Bab 2—Pemerasan

1507 Kata
**** Sasmita Anggi, sang sekretaris cantik dari PT. Underflows Company tertegun beberapa detik. Mendengar persayaratan dari Haga, ia berpikir keras dan berusaha memutar otak. Bagaimanapun semua kesalahan murni terletak ada pada dirinya, jadi wajar saja jika Haga akan memanfaatkan hal ini untuk memeras keuangan Sasmita. Tatapan keduanya masih bertahan, saling menatap tanpa tahu harus berkata apa sesudahnya. Dalam sebuah tarikan napas panjang, Sasmi akhirnya mengalah dan sepakat untuk mengganti rugi semuanya. Padahal jika dilihat dari segi kerugian, sudah pasti Sasmi-lah yang benar-benar merugi. Karena peristiwa memalukan ini, ia harus kehilangan mahkota dan harga dirinya. Sialan, semua ini tidak akan terjadi jika Marcello tidak mencampurkan obat gila itu dalam minumannya. "Baiklah, aku akan menggantikanmu dengan cek berisi uang. Tapi, bisakah kau memberiku waktu untuk memakai baju?" Sasmi mulai merasa risih terlebih deru AC yang dingin terus menyerang kulit putih bersih yang ia miliki. Haga tersenyum, ia bersedekap dengan santai. "Baiklah, lakukan saja." Sasmi semakin keki saat pemuda itu sama sekali tidak berpindah atau minimal berbalik badan untuk menghargainya memakai pakaian. Hal ini membuat Sasmi melotot marah, wajahnya memanas karena terus dipandang oleh Haga. "Kenapa justru melototiku? Bisakah kau berpindah atau berbalik badan untukku? Aku ingin memakai pakaianku." Haga justru terkekeh, senyum di bibir tipisnya terlihat seksi dan menggoda. Sasmi tertegun sesaat namun kembali sadar mengenai jarak usia mereka yang mungkin terpaut berapa digit. "Kenapa harus berbalik? Aku sudah tahu seperti apa bentuk tubuhmu, Bibi." Kelakaran Haga sama sekali tidak lucu, Sasmi tidak tertawa bahkan ia melotot marah. Tawa Haga akhirnya menjadi hambar, ia justru merasa malu karena Sasmi terus menikamnya dengan sorot mata marah. "Baiklah, aku akan segera berbalik." Haga akhirnya membalikkan badan, ia menggosok tengkuknya perlahan. Pemuda itu bahkan tidak risih sama sekali dengan apa yang ia kenakan. Sebuah handuk warna krem yang melilit di perut, tidakkah ia takut jika sewaktu-waktu handuk itu lepas dan— Tak ingin membayangkan hal buruk, Sasmi beranjak segera memakai gaunnya. Pergerakan tubuhnya terbatas, rasa sakit yang membekas juga tak kunjung sembuh. Sasmi meringis ketika ia harus menggerakkan kedua kakinya untuk memakai celana dalam. Sungguh, benar-benar sial malam ini! "Apakah kau sudah selesai?" Haga memastikan, ia tidak sabar untuk kembali berbalik badan. Sasmi mempercepat prosesnya memakai gaun, ia tidak ingin Haga melihat tubuhnya untuk yang kedua kalinya. "Sudah, kau boleh berbalik." Sasmi bergumam lirih ketika ia usai memakai gaunnya. Gadis yang sering dicandai perawan tua itu segera meraih clutch yang ia bawa, membukanya dan mengeluarkan sebuah cek kosong. Tanpa banyak bicara, Sasmi menulisi cek tersebut dengan nominal yang harus ia ganti rugi. "Kau minta berapa?" Haga kembali terkekeh, ia menyugar rambutnya yang basah dengan wajah malu. "Terserah kau saja, kira-kira kau akan menggantinya berapa?!" "Lima juta, apa itu cukup?" Sasmi melontarkan pandangannya yang dingin ke arah Haga. Pria itu mencuramkan alis sejenak, merasa kurang terima dengan ganti rugi yang akan ia terima. "Kau kira harga keperjakaanku cuma lima juta? Jangan bercanda, Bibi. Aku masih perjaka, aku tidak memiliki kekasih dan aku hanyalah penjual bunga biasa. Seharusnya kau sedikit berempati karena perbuatanmu, kau telah merusak masa depanku yang cerah." Haga mulai bernegoisasi, ia merasa jika ganti rugi tersebut terlalu rendah. Sasmi merasa pening, ia kesal saat mendengar Haga begitu perhitungan dengan kerugian yang ia terima. Lalu bagaimana dengan dirinya? Ia bahkan jauh lebih merugi dari siapapun. "Kau kira aku bangga melakukan semua ini? Kau kira aku penjahat kelamin yang gemar memangsa daun muda sepertimu. Aku juga kehilangan keperawananku, berhentilah menjadi satu-satunya korban di sini." Haga terbungkam, tak mau balik berdebat. Ia menatap gadis itu tengah menuliskan sesuatu di cek yang kini tengah ia tekuni dengan pulpennya. Beranjak bangun dari sisi ranjang, Sasmi mendekat ke arah Haga dengan tatapan begitu membekukan. "Aku menulis sepuluh juta di sini, silakan ambil kapanpun kau butuh. Jika kau bersikeras untuk mendapatkan hal lebih, jangan harap. Aku tidak akan segan melaporkanmu ke polisi dengan tuduhan pemerasan. Apa kau paham?" Sasmi mengulurkan cek tersebut pada Haga. Pemuda itu menerimanya dengan wajah sedikit ragu. Tanpa banyak bicara Sasmi lantas meninggalkan ruangan itu beserta Haga, jalan gadis itu pun terlihat sedikit terpaksa. Ketika pintu itu kembali tertutup, Haga mendekat ke arah ranjang. Ia tertegun sesaat melihat noda bercak darah warna merah segar berceceran dimana-mana, Haga tersenyum simpul. Pemuda itu lantas membungkuk, meraba sesuatu di bawah bantal tempat tidur. Beberapa detik kemudian ia menemukan sebuah kartu nama milik gadis itu. "Aku telah mendapatkanmu, jangan harap kau bisa lepas dariku." Dering ponsel milik Haga berbunyi, mengalihkan tatapan pemuda itu dari kartu nama warna merah muda milik Sasmita Anggi. Pemuda usia 20 tahun itu berjalan mendekati ponsel miliknya yang tergeletak di atas sofa kamar. Perlahan ia mengempaskan tubuhnya di sofa lalu mulai mengangkat telepon. "Ada apa?" "Tuan Muda, kemana saja Anda pergi? Hari ini ada jadwal rapat untuk keperluan ekspor bunga segar ke Singapore." Suara Davino begitu khawatir. Haga tertawa, ia membayangkan wajah Sasmita sejenak. "Aku hanya sedikit bersenang-senang, jangan khawatirkan aku. Baiklah, aku akan ke kantor dalam waktu lima belas menit lagi." Haga menutup telepon, kini gantian menatap kartu nama itu lekat-lekat sambil tersenyum. "Kamu tidak akan lolos dari pantauanku, Bibi. Tunggu saja, aku pasti akan datang mengejutkanmu." **** Sasmita memacu mobil SUV miliknya dengan kecepatan tinggi. Sesekali gadis itu memukul kemudi, menggelengkan kepala atau memekik kesal. Ya, ia kesal pada dirinya, pada Haga, dan juga Marcello. Sudah jelas jika Marcello telah mencampurkan obat itu dalam minumannya, jika tidak lalu sekelebat bayang yang mengikutinya itu siapa jika bukan suruhan Marcello. Dan Haga, bisa-bisanya pemuda itu meminta ganti rugi padanya. Parahnya lagi, dirinya mau-mau saja diperas oleh si pemuda penjual bunga. Dasar menyebalkan! Sasmita memekik kesal, ia kembali memukul kemudi sambil menggigit bibir. Betapa bodoh dirinya. Gadis itu menambah kecepatan mobilnya, menerobos padatnya kendaraan yang lalu lalang menuju ke tempat kerja mereka. Tak butuh waktu lama akhirnya Sasmita sampai juga di apartemen miliknya. Setelah memarkir mobil dengan rapi, gadis itu buru-buru menaiki lift dan menuju ke lantai lima dimana di sana ia tinggal. Dalam perjalanan ia menjumpai beberapa orang yang tengah sibuk berangkat kerja, seharusnya ia juga berangkat sekarang. Sadar akan tanggungjawabnya, Sasmi berniat akan menghubungi kantor dan mengabarkan jika ia mungkin sedikit telat masuk karena suatu hal. Sasmita berhenti melangkah, mengecek clutch untuk mengambil ponselnya namun .... Pandangan gadis itu menggelap, ia memijit pelipisnya dengan panik. Ya, ponselnya tertinggal di kamar Haga. Haruskah ia kembali karena ponsel? Duh, merepotkan sekali. Gadis itu memutuskan untuk menuju ke kamarnya dan menghubungi pihak kantor melalui telepon rumah. Rasanya tidak mungkin bagi Sasmi untuk putar balik ke sana, selain rasa malu ia juga tidak ingin bertemu sosok Haga lagi. Ia benar-benar kesal hari ini. Menempelkan sidik jari, Sasmi memiliki akses menuju ke ruangannya yang sepi. Ia mengempaskan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar dengan wajah menerawang entah kemana. Ya Tuhan, kenapa ia harus mengalami semua ini? Sasmi merasakan tubuhnya sakit semua, ia bergegas bangun menuju ke kamar mandi. Menyalakan air hangat dalam bath up, ia ingin merendam semua rasa sakit yang tertinggal di tubuhnya. Sesaat pikiran itu tiba-tiba datang ke dalam otak Sasmi, apakah—apakah Haga memakai pengaman tadi malam? Jika tidak, bagaimana jika ia hamil tanpa sosok suami? Sasmita kembali panik, ia memijit pelipisnya sambil berjalan mondar-mandir. Haruskah ia datang kembali ke hotel itu hanya untuk memastikan hal memalukan ini? Sasmita menjerit dalam hati. Betapa bodohnya dia saat ini, benar-benar bodoh. Niat diri untuk berendam akhirnya sirna, Sasmi memutuskan untuk mandi secara kilat dan kembali ke hotel tempat dimana ia menginap tadi malam. Kali ini ia bisa berdalih untuk mengambil ponsel dan bertanya mengenai hal itu. Ah, ini mungkin hal tabu dan memalukan tapi Sasmi wajib mengetahuinya. Saat ini Sasmi tidak tertarik dengan ikatan pernikahan apalagi sampai memiliki bayi. Oh tidak! Mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, Sasmi kembali ke hotel tersebut. Ia siap malu jika Haga menertawakannya kali ini. Berlari menuju ke resepsionis, Sasmi berharap ia bisa dibantu untuk menemukan orang tersebut. "Nona, ada yang bisa kami bantu?" Sang resepsionis cantik berseragam ungu menyapa Sasmi dengan ramah. "Iya, apakah saya bisa bertemu dengan Haga si penjual bunga yang tadi malam menginap di sini, Nona?" Sasmi bicara tanpa basa-basi, membuat dahi sang resepsionis sedikit berkerut. "Jika boleh tahu berapa nomor kamarnya, Nona?" Resepsionis mencoba sabar tanpa menanggalkan senyumnya. "Ah, saya lupa. Tapi dia penjual bunga kok, tadi malam ia menginap di sini." Sasmi makin bingung karena ia lupa nomer kamar Haga waktu itu. "Maaf Nona, kami tidak bisa membocorkan data pengunjung kami. Barangkali Nona ada nomor telepon jadi Nona bisa hubungi langsung yang bersangkutan," ujar sang resepsionis dengan santun dan ramah. "Ponsel saya tertinggal di kamarnya tapi saya lupa dengan nomor kamarnya. Apakah pihak hotel bisa membantu saja untuk mencari data mengenai pemuda usia 20 tahun bernama Haga?" Sasmi bersikeras, ia tidak ingin kehilangan kesempatan kali ini. Tatapan sang resepsionis kini terlihat seperti menuduh. Mungkin di benak gadis muda ini adalah kenapa wanita dewasa berusia matang seperti Sasmi berkencan dengan seorang pemuda di hotel?! Apa yang sedang mereka perbuat?! Apakah ada semacam transaksi terlarang seperti yang ada di situs-situ itu?! Tanpa Sasmi sadari, seseorang datang mendekat ke arahnya lalu menyapa pelan. "Bibi, apa yang kau lakukan? Apa kau sedang mencariku?" **** Jangan lupa tap lovenya untuk Haga-Sasmi, ya. Thank you all.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN