Ulang Tahun

2647 Kata
Sudah hampir seminggu dengan kekhawatiranku akan ulang tahunnya Kakanda. Terutama, sebentar lagi banyak orang yang akan mendiami istana ini. Apalagi peringatan ulang tahunnya Kakanda akan diadakan besok. IYA, BESOK WOY BESOK. Saat ini aku sedang bersama Nertaja. Menikmati teh hangat di waktu senja. Semenjak tinggal di sini aku menjadi anak senja. Syukurnya, yang ku nikmati bukanlah kopi. Karena jika kopi, obat maag yang tanpa sengaja ikut terbawa ke masa ini akan habis dengan cepat. "Maaf Ndoro mengganggu waktu teh nya. Tetapi Ndoro diperintahkan Yang Mulia untuk bersiap dalam rangka Hari kelahiran Maha Raja yang akan diadakan besok hari, Ndoro." Nertaja menatap murung ke arah cangkir teh dan langsung menatapku dengan wajah sedih. "Maaf Ratu, aku harus undur diri terlebih dahulu. Padahal aku masih mau bercerita denganmu lebih banyak lagi." Padahal kita ga banyak ngobrol dah perasaan. Tapi tak apa, kata orang-orang perasaan itu tidak selalu benar. "Ehm, iya Nertaja. Santai saja jika denganku. Terimakasih juga sudah mengundangku di acara minum teh di sini. Suasananya sangat menenangkan." Baru saja Nertaja akan berdiri, dayang-dayang tersebut melanjutkan pembicaraannya. "Tetapi Ndoro, Yang Mulia juga memerintahkan Ndoro Ratu untuk mempersiapkan diri." Aku speechless hingga rahangku terjatuh. Berbanding terbalik dengan Nertaja yang tampak senang dan gembira hingga loncat-loncat kegirangan. "Jika begitu, biarkan aku merias Ratu juga. Kamu hanya perlu menyiapkan alat dan bahannya saja." Setelah itu Nertaja menggandeng tanganku dengan senyum riangnya. Manis banget akjdajuhedkjashdqkw--- "Kita akan merias diri di malam hari?" "Tidak. Pertama-tama, kita harus luluran dulu." Oke Nertaja. I stan with you. "Kita menyiapkan semuanya di kamarmu saja ya Ratu? Ruanganku penuh dengan tugas yang menumpuk." Entah mengapa aku meragukan penawaran Nertaja. Hawa-hawa nya ga enak nih .3 "Iya." Aku berjalan beriringan bersama Nertaja diiringi dengan beberapa dayang-dayang yang membawa berbagai perlengkapan di belakangnya. Sepertinya, malam ini akan menjadi malam yang panjang. *** Sekarang aku kembali menatap ke cermin. Benar-benar terlihat bukan seperti seorang Ratu namun menjadi seperti seorang "Ratu". "Ehm, Nertaja, apakah ini tidak berlebihan?" "Berlebihan? Tentu saja tidak, Ratu. Penampilan ini sesuai dengan namamu, Ratu." Hah? Aku menghembuskan napas pelan. Padahal nyata-nyatanya Nertaja lah yang anggota kerajaan. Namun mengapa pakaianku jauh lebih bagus darinya? Semalam, Nertaja ikut tidur di kamarku sambil luluran-merawat diri sebagaimana perempuan bangsawan pada umumnya. Aku di sini ternyata ada sisi positifnya. Dari aku, seorang perempuan yang malas merawat diri. "Duk duk duk" Aku dan Nertaja secara kompak menoleh ke arah pintu. Salah satu pelayan Raja masuk secara sopan. "Mohon maaf Ndoro, namun ndoro Ratu telah ditunggu oleh Yang Mulia Maha Raja di depan." Aku menatap Nertaja dengan tatapan bingung. Nertaja pun menatapku dengan tatapan yang sama bingungnya denganku. Namun ia juga memberi isyarat agar segera menemui kakandanya tersebut. "Baiklah." Aku lalu meninggalkan Nertaja serta dayang-dayang di kamarku dan menghampiri kakanda yang sedang menunggu dan menatap langit. "Ada apa?" Seseorang yang ditanya itu langsung menatapku dengan lekat-lekat. Padahal tidak perlu begitu, aku juga tidak akan kabur. "Apakah kamu sudah siap hari ini untuk kuperkenalkan di depan khalayak umum?" "Yah siap tidak siap. Mau sampai kapan kalian tidak mengenalku, kan?" Kakanda tersenyum tipis kepadaku dan kembali menatap langit. Akupun penasaran kepada sesuatu. "Ketika kanda memperkenalkan diriku, kira-kira bagaimana ya reaksi orang-orang?" Di pemikiranku adalah, orang-orang akan terkejut. Mungkin aku tidak akan dipercaya hingga akhirnya aku dibunuh karena berbohong dan kembali terbangun di masa depan. Yeay. Orang yang kutanya kembali tersenyum. Masalahnya ia tersenyum tanpa sebuah alasan secara terus-menerus. Takut-takut menjadi gila karena stres di usia dini. "Tentu saja mereka kaget." Iya, tentu saja. Pemikiranku juga begitu. "Siapa yang menyangka bahwa ayahku punya seorang anak yang bukan berasal dari rahim ibuku selain Raden Sotor?" EHHH??????? "Sangat menyayangkan punya saudara tiri secantik dirimu, Ratu. Kenapa Raden Sotor tidak memberitahuku bahwa ia punya saudara sepertimu?" Saat ini aku hanya bisa terdiam dan sedikit tercengang akan apa yang disampaikan kakanda. "Ah, atau ibumu bukan ibunya Raden Sotor. Apakah begitu Ratu?" Aku terperangah sebentar. RADEN SOTOR TUH NUGUYAAA?! "KAKANDA! SELAMA INI KANDA SALAH PAHAM!" Semua yang ada di tempat itu terkejut tidak terkecuali lelaki di sampingku yang menjabat sebagai seorang Raja ini. Bahkan Nertaja sampai keluar dari ruanganku. "Ada apa kakanda? Ratu?" "Apa maksudmu, Ratu?" Oke, jadi sekarang bagaimana aku menjelaskannya? "Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Tapi aku bukan anak ayahmu, apalagi adiknya Sotor. Raja, Kita bukanlah saudara. Tapi aku juga bukan musuh. A-aku, aku--" Jantungku berdetak dengan cepat. Masalah besar benar-benar akan terjadi apabila anxiety ku kambuh. Haish, dasar lemah. Kakanda menatapku dengan tatapan tidak percaya. Nertaja pun melakukan hal yang sama. Aku hanya bisa berpasrah jika para pengawal dan pelayan juga mendengar omongan kami. "Sudah, tenanglah Ratu. Ambil napas perlahan, keluarkan." Aku mengikuti instruksi dari Nertaja. "Kakanda pasti akan mengerti. Selama di sini kamu juga tidak membuat keributan yang pasti. Kamu juga tidak ada membahayakan kerajaan." Iya, aku memang tidak membahayakan. Namun, untuk bagian membuat keributan kurasa itu harus di checklist. Tapi, Sotor itu siapa? Nertaja yang awalnya memelukku pun melepas pelukannya selesai mengatakan hal itu. Raja terlihat sedikit kaget namun... setengah gembira...? "Baiklah jika begitu, Ratu. Bersiaplah dengan apa yang akan terjadi hari ini ketika acara telah dimulai. Dan, berdoalah agar kamu tetap bisa hidup sampai lusa." Selesai mengatakan hal itu, Raja meninggalkanku dan Nertaja. Nertaja tetap menggenggam erat tanganku. Seakan-akan mengatakan, iya tidak apa. Aku di sini. Dan, kurasa ialah orang pertama yang mengatakan hal tersebut kepadaku. *** Aku hanya mampu memandang alas kakiku yang diberikan oleh kerajaan sepaket dengan baju yang kukenakan saat ini. Ini lebih menakutkan dari apa yang kuperkirakan mengingat Raja mengatakan "Berdoalah agar kamu tetap bisa hidup sampai lusa." Ah aku akan dihukum mati? Ah hidupku sampai sini saja? Jika memikirkan hal tersebut, sebenarnya ada positif nya juga. Aku jadi entah bisa kembali ke masa depan, ataupun mati di zaman Kerajaan Majapahit. Kurasa kedua hal itu bukanlah hal yang buruk mengingat aku juga tidak ingin berlama-lama di sini karena takut akan menjadi beban. "Ratu, mohon tetap diam ketika kakanda menyatakan sesuatu. Aku yakin itu yang terbaik untukmu." Nertaja lalu mengusap tanganku perlahan dan duduk di singgasananya. Sedangkan aku didudukkan sebaris dengan anggota dewannya. Yah, sebut saja rakryan. Tidak lama, rombongan Maha Patih pun datang. Mereka tiba pada sore hari ketika langit jingga menyambut kedatangan mereka di Trowulan. Para rakryan mulai memenuhi tempat kosong di sampingku. Saat ini benar-benar ingin menangis karena duduk di dekat orang yang sama sekali tidak kukenal. Acara ini dimulai dari malam hingga tiga hari kedepan. Aku benar-benar akan mampus selama itu. Aku harus bertingkah menjadi siapa? Adik tirinya Raja? Selain memikirkan hal itu, aku juga terpikirkan hal lain. Bagaimana jika ada yang p*****l? Bagaimana jika aku dilecehkan? Bagaimana jika diantara mereka ada yang jahat? Bagaimana jika sewaktu-waktu aku di bunuh? Bagaimana jika aku dibunuh? Sambutan-sambutan hangat menyambut mereka yang baru saja tiba dengan suasana yang hangat dan mengharukan. Aku bisa melihat seseorang yang dipanggil sebagai Patih Mada baru saja memeluk Raja. Setelah cukup lama berbasa-basi, Raja mulai melakukan sambutan-sambutan. Persis seperti event-event di sekolah yang biasanya dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah. "Aku berterima kasih kepada kalian yang sudah jauh-jauh datang kemari di tengah ekspedisi kalian karena memperingati hari kelahiranku. Selain itu, pada hari ini, aku akan mengumumkan sesuatu." Padahal sambutan tadi terdengar samar di telingaku. Kenapa kali ini telingaku menjadi tajam? "Tepat pada hari ini, aku akan memperkenalkan seseorang kepada kalian." Baiklah, apa sekarang aku masih hidup? "Seseorang yang aku percayakan hidupku kepadanya. Seseorang yang memiliki senyum secerah langit pagi. Seseorang yang bisa dengan jujurnya mengatakan apa yang ada di pikiran dan hatinya." Hah? "Ialah Dyah Ajeng Ratu. Seseorang yang akan menjadi permaisuri Raja Majapahit serta ibu dari Raja Majapahit yang akan mendatang." Satu pendopo langsung hening. Aku menjatuhkan rahangku. Semua mata langsung tertuju padaku. Aku benar-benar terdiam seperti patung. "A-aku? Aku?" Aku mulai menunjuk diriku sendiri dan bertanya ke rakryan yang duduk di sebelahku. Lalu aku kembali menatap Raja yang melemparkan senyum manis dan tipis. Aku tau sebenarnya ada makna di balik senyum itu. Namun, aku tidak bisa membacanya. "Tapi kami tidak akan menikah dini. Aku akan mengikatnya dan kemungkinan besar akan menikah dengannya tiga tahun yang akan datang. Hal ini dikarenakan usia kami yang masih belum matang untuk sebuah pernikahan." Hah? Gue diiket? "Oleh karena itu aku mohon kepada siapapun untuk tidak mengganggu calon permaisuriku. Sekian pemberitahuanku hari ini. Silahkan menikmati hidangan yang ada." Suasana kembali hening. Siapa memang yang tidak akan terkejut dengan pengakuan Raja? Aku yang ia nobat kan sebagai permaisuri masa depan saja terkejut. "Yang Mulia Maha Raja, mohon maaf sebelumnya menanyakan hal ini. Namun apa yang membuat Yang Mulia mengambil Yang Mulia Ratu sebagai permaisuri?" Raja nampak berpikir. Aku hanya bisa harap-harap cemas ia mengingat semua kebaikanku saat ini. Meskipun tidak pernah ada hehe. "Ia telah mengusulkan banyak rencana kerja kepadaku dan membuat rakyat sangat terbantu dari ide-ide yang ia kemukakan. Salah satunya adalah ide pembayaran utang kepada rakyat yang tidak mampu." Seharusnya bukan salah satunya. Tepatnya adalah satu-satunya. "Benarkah itu permaisuri?" BELOM NIKAH OY PLIS BELOM. Tanya seorang perempuan yang terlihat berusia separuh baya namun juga memiliki mahkota. Biar kutebak, apakah ia ibunya Raja? "Ah, iya. Itu tiba-tiba saja terpikir oleh saya ketika melihat seorang kakek tua yang ditagih hutangnya oleh seorang lintah darat. Padahal, dari segi manapun juga terlihat bahwa kakek itu tidak akan kuat untuk membayar. Sebagai bayarannya, sang lintah darat pun menetapkan bahwa ia akan membawa anak dari kakek tua tersebut jika ia tidak bisa melunasi utangnya. Oleh karena itu saya terpikir untuk melakukan hal tersebut." Jelasku seadanya. Aku bisa melihat senyuman bangga tercetak jelas di muka Raja. "Anak baik." Ujar perempuan yang tadi meminta penjelasan kepadaku. Lalu ia tersenyum manis. Persis seperti Nertaja. Ah, dari sinilah Nertaja berasal. Lalu suasana kembali hening. Tiba-tiba ada seseorang yang memecah keheningan tersebut. "Ratu, darimanakah kamu berasal?" Belum selesai overthinkingku dengan persoalan adiknya Raja, menjadi ratu mendadak, dan siapakah Raden Sotor. Sekarang kau menambah satu list overthinkingku. Terima kasih rakryan yang tidak kucintai apalagi ku banggakan.  *** "Ratu, darimanakah kamu berasal?" Pertanyaan itu terus mengiang di kepalaku. Meskipun tepat ketika pertanyaan itu ditimbulkan, Raja langsung membubarkan perkumpulan di pendopo dikarenakan sudah tiba sesi untuk menikmati pertunjukkan di lapangan terbuka agar rakyat juga bisa melihatnya. Kurasa ia memang sengaja melakukan hal itu. Sekali lagi, aku terselamatkan. Dan sekarang aku sedang terkantuk-kantuk menyaksikan pertunjukkan yang ditampilkan sebagai bagian dari event dari peringatan kelahiran Raja. Wah, aku akan melewati hari-hari seperti ini selama tiga hari. Duduk sendiri, dengan camilan yang ada. Akan lebih baik jika camilan itu adalah popcorn. Tapi tentu saja di zaman ini hal itu tidak akan terjadi. "Permisi, apakah aku boleh duduk di sini?" Aku menoleh ke arah suara berat tersebut. IH ALIG OM OM. "Iya? Dengan siapa?" "Aku Mahapatih, Amangkubhumi, Gajah Mada." A--a-amangkubhumi? Mwoya ige? (Apaan ini?) AH! Yang tadi berpelukan dengan Raja saat di sebutkan namanya? W--wait, GAJAH MADA?! "Ah iya, boleh kok boleh." Mana mungkin aku menolak permintaan seorang Gajah Mada kecuali aku memang minta untuk dilenyapkan dari bumi. Aku sedikit menggeser badanku agar Mahapatih ini mendapat tempat duduk yang luas. Selanjutnya kami hanya saling diam. "Ratu, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Apa orang dulu emang sesopan ini ya? "Oh, iya! Tentu saja boleh." Aku jadi lumayan nge-hype karena menutupi rasa gugupku menghadapi Gajah Mada. Nama yang sangat terkenal di kalangan anak IPS. Aku yang anak MIPA saja tau. "Dari manakah kamu berasal?" Oh gosh, inikan pertanyaan yang selalu ku hindari. "Eum, kamu tau sebuah wilayah yang bernama Batu?" Ah terserah lah. Aku tidak tahu lagi. "Bukannya itu ada di selatan Majapahit? Kamu berasal dari sana?" Wah, jadi dari dulu memang ada yang namanya wilayah Batu? "Iya! Aku berasal dari sana." Aku lalu memberikan senyuman lebarku. Karena aku berhasil lolos dari pertanyaan ini. "Bagaimana bisa kamu mengenalnya?" Lalu Gajah Mada menunjuk Raja menggunakan dagunya. Bisa-bisanya dia menunjuk Raja seperti itu. "Kami, tanpa sengaja terjatuh dan terguling bersama di Candi Bajang Ratu. Kurasa, semenjak itu kami menjadi dekat." "Padahal ia bukanlah seseorang yang mudah." "Mudah?" "Mudah untuk didapatkan. Hayam Wuruk adalah seorang Raja yang ramah namun lumayan pemilih jika persoalan kekasih." Hah? Aku hanya menatap Gajah Mada dengan sedikit keheranan. "Hayam Wuruk? Siapa itu?" Kali ini, aku dan Gajah Mada saling bertatapan karena keheranan. "Kamu tidak mengenal Raja yang akan menikah denganmu?" "Tentu saja aku kenal. Maha Raja Sri Rajasa-" Rajasanaraga? Rajagasanara? Ya Tuhan, aku lupa. "Rajasanagara." Koreksi seseorang di belakangku. Aku menoleh dan mendapati Raja tersenyum tipis. Tapi setelah mengoreksi kata-kataku ia langsung pergi lagi karena menyapa orang lain. "Nah itu, Rajasanagara. Bukankah itu namanya?" Lalu Gajah Mada kembali melihatku terheran-heran. Yah, anak MIPA cant relate .999 "Rajasanagara itu adalah gelarnya. Nama aslinya adalah Hayam Wuruk." Aku lalu terdiam beberapa saat. Namanya terasa tidak asing tapi terasa asing di kepalaku. Aku menyusuri ingatan kelas 10 ku yang berisi tentang kerajaan-kerajaan nusantara. "Eh, sebentar." Di Jawa Timur sempat ada beberapa kerajaan. Tumapel, Singasari, dan Majapahit. Di antara ketiga era tersebut, aku berada di era Majapahit. Aku mulai menghitung menggunakan jari. Ken Arok, Anusapati, Tohjaya, Ah, kepalaku tidak sanggup. Dari mana kata Hayam Wuruk berasal? "Siapa Raja pertama di Majapahit?" Tanyaku kepada Gajah Mada yang masih bingung dan terlihat mengawasiku. "Kamu tidak tau? Itu adalah Kertarajasa Jayawardhana!" Kerta-- what? "Namanya, nama aslinya bukan gelarnya." "Raden Wijaya?" Jawab Gajah Mada setengah tidak yakin dengan diriku. Raden Wijaya pendirinya. Jayanagara penerus kedua yang memimpin tapi banyak pemberontakan hingga dibunuh. Tribhuwana adeknya Jayanagara yang naik tahta karena kakaknya meninggal tanpa putra mahkota. Tunggu, jadi Jayanagara yang diracuni tabib? "Patih Mada! Apakah mungkin, Hayam Wuruk adalah Raja keempat Majapahit?" "Bagaimana bisa kamu tidak tau tentang itu?" Aku tercengang untuk beberapa saat. Raden Wijaya, Jayanagara, Tribhuwana Wijaya Tunggadewi, dan Hayam Wuruk? Keluarga kerajaan yang itu? Orang itu yang akan menikah denganku??? Aigoo jinjja, apakah aku masih hidup saat ini? Aku tersenyum seperti orang bodoh karena pusingnya kepalaku benar-benar tak tertahan. Ya Tuhan, aku gila? Aku menikahi Raja keempat Majapahit yang itu? Tiba-tiba tersadar, aku tersedak ludahku sendiri dan langsung pergi tanpa pamit dari Gajah Mada. Jika situasinya tidak seperti sekarang, mungkin ia akan ku ajak selca dulu tadi. Ga apa, kenang-kenangan. Kapan lagi kan bertemu Gajah Mada? Aku langsung pergi dari khalayak umum untuk mengambil napas banyak-banyak. aku sangat takut jika gangguan cemas ku muncul. Aku sedang tidak bawa obat saat ini. Aku berlari ke sembarang arah. Tidak peduli dengan kegelapan yang memakanku. Jika sudah begini ku rasa kematianku bukanlah hal yang sia-sia. "Ratu!" Orang itu menarik tanganku membuatku langsung tertarik ke orang tersebut dan ia memelukku erat. "Kamu kenapa?" Bukannya menjawab, aku malah menangis. Iya, aku menangis. Begini rasanya dipermainkan takdir? Begini rasanya diombang-ambing oleh keadaan? Begini rasanya hidup segan mati belum dijemput? "Aku tidak mau hidup, bunuh aku." Pintaku pelan kepada seseorang yang memelukku ini. Ia lalu melepaskan pelukannya dan menatapku dengan muka bertanya-tanya. Orang ini, orang ini yang baru ku ketahui sebagai Hayam Wuruk. Seorang Raja yang bisa mencapai masa keemasan Majapahit. Aku semakin pusing melihat wajahnya yang terlihat khawatir. Otakku tidak bisa mencerna semua ini. Aku lebih memilih mengerjakan soal pengayaan fisika daripada harus melewati fase kehidupan seperti ini. "Kamu kenapa, Ratu?" Ia masih tetap kekeuh bertanya sedangkan aku sudah tidak dalam kondisi yang memungkinkan. "Kurasa kamu lelah, dan mungkin masih sakit. Mari kuantar ke kamarmu, aku akan mengatakan keadanmu kepada Nertaja. Aku tidak menjawab. Aku hanya menatap lekat-lekat seseorang yang kupanggil sebagai "Kakanda" akhir-akhir ini. DAN DIA ADALAH HAYAM WURUK?! Aku kembali terhuyung karena mencerna pemikiranku sendiri. Seorang sepertiku, yang ranking 1 paralel, bahkan tidak menyangka akan melewati fase hidup seperti ini. "Ratu sepertinya kamu nampak sakit. Mau aku panggilkan tabib?" Aku menggeleng cepat. "Tinggalkan aku sendiri, aku akan berpikir. Dan besok, tolong bawa Nertaja juga ketika menemuiku. Aku akan memberitahukan kalian tempatku berasal." Iya, tidak bisa diundur lagi. Mereka harus tau yang sebenarnya sebelum semuanya telat dan mungkin karena salah-salah aku bisa dihukum mati. Dan bagian mengenaskannya, mungkin aku akan tercatat dalam sejarah. Aku tidak mau hal itu terjadi. "Tidurlah yang nyenyak. Mukamu terlihat sangat pucat." Aku mengangguk cepat dan langsung meninggalkan kakan--Hayam Wuruk yang terdiam di depan kamarku. Ah, aku harus membiasakan diri untuk memanggilnya dengan nama Hayam Wuruk -R
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN