PENGORBANAN

1571 Kata
Akhirnya Alvind hampir menghabiskan makanannya. Hanya tertinggal sesuap nasi yang harus ia layangkan agar nasi itu benar-benar habis. Aku duduk di samping Alvind setelah berbicara dengan dokter sialan itu. “ Apa kau mau pulang?” tanyaku. “ tapi aku ingin menjaga kakak itu” jawabnya. “ Alvind, tenang saja. Aku yang akan menjaganya Sampai sembuh. Apa kau tak kasihan dengan teman-temanmu yang rindu padamu?” ucapku pelan. “ apa mereka merindukanku?” Tanyanya polos sambil menatap ke arah wajahku. “ mereka pasti merindukanmu, bukankah kau bocah periang? kau harus kembali kesana. Kita akan bertemu lain waktu lagi ya kan?” Ujarku tersenyum sambil mengusap-usap rambutnya. Alvind menghela napas, “ baiklah, aku akan pulang” Aku mengangguk dan menyuguhkan senyuman manis padanya. Matanya membulat, aku mulai bersiap-siap untuk mengantarnya pulang. “ Louis, aku ingin mengantarnya dulu” Dan Louis mengangguk. Sebelum aku mengantar Alvind, aku berteriak memanggil suster. Dia datang dengan cepat ke ruangan Louis. “ maaf nona, apa ada masalah?” “ tolong jaga adikku, Aku akan pergi sebentar. Jangan pernah membiarkannya sendirian” sentakku padanya. “ aku mohon maaf, apa tidak ada keluarga lain yang bisa menemaninya. Aku memiliki jadwal di jam ini” ucapnya. “ hei apa tugasmu seperti ini? aku hanya pergi sebentar saja dan akan kembali lagi.” Ketusku melangkah ke hadapannya. “ Irene, tolong jangan berlebihan” Celetuk Louis. “ tolong jaga dia, kau mengerti?” kataku lagi sambil melotot. “ baiklah, aku akan menjaganya” Katanya pelan sambil menunduk takut melihat mataku. Aku menggandeng tangan Alvind dan segera keluar dari rumah sakit untuk pergi ke panti. Aku masih bisa merasakan bahwa pengawal itu masih saja menbuntutiku. Sebenarnya apa yang Vincent cari dariku? entahlah aku masih belum bisa memahaminya. *** Paman Lay menyenderkan kepalanya ke ranjang tahanan. Dia menghadap ke jendela, suatu hal yang ia inginkan saat ini adalah ingin segera bebas. Bukan apa-apa, setelah Tiffany datang dan memberitahu soal keadaannya dengan Louis dia terdorong untuk pulang. “ siapa orang yang menacapkan pisau itu pada Louis?” desisnya. Kemudian dia menghela napas, dia berharap Tiffany datang lagi ke rumah sakit dan menjenguknya. Lalu dia akan bertanya soal keadaan Louis. *** Sedangkan Tiffany sendiri, setelah keluar dari kantor polisi dia mulai berpikir dua kali. Apakah sebaiknya dia membebaskan Lay? sebagai suatu jasa yang harus ia berikan selama sisa hidupnya? Tiffany memberhentikan taksi, dia menyenderkan kepalanya ke jendela sambil menggigit jari telunjuknya. Rahimnya masih saja sakit, tapi dia terus memaksakan untuk keluar. Kemudian dia mengambil ponsel yang berada di tasnya dan mulai menelepon Vincent lewat kartu nama yang ia berikan. Kartu nama itu masih tersimpan sampai sekarang. Panggilan terus berdering, tapi tak ada suatu jawaban dari Vincent. “ kemana laki-laki itu” Gerutu Tiffany. *** Aku tiba di panti asuhan tempat Alvind di asuh. Beberapa anak kecil berlarian, mereka semua tampak senang bermain dengan teman-temannya. Di antara mereka pula ada yang melukis dan menggambar dengan yang lain. Ini merupakan kehidupan paling bahagia bagi kita semua bukan. Kemudian seorang pengasuh datang memeluk Alvind. Dia menatapku dan bertanya. “siapa anda?” tanyanya. “ Aku Irene, Alvind menolong adikku yang kecelakaan. Dia menginap di rumah sakit, aku ingin mengajaknya pulang tapi dia tak mau. Jadi aku memaksanya agar tidak menimbulkan kekhawatiran bagi anda” Jawabku. “ Syukurlah, aku sangat berterima kasih. Sebenarnya aku sudah melapor polisi, tapi dia bilang jangan melapor sebelum 2 x 24 jam” “ terimakasih juga, berkat dia adikku selamat” Kataku Aku bersimpuh di hadapan Alvind, aku dan dia saling menatap. “ berbahagialah Alvind, jangan membuat orang-orang khawatir” “ ayo berjanji padaku, kita akan bertemu” Katanya sambil memberi jari manisnya padaku. “ baiklah,” Ujarku yang menempelkan jari manisku padanya. Dan Alvind kemudian memelukku. Dia melayangkan senyuman bahagianya karena bertemu dengan teman-temannya lagi. Lalu dia berlari ke arah mereka dan mereka sangat antusias bertemu dengan Alvind. Aku sedikit tersenyum, karena melihat tawa bebas yang terukir di wajahnya. Aku tau Alvind, mengapa kau merasa tak terlalu nyaman dengan pengasuhmu. Karena dia bukan orang tua kandungmu. Dan aku juga tau, rasanya kehilangan kedua orang tua. Begitu sakit dan rindu campur aduk menjadi satu. Namun kau harus menganggap mereka semua keluargamu, berkat mereka kau bisa tertawa. “ aku pulang dulu” Ucapku pada sang pengasuh, dia membungkukkan badan. “ hati-hati di jalan” Katanya *** Setelah berkumpul dan berbincang-bincang dengan kawannya, Vincent pulang. Dia mengecek ponselnya saat di mobil. beberapa panggilan tak tertajawab dari orang yang tak dikenal mengisi log panggilannya. “ siapa ini?” katanya. Tiffany sendiri telah tiba di rumahnya, dia duduk dan melihat ke atas laci samping ranjangnya. Tidak ada obat yang tersisa di atasnya, Dia berpikir keras. Percuma saja, dia meminum obat, jika rasa sakitnya masih berbekas. Vincent sendiri, mencoba menelpon nomor itu. Dan mata Tiffany membulat saat membuka Ponsel bahwa Vincent menelpon balik dirinya. “ halo? ini siapa?” tanya Vincent di seberang. “ Aku tiffany” jawab Tiffany. Vincent tersenyum tipis, “ ahhh gadis kesayanganku? ada apa?” katanya sok manja. “ aku butuh uang, aku ingin kau memberiku uang” Katanya “ boleh Tiffany, aku akan memberimu uang. Tapi kau tau kan kau harus apa?” Ucap Vincent sambil merapikan dasinya. “ ya, aku akan melayanimu” Jawab Tiffany tegas tanpa pikir panjang. “ bayaranmu akan sesuai dengan bagaimana kau bisa memuaskanku” Kata Vincent diiringi dengan gelak tawanya. Tiffany menghela napasnya, “ baiklah, aku akan sangat-sangat memuaskanmu” “ kapan?” Tanya Vincent. “ malam ini, aku akan ke apartemenmu. Siapkan uangnya” ketus Tiffany. “ waktu yang tepat untuk bercinta, Tenang sayang akan ku siapkan” Kata Vincent bahagia lalu dia menutup teleponnya. *** Aku baru menyadari bahwa penguntit itu tak lagi membututiku, mungkin dia lelah karena seharian ini dia terus memantau. Aku singgah di kursi samping Louis, Dia tertidur pulas setelah di kontrol oleh dokter. Namun tak lama kemudian, matanya yang terpejam kemudian terbuka. “ Irene, apa kau sudah mengantarkan Alvind?” katanya saat bangun tidur sambil mengusap-usap matanya. Aku mengangguk pelan, “ bagaimana apa dia senang?” ucapnya. “ tentu saja, dia terlihat tertawa riang bersama temannya.” Jawabku. “ Louis, Rencananya besok aku akan melawan Vincent morgant” imbuhku meminta pendapat. “ Irene, apa itu tidak terlalu cepat. Tunggu aku dulu, kau jangan sendirian” Katanya khawatir. “ Louis, Vincent tak begitu memiliki banyak pengawal. Mungkin hanya 10 orang saja. Aku bisa melawannya” Ucapku bertekad. “ mengapa kau bicara tentang ini? apa penguntit itu tidak akan mendengar kita?” Tanyanya. “ tenang, dia sudah tidak ada” Jawab ku. *** Detik telah berganti menjadi menit, menit telah berganti menjadi jam. Waktu demi waktu telah berlalu. Akhirnya sinar matahari yang menyengat itu seketika hilang. Sinar jingganya senja mulai memudar, menghitam dan menggelap menjadi malam. Saatnya bagi Tiffany untuk memenuhi janjinya pada Vincent. Bahwa ia akan memuaskannya malam ini. Tangan Tiffany di kepalkan, dia menahan gugup. Dan juga menahan sakitnya rahim yang berusaha ia tahan karena penyakit kronisnya. Dia sudah siap dengan hanya memakai bra dan membalutinya dengan jas. Jantungnya begitu berdebar, karena pertama kali dia memberikan keperawanannya bukan untuk foya-foya melainkan untuk mengorbankan dirinya sebelum dia menghembuskan nafas terakhir. Vincent telah siap mendapatkan kepuasan dari Tiffany. Dia mendekor apartemennya dengan sangat manis menyerupai tema malam pertama. Bahkan lilin-lilin aromaterapi telah di siapkan. Dan beberapa lembar daun bunga mawar berwarna beragam memenuhi ranjangnya. Dia juga menyiapkan soju di samping ranjangnya, beberapa menit kemudian seseorang membuka pintu apartemen. Walau begitu, sebelum Tiffany membuka pintu apartemen dia masih menghela napasnya dalam-dalam. Vincent telah telanjang dan hanya mengenakan seperti mantel mandi berwarna putih. Dia merebahkan badannya dengan gaya di atas ranjang sambil meneguk soju. Tiffany tampak bingung, menatap seisi apartemen Vincent yang di hiasi. “ bagaimana, apa kau suka?” tanya Vincent. Tiffany hanya bisa membisu, Lalu Vincent menghampiri Tiffany yang berdiri di depan ranjangnya. Dia mendekap Tiffany dari belakang sambil membelai leher dan rambutnya. “ tapi aku minta maaf, karena aku tak menyiapkan gaun spesial untukmu. Percuma saja...” katanya “ karena aku akan melucuti pakaianmu hehehe” imbuhnya berbisik dan mulai membuka jas Tiffany. Tiffany tampak geli mendengar ucapan dari Vincent yang dibisikkan ke telinganya, Dia membuang tasnya ke sofa. Lalu menghadap Vincent, “ apa kau sudah siap?” tanya Vincent. Tiffany memejamkan matanya sambil mengepalkan tangannya menahan jijik. Baru kali ini dia merasa jijik dengan pelanggannya. Pelanggan yang sudah mulai tua, dan kuno. Biasanya dia mendapat pelanggan yang modis dan tampan. “ aku siap” kata Tiffany pelan. Vincent tersenyum dan mulai menghempaskan tubuh Tiffany ke ranjang. Lalu dia melucuti pakaian Tiffany. Kali ini mereka berdua mulai melakukan sesuatu, meski Tiffany tak begitu menikmatinya. Dia tetap merasakan sakit di area rahimnya. *** Steve terus menetap di kamarnya, dia tak keluar dari kamar seharian ini. Ibunya menyuruhnya turun untuk makan malam tapi tak ada jawaban yang keluar dari mulut Steve. Kemudian Zoe membuka pintu kamar sang putra, terlihat bahwa putranya hanya termenung di ujung ranjang. Dia menepuk dan tak sengaja mengangetkan Steve. “ Steve, ayo makan” ucap Ibunya. “ tidak bu, aku tidak lapar” jawab Steve datar. Bu. Zoe menghadapkan wajah Steve ke arah wajahnya. Dia menatap wajah sang putra yang begitu muram. Bahkan senyumannya hampir tak terlihat. “ ada apa dengan putra ibu? mengapa kau bersedih Steve?” Tanya lagi bu. Zoe “ tidak, aku tidak apa-apa bu” jawabnya. “ aku tau kau berbohong nak. “ “ tidak, aku tak apa” ucapnya. “ apa kau di sakiti oleh perempuan yang bernama Irene itu?” Sahut bu. Zoe penasaran. “ apa?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN