MTM (7) : Belajar Mandiri

1629 Kata
Rere gelisah, gadis itu hanya membolak-balikkan badannya di atas ranjang. Ia benar-benar tidak bisa tidur malam ini. "Sialan! Gue gak bisa tidur!" gumamnya penuh kekesalan. Gadis itu duduk di tepi ranjang. "Apa karena gue kepikiran sama omongan Bunda di meja makan tadi?" gumamnya lagi. Pikiran Rere melambung jauh ke peristiwa tadi meja makan. "Tan, Nabila pulang dulu ya." Nabila telah sampai di ujung tangga rumah Rere. Di belakang Nabila sudah ada Rere yang berjalan mengikutinya. "Loh, kok cepat banget Bil? Gak mau makan dulu? Tante udah masak banyak, loh," ucap Sekar sembari meletakkan piring makanan. "Eum, makasih banget Tante. Tapi tadi Mama Nabila udah nelpon. Katanya Nabila harus cepat pulang. Jadi Nabila pulang dulu, ya Tan. Next time Nabila bakalan makan masakan Tante," balas Nabila sembari mencium tangan Sekar. "Ya sudah, kamu hati-hati ya. Apa perlu Loren anterin kamu?" "Eh gak usah Tante. Nabila bisa sendiri. Nanti malah ngerepotin Bang Loren, loh." Nabila menolaknya dengan sangat halus. "Kalau begitu Nabila permisi Tante, Assalamualaikum. " "Wa'alaikumsalam, hati-hati ya... " "Bun, aku anterin Nabila sampai depan dulu ya." Sekar mengangguk. Rere mengikuti langkah Nabila. Tidak berapa lama Rere kembali datang. Gadis itu duduk di kursi. Dan menatap Bundanya yang sedang menyiapkan makanan. "Bunda kok masak banyak banget?" ucap Rere menatap heran Bundanya. Karena memang tidak biasanya Sekar masak banyak begini. "Apa karena ada Nabila? Jadi Bunda masak banyak?" "Enggak sayang. Nanti Bunda jelasin. Nanti ya tapi, nunggu Ayah pulang," ucap Sekar. Rere hanya mengangguk. "Bang.... turun makan dulu!" teriak Sekar dari bawah. Tidak berapa lama, Loren turun dengan wajah kusutnya. "Baru jam 8 Bun, Loren ngantuk banget. Loren tidur aja ya. Kalian makan duluan aja," ucap Loren dengan setengah kesadarannya. "Gak! Kita makan sama-sama. Tapi bentar lagi ya, nunggu Ayah pulang," ucap Sekar begitu kekeh dengan ucapannya. Akhirnya baik Rere maupun Loren menurut apa kata Bunda mereka. Hingga tidak lama setelah itu Dirga datang, Sekar menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. "Loh anak Ayah mukanya pada lemes gitu? Apa mereka udah tahu Bun?" ucap Dirga sembari duduk di kursi makan. Sekar menyenggol lengan suaminya. "Tahu tentang apa, Yah?" tanya Rere heran. "Iya nih? Ayah sama Bunda main rahasia-rahasiaan?" sahut Loren. "Kita makan dulu ya, nanti Bunda kasih tahu," ucap Sekar. Mereka menurut, lalu mulai menyantap makanan mereka. 'Jadi, besok Ayah dan Bunda bakalan pindah ke Gorontalo," ucap Sekar setelah selsai makan. "Ha? Besok? Kita beneran gak ikut?" tanya Rere begitu kaget. "Maaf ya sayang. Kalian memang harus tinggal di rumah sini. Kalian sudah dewasa. Bunda sama Ayah gak mau pendidikan kalian akan terhambat," ucap Sekar. Untuk pertama kalinya, Rere harus tinggal jauh dari orang tuanya. "Bang, kamu kan udah dewasa. Jauh lebih dewasa dari adiknya. Kamu harus bisa jagain Rere. Ayah sama Bunda nitip Rere sama kamu. Kami yakin, kamu bisa menjaga adik kamu," ucap Dirga kepada Loren. "Iya Yah, Loren akan jagain Rere dengan baik." Dirga mengangguk sembari tersenyum. "Rere, kamu yang nurut sama Abang kamu. Kamu sudah dewasa, kamu harus mandiri, kamu harus menjadi wanita tangguh, kamu harus bisa jaga diri kamu. Ayah percaya sama Rere. Rere anak yang baik, Putri kecil Ayah udah tumbuh jadi anak yang kuat dan mandiri." Rere tidak kuasa mendengar kata-kata yang di ucapkan oleh Ayahnya. Gadis itu segera memeluk Dirga. "Ya, maafin Rere ya, kalau Rere masih kayak anak kecil. Masih susah di bilangin." "Ayah sayang sama Rere." "Rere juga sayang sama Ayah." "Duh! Mana bisa gue hidup mandiri seperti kata Ayah." Rere mengambil boneka kesayangannya. Lalu berjalan menuju kamar kedua orang tuanya. Tok.... tok... tok... "Masuk!" Rere masuk dan menatap kedua orang tuanya. "Loh Rere kamu belum tidur?" tanya Sekar keheranan. Tanpa menjawab pertanyaan Sekar, Rere berbaring di ranjang orang tuanya. Gadis itu tidur di tengah-tengah kedua orang tuanya. "Rere mau tidur sama Ayah, sama Bunda malam ini." Ucapan Rere begitu manja, membuat Dirga dan Sekar tertawa. Malam itu, gadis berusia 20 tahun itu tidur dengan kedua orang taunya. *** "Pokoknya kalau udah sampai Ayah dan Bunda wajib kabarin Rere," ucap Rere kepada kedua orang tuanya. "Iya sayang. Bunda sama Ayah pasti bakalan ngabarin kok. Kamu tenang aja," ucap Sekar mengelus bahu Bundanya. Rere memeluk Bundanya. "Jaga kesehatan, nurut sama Bang Loren, jangan pulang malam-malam," ucap Sekar memberi nasehat. Entah sudah berapa kali Sekar mengucapkan hal tersebut kepada Rere. Rere hanya mengangguk, sembari mengeratkan pelukannya. "Bun sudah," ucap Dirga sembari menutup pintu bagasi mobil. Rere melepaskan pelukannya dari Sekar, lalu berlari kearah Dirga. Ia memeluk Ayahnya dengan erat. Cup.... "Anak Ayah harus mandiri. Kamu sudah besar, Nak," ucap Dirga setelah mencium kening Rere. "Ayah jagain Bunda ya," ucap Rere menatap Ayah. "Pasti sayang, Rere gak boleh nangis lagi. Janji ya sama Ayah," ucap Dirga menghapus air mata Rere. Rere mengangguk dan tersenyum. "Kuliah yang bener, Ayah yakin, kamu akan menjadi orang sukses." "Re, hari ini kamu di antar supir ya. Besok juga. Pokoknya mulai sekarang kamu harus di antar supir," ucap Sekar. "Bun, Rere gak bisa naik motor lagi dong!" "Ya pokoknya kamu di antar pake supir! Bunda gak mau tahu." Rere hanya menghela nafas. "Bunda sama Ayah udah selsai?" tanya Loren yang baru keluar rumah. "Udah sayang, " ucap Sekar. Loren segera masuk kedalam mobil. Loren yang akan mengantarkan Bunda dan Ayahnya. Semetara Rere tidak bisa. Karena ia harus kuliah. "Hati-hati Ayah Bunda," ucap Rere berkaca-kaca lagi. "Iya sayang. Kamu kuliah yang bener, sana berangkat," ucap Dirga. Dirga dan Sekar mencium putrinya. Lalu mereka masuk kedalam mobil. Sama halnya dengan Rere. Gadis itu masuk kedalam mobil dan di antar oleh supir ke kampusnya. **** Langkah kaki Rere terdengar begitu ringan di koridor kampus. Sesekali beberapa mahasiswa/mahasiswi yang menyapa Rere. Rere juga tidak tahu, kenapa banyak orang yang mengenalnya. Padahal ia termasuk anak baru di kampus ini. Rere menghela nafas, lalu melanjutkan langkah kakinya. Dan kini, ia sudah sampai di kelas. Ia dapat melihat Nabila yang tengah membaca buku novel. "Baca itu yang bermanfaat dikit, dong!" Ucapan Rere membuat Nabila mendongak kearahnya. "Loh? Re? Lo udah berangkat aja? Emang lo udah sehat?" ucap Nabila begitu kaget. "Hem, menurut lo?" "Lo sih b aja." "Ya terus gue gak boleh ngampus gitu?" "Bu.... bukan gitu sih. Gue kaget aja. Takut kondisi lo belum stabil," ucap Nabila. "Gue udah baik-baik aja kok. Lo tenang aja." "Ah.... gue ikut seneng dengernya," ucap Nabila lalu memeluk Rere. Rere hanya diam, sembari tersenyum. Ia sungguh sangat beruntung karena mempunyai sahabat seperti Nabila. "Oh iya, Bil, nanti gue pinjam catatan lo ya. Gue kan ketinggalan banyak pelajaran nih," ucap Rere setelah melepaskan pelukan Nabila. "Yah, catatan gue udah gue kumpul kemarin! Gimana dong?" "Oh udah di kumpul, ya udah nanti kalau udah di balikkin pokoknya gue pinjem," ucap Rere. "Siap!" ucap Nabila sembari membentuk hormat kepada Rere. Mereka tertawa, lalu duduk di kursi masing-masing. Tidak berapa lama, kelas yang tadinya sepi, berangsur-angsur mulai ramai. Dari arah pintu kelas, munculah tiga orang lelaki yang bahkan jika di perhatikan hampir setiap hari bersama. "Gila coy! Body Alexa benar-benar aduhai! Gue harus bisa dapatin Alexa." Ucapan Daniel menarik perhatian Rere. Tanpa sengaja, padangan mata Rere bertemu dengan pandangan mata Reyhan. Hanya beberapa detik, karena setelah itu, mereka memutuskan kontak mata mereka. "Eh! Ngaca Nil, lo ganteng gak sih? Kalau modelan wajah lo kayak Reyhan boleh tuh. Muka lo aja kayak monyet gitu!" Karena kesal dengan ucapan Malik, Daniel pun menjitak keras-keras kepala Malik. "Astagfirullah, sakit anjer!" "Mulut lo tuh di filter gitu Lik! Biar gak buat hati orang sakit. Untung temen gue lo!" "Ye, lagian lo aneh-aneh mimpi di tengah bolong lo dapatkan Alexa, iya gak Rey?" ucap Malik meminta persetujuan Reyhan. Reyhan hanya diam. Lelaki itu memilih melepas jaketnya dan duduk di kursinya. "Reyhan gue ganteng kan? Gantengan gue dari pada lo, kan?" ucap Daniel di depan Reyhan. Bahkan lelaki itu juga mengedipkan matanya di depan Reyhan. "Apaan sih Nil! Genit banget lo," jawab Reyhan. Daniel pun diam, dan memilih duduk di kursinya. "Lo gak suka sama Alexa, kan?" tanya Daniel. Reyhan menggelengkan kepalanya. "Yang bener?" Reyhan mengangguk. Daniel tersenyum. Sementara itu, Malik malah berjalan menuju kursi Nabila. "Eh Bila, hari ini cantik banget," ucap Malik sembari tersenyum manis kearah Nabila. "Jangan ganggu gue! Gue lagi baca novel, " jawab Nabila tanpa menatap Malik. "Ganteng benget tokohnya? Sampai-sampai wajah tampan pari purna gue lo abaikan?" "Iya. Castnya ganteng banget. Lo mah lewat!" ucap Nabila dengan entengnya. "Sial! Gue rela deh operasi plastik, biar muka gue sama kek cast novelnya." "Oh iya? Duit lo cukup?" ucap Nabila melirik Malik. "Cukup dong! Kekayaan gue tujuh turunan, delapan tanjakan pun, gak akan habis," ucap Malik dengan bangganya. "Jangan percaya Bil! Duit emaknya semua itu!" sahut Daniel sembari tertawa. "Ye! Gue kan anak emak gue! Ya berati duit gue juga dong!" ucap Malik tidak terima. Daniel dan Malik tetap berdebat. Rere hanya memperhatikan keduanya. Tiba-tiba Rere merasakan pusing di kepalanya. Gadis itu hanya memegangi kepalanya yang sakit. "Kenapa kepala gue sakit banget ya?" gumam Rere. Ia pun memilih untuk menidurkan kepalanya di atas meja. Lalu mencoba memejamkan matanya. Puk! Sebuah tip-x jatuh di kepala Rere. Kepala Rere bertambah sakit. Gadis itu mencoba untuk menatap orang yang telah menumpuknya. "Eh Re, maaf. Tadinya gue mau kasih ke Reyhan. Malah kena kepala lo," ucap Dina. Rere hanya tersenyum dan mengangguk. Rere melirik Reyhan dan lelaki itu menatapnya seakan meminta tip-x di tangan Rere. Reyhan pun berjalan menghampiri Reyhan. "Mana tip-x gue?" ucap Reyhan. Rere memberikan tip-x tersebut. Saat Reyhan anak berbalik menuju kursinya. Rere menarik tangan Reyhan. Reyhan mendongak, dan mendapati Rere yang sudah pingsan. "Re.... " ucap Nabila kaget. Gadis itu segera menghampiri Rere dan Reyhan. Reyhan masih bingung, membiarkan Rere dalam pelukannya. "Rey! Kok lo diam aja sih! Cepatan lo bawa ke ruang kesehatan!" ucap Nabila begitu panik. Mau tidak mau, Reyhan harus membawa Rere menuju ruang kesehatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN