TETAP TINGGAL

1628 Kata
Aku tak mengerti bagaimana tubuhku bisa begitu entengnya pergi meninggalkan Louis sendirian bersama bocah kecil padahal kondisinya tak begitu memungkinkan. Aku telah menyadari bahwa seseorang telah menguntit di belakangku. Setelah Tiffany menelpon, aku menjadi sedikit paranoid untuk meninggalkan adikku sendiri. Kini pengawal Vincent menyenderkan tubuhnya ke pohon. Dia berpura-pura merokok, aku tahu. Lihat saja pembalasanku nanti! jadi sekarang, aku hanya pergi melewatinya. Kakiku dengan gesit menaiki tangga, dan mulai berlari membuka pintu ruangan Louis. “ Louis” kataku Nampak Louis tengah bercerita dengan Alvind. Mereka saling tertawa, Aku merasa lega sambil membuang nafaku. “ dari mana saja kau?” tanya Louis sambil memperlihatkan barisan giginya yang rapi. “ aku kakak ingin bermain bersama kita?” Kata Alvind sekaligus menyapaku. Aku tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala. Lalu aku menghempaskan tubuhku ke sofa dan mengambil sebatang rokok sebagai penenang pagiku kali ini. Seorang perawat dengan tiba masuk sambil membawakan makanan dengan nampan. Dia memberikan makanan ala-ala rumah sakit kepada Louis. “ maaf, apa aku boleh bicara sesuatu padamu?” Panggilku pada sang perawat. Dia mengangguk, lalu aku mengajaknya keluar. “ aku ingin malam ini adikku pulang. Apa bisa?” “ maaf nona, tapi itu bukan wewenangku. Itu adalah kuasa dokter” jawabnya. “ Lagian dia sudah pulih, aku ingin memindahkannya ke Oxford” Ketusku. “ sebaiknya ada berbicara langsung dengan dokter. Permisi” ucapnya sambil memberikan bungkukan badannya padaku. Aku hanya meliriknya. Kemudian, aku pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan. “ Alvind, tolong jaga Louis sebentar” Kataku pada Alvind. Oh..Jadi beginikah suasana di rumah sakit. Pagi-pagi sekali semua keluarga pasien mengantri untuk membeli sekotak makanan. Ternyata, inikah pentingnya aku sekali-sekali duduk di kursi kepala rumah sakitku sendiri? Ku rotasikan mataku ke kanan dan ke kiri, Tentu saja aku masih terangsang bahwa ada seorang yang telah memata-mataiku. Di lain sisi juga, Kantin rumah sakit letaknya berdekatan dengan taman rumah sakit. Tak sengaja mataku, melihat Steve berdiri di jembatan yang terbentang di atas danau. Aku mengusap-usap mataku berkali-kali seolah tak percaya. Namun, laki-laki bukan sebuah bayangan. Tapi Steve yang memang mengawasiku sambil memasukkan tangannya ke kantong celananya. Aku berlari dengan maksud ingin menghimpirinya, tapi dia seakan acuh dengan membalikkan badannya pergi. “ Steve” Teriakku berharap dia menghentikan langkahnya. Dia masih jua tak menghentikan langkahnya. Aku masih berteriak lagi, “ Steve” Namun dia benar-benar mengabaikanku, dengan berat hati aku menepuk pundaknya dengan keras dan membuatnya berbalik badan. Dia benar-benar Steve, matanya terlihat sembab seperti orang yang tak tidur semalaman. “ ternyata, ini benar-benar kau” Ucapku pelan. “ mengapa kau tak mau berhenti. Kau ingin memainkan ku?” Kataku. “ kau masih disini Irene, suasana masih terlalu pagi. Jadi kau masih perhatian” Jawabnya. “ Aku telah mengatakannya padamu, aku tidak akan memacarinya lagi Steve” Kataku dengan jelas. “ itulah masalahnya Irene. Mengapa hatiku selalu gundah mendengarmu berkata seperti itu. Ahh sial, aku benar-benar cemburu. Aku harus bagaimana” Desis Steve. “ aku terlalu mencintaimu Irene, aku tidak bisa melakukan apa-apa untukmu. Aku merasa aku tak berguna” imbuhnya. Aku terdiam tak bisa menjawab pertanyaan dari Steve. “ Ku rasa aku memang tak pantas untukmu Irene” ucapnya. Aku tertusuk mendengar ucapannya, “ baiklah, pergilah jika kau ingin menyerah” jawabku pasrah. Mata Steve membulat, sepertinya dia terpukul mendengar jawabanku. Dia mencoba mengerti perasaanku lalu ia menundukkan kepalanya. Aku melangkahkan kakiku untuk berbalik ke arah kantin. Dia tetap terdiam disana, sambil menyeka air matanya. Kemudian Steve pergi meninggalkan taman. Aku tak menyangka, bahwa bukan hanya satu orang yang memantauku. Tapi Steve juga ikut memantau. *** Vincent menapakkan kakinya di sebuah Restorant China daerah Santiagos. Beberapa teman-teman seangkatan sekolah menengah atasnya tiba-tiba melambaikan tangannya pada Vincent. Kali ini orang ini tengah mengadakan pertemuan kecil-kecilan antara teman-teman sepergengannya di sekolah menengah atas. Mereka semua sukses menjadi pembisnis, dan di antara mereka pun ada yang menjadi seorang dokter dan pengacara. Vincent Morgant memang cukup pintar. Dan dia selalu berteman dengan orang-orang yang ambisius di kelasnya. Tapi peribahasa pernah mengatakan, walaupun otakmu mampu menembus langit, tapi moralmu masih rendah lebih rendah dari tanah. Kamu bukan orang yang bernilai. Seperti itulah Vincent, Pria minim moral tapi lebih mengandalkan kecerdasan otaknya. Tak salah jika ia pernah membunuh ibunya sendiri. Sekarang dia duduk di depan kawan-kawan sambil memberikan tos ringan. “ wah Lihatlah Vincent, dia tampak gagah dengan jasnya” puji Marcus, salah seorang temannya yang sukses menjadi pengacara. “ Ku dengar usahanya berkembang pesat. Hebat sekali” Celetuk Junmyeon, temannya yang menjadi seorang dokter. Dia adalah orang korea yang berpindah kewarnegaraan. “ kalian sudah sukses sekarang, dengan jas nya masing-masing” Kata Vincent. “ Tunggu-tunggu ku dengar banyak dari teman kita yang menjadi orang sukses” ucap Marcus. “ itulah mengapa kita, memang masuk ke kelas unggulan dan sekolah elit. Mungkin inilah yang di peroleh kita. Karena kita ambisius hahahaha” Jawab Junmyeon dengan gayanya. “ ku pikir teman kita yang paling ambisius adalah Zacklee dan Vincent. Aku pikir mereka akan menjadi presiden” Imbuh junmyeon. Marcus bergelak tawa sedang Vincent hanya menyeringai sedikit. “ngomong-ngomong Vincent, apa kau bertemu dengan Zacklee?” tanya Marcus. “ ya aku bertemu sesekali, “ jawabnya. “ Ku dengar dia menjadi penerus perusahaan besar. Berkatnya, lampu di kota kita menjadi lebih terang karena penemuan suatu alatnya” Kata Jumnyeon. “ hei, bukankah tersebar rumor bahwa bukan dia yang menciptakan penemuan itu. Melainkan rekan kerjanya?” Ujar Marcus membantah omongan Jumnyeon. Jumnyeon terkejut dan merotasikan matanya pada Marcus, “ ahh benarkah?” Vincent hanya menikmati obrolan kedua temannya, Marcus mengangguk sambil menghadapkan kepalanya pada Vincent. “ Vincent, apa kau mendengar rumor itu?” tanya Marcus. “ entahlah, aku terlalu sibuk. Apa kita tak ingin bersulang?” Jawabnya seraya melayangkan segelas soju ke atas. Kedua temannya mengambil gelas soju nya masing-masing dan akhirnya mereka bersulang sambil tertawa. “ bagaimana kalau kita mengadakan reuni bersama teman-teman sekelas kita? kalian bisa mengajak keluarga kalian” Lanjut Marcus. “ ya ya aku setuju, tapi aku tak mau mengatur jadwalnya. Sepertinya ketua kelas marcus yang harus mengaturnya” Jawab Junmyeon. Marcus kembali tertawa, “ baiklah, Bagaimana menurutmu tuan Vincent?” Vincent menekuk lututnya dan meneguk soju, “ aku ikut” “ oke, aku akan mengatur jadwalnya. Dan memberikan undangan pada tiap orang” Imbuh Marcus. “ ide yang bagus” Kata Jumnyeon memuji. *** Aku masuk ke ruangan Louis dan memberikan makanan pada Alvind. Seorang perawat lagi-lagi masuk memeriksa keadaannya. “ Aku sudah baik-baik saja, apa aku boleh pulang?” tanya Louis pada sang perawat. “ Tolong tanyakan pada dokter, jam 09.00 nanti dia akan datang mengontrol anda” jawabnya. Dia pergi meninggalkan ruangan, Ku suruh Alvind untuk sarapan dan menghabiskan makanannya di sofa. Lalu aku duduk di samping Louis untuk berbincang dengannya. “ pengawal itu masih membuntutiku” Ucapku. Louis terkejut, “ sepagi ini? sialan, rekanmu itu tidak bisa di percaya” “ apa tidak ada orang yang mencurigakan dia sekitarmu Louis?” tanyaku. “ sejauh ini tidak ada” Jawabnya. “ Aku akan membuat perhitungan pada Vincent karena membuatmu seperti ini” Kataku mendengus kesal. “ bukankah dia rekanmu? apa kau tidak ingin bekerja sama dengannya lagi?” Ucapnya. “ untuk apa aku bekerja sama dengan persetan itu” “ lalu soal rumah sakitmu?” tanyanya lagi “ aku akan mengurusnya sendiri.” “ Jangan bertindak gegabah Irene. Biarkan aku sembuh terlebih dahulu kita hadapi semuanya berdua” Ketus Louis. “ terlalu lama, Aku akan mengurusnya sebelum dia melunjak” Jawabku. “ dengan cara apa?” “ lihat saja, aku akan membuatnya kaku di hadapanku” Kataku. *** “ bagaimana kabarmu?” Itulah sebuah kata yang di lontarkan Tiffany saat dirinya berhadapan dengan mantan suaminya dulu. Iya, mereka berdua bertemu. Tiffany menemui Lay di kantor polisi tempatnya di penjara. Walau seperti itu, wanita yang dahulu mengkhianati suaminya itu merasa bahagia meski dia belum bisa meraba Lay. Karena memang, untuk membezuk seorang narapidana mereka hanya bisa berbicara lewat telepon dan di batasi dengan kaca seperti hal nya tempat membezuk napi pada umumnya. Lay mengangkat telepon sambil menghadap ke arah wajah Tiffany, “ baik, untuk apa kau kemari?” “ aku ingin membezukmu, Apa Louis seringkali menengok keadaanmu?” tanya Tiffany. “ aku memang menyuruhnya untuk tidak menjengukku. Jika kau hanya datang untuk membezukku, aku tak percaya. Sebaiknya kau jujur saja” ucap paman Lay. “ aku datang untuk meminta maaf Lay” “ untuk apa?” tanya paman Lay “ untuk semua kesalahanku dulu. Aku sudah bertemu dengan Louis dan Irene akhir-akhir ini. Dan ya, aku meminta maaf pada mereka” Kata Tiffany lembut. Lay merasa antusias setelah Tiffany berbicara tentang mereka, “ apa?benarkah? bagaimana keadaan mereka?” kata Paman Lay. “ Irene sangat baik, dia sangat dingin. Tapi louis emmm...” “ ada apa dengan Louis?” tanya paman Lay. “ Dia mengalami luka tusuk di bagian paha. Ada orang yang menusuk pahanya” jawabnya. Mereka saling bercerita soal Irene dan Louis. Dan waktu begitu cepat berlalu, Penjaga narapidana berkata bahwa jam bezuk sudah habis. “ sayang sekali, Aku pergi dulu Lay” Ucap Tiffany. “ tunggu..tunggu...” teriak Lay. Sang penjaga menarik tubuh paman Lay, untuk memasukkannya ke dalam sel tahanan. Kali ini ia begitu khawatir memikirkan Louis, sebenarnya apa yang terjadi pada Louis. Karena si penjaga terus menarik tubuh paman Lay, dia menggeliat sekuat mungkin agar si penjaga melepas tubuh nya. “ sudahlah, aku bisa jalan sendiri” sentaknya. *** Jam 09.00 tepat, seperti kata perawat bahwa dokter akan mengontrol keadaan Louis kembali, Dia masuk ke dalam dengan segera ia melayangkan Stetoskop nya ke d**a Louis. “ keadaan sudah mulai normal, tapi lukanya belum terlalu kering” ucapnya. “ apa boleh aku membawanya ke rumah sakit lain?” ucapku. “ sebaiknya Louis harus tetap tinggal, dan jangan membawanya kemana-mana ataupun melakukan banyak pergerakan yang akan membuat lukanya semakin parah” “ ahh sialan” jawabku. “ saya permisi”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN