joe. Joe sebenarnya menyadari itu, tapi ia memilih tidak menanggapi. Adkey juga melirik Joe ketika melihat Antonio melirik putra pertamanya itu. “Aku punya perencanaan seperti itu juga berkat dukungan kedua orang tuaku, Kek. Mereka mendukung penuh keinginanku.” Ujar Nazeela. “Bagus kalau begitu, jarang sekali orang tua yang mendukung penuh keinginan anaknya, Zee. Sayang sekali Paman dulu tidak mendapatkan itu.” ujarnya, lalu meneguk minumnya. Zee mengernyit sebentar sambil melirik ke arah Antonio, Emma (Nenek Joe) dan Adkey secara bergantian. Ia jadi merasa tidak enak karena pembahasan itu berlanjut seperti ini, padahal ia hanya mengutarakan kebenarannya saja. “Ayahnya Joe itu sedang menyindirku.” Antonio memotong dagingnya, lalu menusuk dengan garpu dan melahapnya, tidak malu mengakui bahwa ia adalah orang yang dimaksud oleh anaknya sendiri. “Jangan seperti itu.” tegur Ela kepada suaminya. Nazeela melirik Joe setelah melihat itu. ia tersenyum kecil membayangkan dirinya akan seperti itu dengan Joe nantinya. Ya, semoga saja. Ia hanya perlu banyak berdoa supaya semua itu terjadi. “Oh ya, Joe dari tadi diam saja. Apa rencanamu di masa depan Joe?” Joe berhenti mengunyah makanannya dan menoleh kepada keluarganya yang langsung melihatnya, “Aku tidak tahu, mungkin aku akan mengajukan lamaran ke Wikler entertainment atau Wikler Enterprise.” Ujarnya. “Jangan begitu, nanti kau ketinggalan oleh Nazeela yang sudah punya banyak perencanaan. Kalau nanti dia lebih tinggi darimu, kau pasti minder untuk melamarnya.” Ujar Emma. Joe mengernyit menatap neneknya, “Kami tidak ada hubungan seperti yang kalian pikirkan.” Ujarnya. “Iya, nek. Kami hanya berteman saja untuk sekarang.” Ujar Nazeela membuat Kay, Loy, dan Ela menahan senyumnya. Sementara orang-orang tidak peka seperti Antonio, Adkey dan Joe, ah sudahlah, tidak perlu diperjelas bagaimana tanggapan mereka. “Lah, kupikir Zee ikut makan malam bersama karena ada hubungan spesial sampai Ela mengundangnya.” Ujar Emma. “Biarkan saja, lagipula mereka seharusnya memang perlu fokus pada masa depannya dulu, bukan berkencan-kencan.” Ujar Antonio dengan pikiran kolotnya. “Mereka masih muda. Kau juga pernah begitu saat masih muda.” Emma menyenggol lengan Antonio, “Masa muda itu lebih seru kalau ada kisah percintaan.” Tambahnya, “Benarkan Zee, Joe, Kay, Loy?” tanya Emma pada muda-mudi di meja makan itu. “Iya, tentu saja.” Angguk Loy sangat setuju. Dia yang paling semangat menjawabnya hingga para orang tua menatapnya dengan menyelidik. *** Nazeela melirik Joe beberapa kali yang sangat fokus pada jalanan sampai tidak meliriknya sama sekali. Ia meletakkan tangannya di atas paha sambil menatap lurus, “Kau menghindariku?” tanyanya. “Hm?” Joe melihat ke arah Nazeela sebentar, “Tidak.” Jawabnya kemudian. “Memangnya aku salah apa?” tanya Nazeela. “Tidak Zee, aku tidak menghindarimu.” Nazeela mengangguk, “Oh, jadi karena kita tidur bersama.” Ujarnya seolah mengerti apa yang Joe maksud, padahal dari tadi pria itu menghindar dari pertanyaannya dengan jawaban yang berbeda. “Aku bilang tidak Zee.” Ujar Joe kesal sendiri karena Nazeela membuat kesimpulan sendiri. “Jadi kau tidak puas dengan yang kemarin? Itu sebabnya kau menghindar?” tanya Nazeela sambil melirik Joe dengan menahan senyum melihat wajah frustasi pria itu menghadapinya. Setidaknya ia mampu membuat Joe banyak menyanggah ucapannya dibandingkan mereka hanya diam-diam saja. “Nazeela.” Seru Joe dengan kesal ketika ia berakhir dengan menghentikan mobilnya di tepi jalan. “Hm?” Nazeela berdeham dan menoleh dengan mata mengerjap beberapa kali menunjukkan keimutannya di depan Joe. Joe menyentuh kedua bahu wanita itu dan meremasnya dengan tatapan lekat-lekat tertuju pada Nazeela, “Aku tidak menghindarimu.” Ujarnya. Nazeela menganggukkan kepalanya, “Kalau begitu cium aku.” Pinta wanita itu sambil mendekatkan wajahnya pada Joe. Joe mundur dan terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu. Nazeela begitu agresif. “Zee, kita hanya…” “Teman kan? Aku tahu. Aku juga masih sadar kalau kita teman. Ya sudah, hanya sekadar teman ranjang, itu tidak masalah sama sekali bagiku. Kau pun mau kan?” tanya Nazeela. Joe menggigit bibirnya dengan penuh pertimbangan, “Kenapa kau selalu menjadikan hal seperti itu seperti hal yang biasa, seolah candaan.” Ujar pria itu dengan gelisah. “Di luar sana banyak yang melakukannya dengan teman. Selagi kita sama-sama mau, bukankah itu bagus?” “Aku akan mempertimbangkannya.” Ujar Joe, lalu kembali melajukan mobilnya. Nazeela menganga tak percaya mendengar ucapan itu, “Apa menurutmu itu masuk akal? Joe, kau laki-laki, tapi kenapa seolah di sini kau adalah wanitanya.” Ujar wanita itu tak percaya dengan pria di sampingnya. Ia sampai terkekeh sendiri dan menutup wajahnya dengan geli. Joe melirik Nazeela dengan tajam dan rahangnya mengeras, “Jangan seperit itu kepada pria lain, Zee.” Nazeela melirik Joe sambil memperhatikan ekspresi pria itu karena mendengar nada bicara yang berbeda dari sebelumnya, lalu ia menjawab, “Aku tidak akan seperti itu kalau kau menerima tawaranku.” “Aku mau, hanya saja, apa kau tidak merasa dirugikan dengan hubungan seperti itu?” “Kita sudah sama-sama dewasa, Joe. Aku tahu apa yang aku inginkan dan tidak, jadi aku sudah mempertimbangkannya.” “Kenapa aku?” tanya Joe. “Lagi? Bukankah jawabannya sudah jelas? Aku ingin dirimu, hanya kau Abercio Joe Wikler.” Jawab Nazeela serius dan penuh ketegasan, tapi Joe terkekeh saja karena merasa itu hanyalah candaan. Bukan Joe tidak mengerti apa yang Nazeela maksudkan di setiap perkataannya. Ia bukan ayah atau kakeknya yang tidak peka dengan ucapan atau kode dari wanita, tapi kalau Nazeela yang mengucapkannya, rasanya lebih terasa seperti sebuah lelucon. Wanita itu adalah mantan playgirl yang sudah berulang kali berpacaran bahkan sejak di sekolah menengah. Joe juga sudah melihat sendiri kalau Nazeela bergonta-ganti pasangan dengan teman sejurusan atau bahkan kakak tingkatnya semasa kuliah. Karena Nazeela sering berpacaran dengan katingnya yang terkenal, jadi nama wanita itu sudah cukup dikenal di jurusan Teknik. Wanita itu mulai mendekatinya ketika Nahla mengenalkan mereka berdua saat bertemu dengan beberapa teman dan nongkrong bersama. Sebelum mereka sedekat itu pun, Joe sudah sering melihat dan mendengar cara wanita itu merayu pria meski tidak dengan cara yang murahan, tapi lebih seperti candaan. Dan ketika ia merasakannya sendiri, ia merasa itu aneh dan berpikir bahwa Nazeela hanya bermain-main saja dengannya. “Kita sudah sampai.” Ujar Joe ketika gedung apartemen Nazeela sudah berada di depan mata. Nazeela membuka pintu mobilnya dan keluar, “Hati-hati. Hubungi aku kalau kau sudah sampai.” Pesannya. Joe mengangguk, lalu meninggalkan wanita itu yang sudah masuk ke dalam gedung apartemen. Ia melirik melalui spion mobil dengan memperlambat kecepatan dan berpikir dengan gelisah tentang ucapan wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN