4. Work

1686 Kata
"Bos, Rika baju saja menghubungi dan mengatakan bahwa sebentar lagi mereka tiba disini. Haruskah aku dan Flora membuat persiapan unttuk menyambutnya?" Dominic yang semula tengah menodongkan pisaunya pada seorang pria yang berlutut dibawahnya segera mendongkak begitu dia mendengar pemberitahuan itu. Bibirnya tersenyum, saat dengan santai dia membersihkan pisau yang dia pegang menggunakan baju pria penuh luka sayatan itu. "Kau membuat kesalahan besar dengan mengkhianatiku Hugo. Aku akan pastikan kau menyesal dengan tanganku sendiri," bisik Dominic pelan. Dia menegakan tubuh setelahnya, menatap malas pada Hugo yang hanya bisa menekan giginya dengan marah di sela-sela menahan rasa sakit. "Bawa dia pergi dan bereskan kekacauan ini," ujar Dominic pada pria yang baru masuk tadi. Pria itu mengangguk. "Baik Bos," ucapnya sambil menyeret tubuh penuh darah Hugo. Dominic berjalan keluar dengan tenang, walaupun hatinya berbunga-bunga hanya dengan membayangkan akhirnya ada masa dimana Alexa berinisiatif datang ke kantornya sendiri. Dominic merapihkan sedikit jas yang dia pakai, sebelum bertemu dengan satu gadis yang setia berjaga didepan lift pribadinya. "Bos, ingin keluar?" tanya si gadis saat melihat Dominic berjalan mendekatinya. Dominic mengangguk, sementara lelaki yang sebelumnya diperintahkan untuk membawa Hugo dengan cepat menyusul Dominnic dan segera menggesek kartu untuk membuka lift khusus itu. "Apa Bos ingin makan di luar? Bukankah semua urusan diluar sudah selesai kemarin?" tanya si gadis penasaran. Dominic masuk ke lift bersama mereka, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan gadis muda itu. "Alexa ingin mampir ke kantor, aku hanya menjemputnya di depan. Jasper, Flora, jagalah sikap kalian saat bertemu dengannya nanti. Jangan mengatakan hal yang tidak perlu," peringat Dominic serius. Jasper, pria itu mengangguk patuh, sementara Flora mengacungkan ibu jarinya. "Tenang saja Bos. Kami tidak akan kalah dari Rika untuk urusan itu," ujar Flora dengan percaya diri. Dominic mengangguk puas, mereka akhirnya sampai dan pintu lift segera terbuka. Melihat bahwa bosnya turun ke lobby, semua karyawan yang berpapasan dengan Dominic segera menyapa dengan sopan. Dominic tidak terlalu peduli dengan hal itu, kakinya hanya terus melangkah cepat kearah pintu masuk gedung perusahaannya bersama dengan Jasper dan Flora. Seperti ditakdirkan, saat Dominic mencapai pintu, Rika dan Alexa kebetulan baru saja turun dari mobil jemputan yang telah disiapkan Dominic. Alexa segera mendongkak setelah turun dari mobil. Matanya terkunci pada Dominic yang tersenyum lembut saat berjalan cepat untuk menyambutnya. "Kau menikmati perjalananmu?" tanya Dominic perhatian. Alexa mengangguk. "Aku puas Dom," ujarnya jujur. Dominic tersenyum, tangannya terulur untuk menggandeng tangan Alexa dengan tangannya. Di tengah tatapan banyak orang, rasanya tidak sopan jika Alexa menolak begitu saja. Dia akhirnya membiarkan Dominic menggandeng tangannya, masuk kedalam perusahaan besar itu. Sebenarnya Alexa tahu Dominic itu orang yang kaya, sangat kaya malah. Dia memiliki rumah besar dengan halaman yang sangat luas, deretan mobil mahal, dan tumpukan baju yang menggunakan bahan kualitas terbaik. Namun melihat perusahaan ini, suaminya itu nampaknya jauh lebih kaya dari yang bisa dia bayangkan. Dia bisa menikah dengan siapa saja dengan wajah tampan dan uangnya yang melimpah. Lagi-lagi Alexa bertanya dalam hati, mengapa dia harus mempertahankan dirinya yang telah selingkuh dan tidak memiliki apa-apa? "Sayang, kenapa melamun hm?" Entah itu hanya perasaan Alexa saja atau bukan, Dominic sepertinya bersikap lebih lengket padanya saat mereka berada diluar rumah. Lelaki itu sepertinya terus-menerus menggodanya karena tahu Alexa tidak mungkin menolak perlakuannya saat banyak orang terus memerhatikan mereka. "Ah tidak, aku baik-baik saja," bantah Alexa. Matanya menatap dua orang yang dengan setia mengekor di belakang Dominic. Melihat cara mereka menempel pada Dominic seperti bayangan, Alexa tiba-tiba saja merasa mereka mirip dengan Rika. Mengikuti arah pandang Alexa, Dominic tahu isi pikiran istrinya. Dia berhenti berjalan, tubuhnya sedikit menyingkir untuk memberi Alexa ruang agar bisa melihat kedua pelayannya lebih baik lagi. "Yang pria namanya Jasper, dan perempuan itu Flora. Mereka itu saudara Rika yang memiliki tugas sebagai tangan kananku untuk sekarang ini. Kalian sebenarnya sudah saling mengenal sebelumnya Sayang," ujar Dominic memberi tahu. Alexa tersenyum, sementara baik Jasper maupun Flora sedikit terkejut melihat Alexa itu sebenarnya bisa tersenyum selama ini. "Senang bertemu kalian lagi jika begitu," ujar Alexa sopan. Seperti Rika, keduanya dapat berganti ekspresi dengan cepat. Keduanya balas tersenyum, sementara mata mereka menatap akrab Alexa. "Kau tidak perlu terlalu kaku pada kami Nona. Tidak seperti Rika yang selalu serius, kami lebih bersahabat loh," ujar Flora. Alexa mengangguk. "Baiklah, Flora," ujarnya melanjutkan. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju lift khusus, dengan banyak pasang mata yang menatap kearah mereka. "Kalian bisa berjaga di sini, aku dan istriku ingin berdua saja di dalam." Sesampainya di lantai atas, Dominic segera berbalik untuk memberi perintah pada bawahannya yang segera dibalas anggukan setuju dari keduanya. Di lantai dimana hanya ada ruangan Dominic di dalamnya, ruangan itu aman selama hanya mereka yang memegang kartu untuk membuka akses lift yang menjadi satu-satunya jalan masuk ke lantai khusus milik Dominic. Meninggalkan mereka, Dominic menuntun Alexa untuk masuk kedalam ruangan pribadinya. Dominic pergi untuk menyiapkan minum, sementara Alexa diminta untuk duduk di sofa besar ruangan itu. "Jadi, apa kau itu seorang pemilik perusahaan super sukses Dom?" tanya Alexa. Dominic tertawa kecil, dia menyimpan air yang dia bawa ke meja dengan beberapa buah yang dia siapkan khusus untuk Alexa. "Apa aku terlihat seperti itu?" ujar Dominic balik bertanya. Alexa mengangkat alisnya, "Memangnya kau bukan?" ujarnya tidak percaya. Pengawal, satu lantai untuk dirinya sendiri, Dominic itu apa jika bukan pemilik perusahaan? "Aku memang memiliki bagian besar dari pengembangan perusahaan ini, namun tetap saja bukan aku yang membangun perusahaan ini dari nol Alexa. Ayah ibuku yang dulu memiliki perusahaan ini, dan aku hanyalah CEO biasa yang bekerja didalamnya. Sejujurnya, aku bahkan baru mendapatkan lantai milikku sendiri sekitar tiga tahun yang lalu. Sebelumnya, perusahaan ini dikelola oleh kerabatku yang memperlakukanku seperti pegawai biasa di kantor ini" Selama menjelaskan, mata Doninic tidak pernah lepas dari segala ekspresi yang ditunjukan wajah Alexa. Dia pikir istrinya itu akan bingung, atau setidaknya terkejut. Namun lagi-lagi Alexa hanya menatapnya dengan mata yang tenang. "Apa kau membunuh kerabat-kerabatmu demi mendapatkan lantai ini Dom?" tanya Alexa tenang. Dominic tersenyum kecil, tangannya bergerak untuk menopang dagunya sementara matanya menatap bangga kearah Alexa. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu? Mereka bisa saja menyerahkan hak perusahaan kembali padaku bukan? Banyak cara yang bisa kulakukan hanya untuk sekedar mendapatkan lantai ini Sayang," tanya Dominic. Alexa menghela nafas panjang, dia menyenderkan tubuhnya dengan tenang ke sofa lembut itu saat matanya melirik karpet yang membungkus lantai di bawah kakinya. "Tapi mereka tidak melakukannya bukan? Sebelumnya, kau sendiri yang berkata dengan yakin padaku bahwa kau tidak memiliki satu pun kerabat Dom. Namun kini, kau tiba-tiba mengatakan bahwa perusahaan ini sebelumnya dipegang oleh kerabatmu yang memperlakukanmu seperti pegawai biasa di kantor ini. Yang lebih aneh, aku tidak merasakan kebohongan dari kedua ucapanmu yang bertentangan itu. Aku sempat waspada padamu, namun darah baru milik orang lain ini untungnya berhasil menghapus keraguanku padamu." Mendengar penjelasan Alexa, Dominic ikut menoleh kearah karpet yang menjadi fokus perhatian istrinya. Di ujung karpet merah itu, terdapat setetes noda darah yang sepertinya tertinggal dari sisa interogasi yang Dominic lakukan sebelumnya. Jika hanya sekilas, orang-orang tidak akan menyadari keberadaan tetes darah tersebut. Dominic tersenyum. Bahkan saat hilang ingatan, ketelitian Alexa memang tidak berkurang sedikitpun rupanya. Wanita itu masih bisa menganalisis segalanya dengan tenang, dan tidak langsung mempercayai apapun yang orang katakan jika dia tidak memiliki bukti tersendiri. Pengalaman hidupnya sebelum ini sepertinya masih melekat dengan baik tanpa Alexa sadari. "Kenapa?" tanya Dominic singkat. Alexa hanya menatap Dominic lama, sebelum akhirnya memutuskan untuk menjawab pertanyaan itu. "Kau melakukan semua ini dengan sengaja bukan? Memberiku banyak bukti, kau hanya ingin aku mengenal siapa dirimu yang sebenarnya bukan? Aku yang hanya mempercayai apa yang aku lihat, kau sepertinya tahu sifatku dengan baik Dom. Kau menggunakannya padaku agar aku melepas rasa curigaku padamu bukan?" "Lalu, apakah kau akan meninggalkanku setelah tahu aku membunuh untuk mendapatkan apa yang aku mau?" tanya Dominic. Matanya yang gelap tidak memancarkan cahaya apapun saat dia langsung menatap kearah mata Alexa. Tangannya bergerak untuk mengusap rambut Alexa perlahan, membuat Alexa merasakan perasaan aneh yang terjadi belakangan ini. Mata penuh obsesi itu mengunci langsung mata Alexa, seakan tidak mengijinkannya untuk memalingkan pandangannya kearah lain. "Aku..... Tidak," ujar Alexa pada akhirnya. Dominic berhenti mengusap rambutnya setelah dia menjawab. Tangannya dia tarik, emosi lelaki itu lagi-lagi tidak bisa Alexa tebak saat Dominic mulai tersenyum kecil seperti biasanya. Alexa tahu Dominic menunggu penjelasannya. Dia menarik nafas panjang, sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Aku tidak memiliki hak apapun untuk menghentikanmu Dom. Dari penjelasanmu, aku tahu kau melakukannya demi mempertahankan posisimu sendiri. Ini perusahaan keluargamu namun malah kerabatmu yang memiliki kekuasaan. Sebenarnya, kau hanya terjebak dalam perebutan harta yang dilakukan orang-orang kaya bukan?" Dominic tersenyum, dia melirik kecil cincin permata cantik yang melingkar di jari Alexa. "Alasan itu tetap tidak bisa membenarkan tindakanku Lexa. Aku orang yang jahat, namun orang baik sepertimu malah harus berakhir bersamaku yang seperti ini" ungkap Dominic. Alexa menggeleng pelan, walaupun dalam hati dia berpikir bagaimana bisa pria seperti Dominic bisa begitu tergila-gila pada wanita sepertinya. "Aku juga bukan orang yang baik Dom. Perselingkuhanku, aku yang tidak merasakan apapun setelah tahu kau pernah membunuh seseorang. Sebenarnya, aku pun pernah membunuh seseorang bukan demi bertahan hidup?" Dominic sedikit kaku saat Alexa tiba-tiba berkata demikian. Bayangan Alexa yang berdiri tenang diatas tumpukan mayat tiba-tiba terlintas di benaknya. Dominic kali ini terdiam, takut jawabannya hanya akan melukai hati Alexa. "Tanpa perlu kau menjawab, sepertinya aku sudah tahu jawabannya Dom. Kita sama-sama orang jahat bukan? Jadi jangan lagi merasa bahwa kau adalah satu-satunya yang memiliki dosa sementara aku adalah wanita yang suci. Kita ini pasangan, baik buruknya dirimu aku akan mencoba menerimanya Dom. Kau juga, setelah berusaha menerima baik dan buruknya diriku bukan?" ujar Alexa. Dominic yang mendengarnya tersenyum senang, wajahnya begitu lega saat dia mencium tangan Alexa lembut. "Aku hanya melakukan apa yang memang harus kulakukan. Memilikimu sebagai pasangan hidup dan matiku adalah berkah terbesar dalam hidupku" balas Dominic yakin. Alexa menatapnya lama, sebelum berinisiatif untuk memeluk Dominic dengan kemauannya sendiri. "Terimakasih Dom. Aku sangat menghargai ucapanmu, dan kejujuranmu" ujar Alexa jujur. Tubuh Dominic sempat kaku saat tangan Alexa melingkar di tubuhnya, sebelum akhirnya dia balas memeluk Alexa tidak kalah erat. "Apapun untukmu Sayang" balasnya pelan. Wajah pria itu begitu damai saat dia berada di pelukan Alexa. Karena untuk pertama kalinya, Dominic akhirnya bisa sedikit melepaskan simpul yang mengikat hatinya pada hari itu. To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN