〰〰〰〰〰
Hari yang melelahkan. Setelah mendapatkan protesan dari Ardo kini giliran Nevan yang protes. Nessa sendiri tidak tau kenapa Ardo tidak suka Nessa dekat dengan Nevan.
Ardo juga menyuruh Nessa pisah kamar dengan Nevan dan sialnya Nevan tidak mau menuruti permintaan Nessa.
Dan malam ini Nessa sengaja menonakttifkan hpnya. Ia takut jika Ardo menelponnya dan tau kalau ia masih sekamar dengan Nevan.
"Lo belum tidur?" Tanya Nevan pelan. Nessa menoleh sebentar ke arahnya.
"Belum!"
Nessa merasakan tempat tidurnya bergoyang dan tak lama kemudian ia merubah posisi tidurnya. Mereka akhirnya tidur saling berhadapan.
Nevan memeluk gulingnya dan Nessa memeluk gulingnya sendiri.
"Lo nggak ngantuk?" Tanya Nevan lagi.
"Nggak bisa tidur!" Rengek Nessa.
"Tapi mata lo udah merah. Lo nggak tau ini udah jam berapa?"
Nessa melirik sebentar ke arah jam dinding di kamar. Sudah hampir pukul 11 malam. Tapi matanya tak bisa terpejam.
"Tidur gih. Udah malem!"
Nessa terdiam tak menjawabnya dan terus menatap mata Nevan. Sepertinya Nevan tau kode dari Nessa. Nevan lalu menyingkirkan gulingnya dan meletakkannya di balik punggungnya.
"Sini!" Titah Nevan sambil menepuk tempat sebelahnya yang kosong. Senyum Nessa langsung mengembang dan ia menggeser posisinya lebih mendekat ke arah Nevan.
Nessa tidur dengan posisi membelakangi Nevan sambil memeluk gulingnya. Sementara tangan Nevan mengusap-usap pucuk kepala Nessa. Dengan begini Nessa akan cepat tertidur.
"Nes...!" Panggil Nevan pelan.
"Hm!" Sahut Nessa dengan mata terpejam karena menikmati usapan lembut tangan Nevan.
"Lo beneran suka sama Ardo?"
Nessa kembali membuka matanya dan menoleh ke arah Nevan. Usapan tangan Nevan juga ikut berhenti.
"Kenapa?" Tanya Nessa balik.
"Gue nggak mau liat lo sakit!"
Nesaa mendengus pelan lalu kembali memposisikan kepalanya seperti semula dan tangan Nevan kembali mengusap kepalanya.
"Gue cinta sama dia--!"
"Cinta karena sayang dan cinta karena obsesi itu beda Nes!" Sela Nevan.
"Gue sayang sama dia!"
"Sayang bukan berarti cinta kan?" Sahutnm Nevan lagi.
"Gue nyaman sama dia!"
"Sama gue nyaman nggak?"
Nessa mendengus sebal. Nevan selalu menyahut apa yang Nessa katakan.
"Ya nyamanlah. Lo kan abang gue!"
"Kalo seandainya gue bukan abang lo?"
Nessa kembali menolehkan kepalanya dengan cepat. "Ngomong apaan sih? Nggak bermutu banget?" Sungut Nessa. Nevan tersenyum tipis. Nessa kembali mengalihkan pandangannya dan mulai memejamkan matanya.
Tangan Nevan kembali mengusap kepalanya. "Nes. Gue mau jujur sama lo!"
"Soal?"
"Gue sayang sama lo!"
"Gue juga!"
"Gue nyaman sama lo!"
"Apalagi gue!"
"Gue cinta sama lo!"
Nessa terdiam sejenak. Dengan mata masih terpejam ia menjawab apa yang di sampaikan Nevan. "Gue juga cinta sama lo. Sesama sodara kan emang harus saling mencintai!"
"Gue cinta sama lo bukan sebagai sodara gue. Bukan sebagai adik gue!"
DEG.
Tiba-tiba jantung Nessa terasa ngilu mendengarnya. Matanya kembali terbuka tapi ia tak berani menolehkan kepalanya. Nessa hanya menunggu Nevan mengutarakan maksudnya.
Dan perkataan Suster Okta kembali mengiang di telingaknya.
"Udah hampir 2 tahun ini gue mulai menyadari kalo gue cinta sama lo. Awalnya gue pikir rasa cinta gue sebatas hubungan abang adek. Tapi nyatanya bukan. Gue pengen lo jadi pendamping hidup gue. Gue pengen lo yang nantinya jadi ibu buat anak-anak gue!"
"Gue tau ini nggak mungkin. Tapi hati gue mengatakan kalo Tuhan ciptain lo buat gue!"
Nessa merenungi ucapan Nevan. Bayangan-bayangan Nevan terlintas dalam benaknya.
Kalo bukan sodara gue....udah gue pacarain lo.
Apa Nevan serius dengan perkataannya? Entahlah. Hanya Nevan dan Tuhan yang tau.
"Nes. Lo dengerin gue kan?"
Nessa sengaja tak menjawabnya dan memilih berpura-pura tidur. Mungkin itu lebih baik. Tapi entah kenapa jantungnya terasa mau melompat keluar. Ada sedikit rasa kebahagiaan dalam hatinya saat mengetahui isi hati Nevan.
Tapi apa itu pantas? Seorang kakak yang mencintai adiknya sendiri?
Entahlah. Nessa tak tau. Ia juga bingung harus menjawabnya dengan cara apa. Nessa memang nyaman berada di dekat Nevan. Nevan yang selalu ada buat Nessa dan selalu melindunginya.
Demitrio Nevan Valeska. Apa yang harus Nessa katakan?
〰〰〰〰〰
Apa ini?
Rasa ini beda. Bukan rasa sayang seorang adik terhadap kakaknya tapi lebih tepatnya rasa sayang seorang wanita terhadap laki-laki yang di cintainya.
Apa boleh aku membiarkan rasa ini tumbuh?
Apa boleh aku memperjuangkan dirinya untukku?
Aku ingin berteriak.
Memberitahu seisi dunia bahwa aku mencintainya. Aku ingin memilikinya.
Tapi semua orang menentang rasa ini dan aku sendiri...menikmati perihnya cinta ini.
Ingin aku melupakan rasa ini...tapi kamu selalu hadir di saat aku berusaha menyingkarkanmu dari pikiranku.
Aku tau ini salah...tapi kenapa Tuhan menciptakan perasaan lain tumbuh dalam hati kami?
"Itu tidak mungkin Nessa...kalian saudara kembar! Ini gak boleh terjadi!!" Pekik Mama saat Mama mengetahui rahasia yang selama ini kami simpan.
Aku hanya bisa menangis. Aku sendiri tak tau kenapa aku begitu menyayanginya.
Nevan menatap sendu ke arahku. Ia juga tampak terdiam di sofa sudut ruangan.
"Mulai besok Nessa ikut Papa dan Nevan ikut Mama. Untuk sementara waktu kalian harus terpisah agar bisa intropeksi diri. Kalian harus tau di mana letak kesalahan kalian!" Suara Papa yang terdengar ngebass ikut menengahi perselisihan ini.
Aku mendongak menatap Papa dan Mama bergantian. Air mataku tak henti-hentinya menetes. Lalu ku alihkan pandanganku menatap bola mata hitam milik Nevan. Ia juga terdiam.
Aku menghela nafas pelan dan ku pejamkan mataku rapat-rapat.
Aku mencintainya. Sungguh-sungguh mencintainya.
Nessa terbangun dari tidurnya dengan bercucuran keringat. Nafasnya terengah-engah dan pandangan matanya menerawang.
"Nes. Lo kenapa?" Nevan langsung duduk di sebelah Nessa dan mengusap pundaknya pelan.
Nessa menelan salivanya dengan susah payah dan beralih menatap Nevan.
Cuman mimpi. Seru Nessa dalam hati. Ia mengusap wajahnya yang di penuhi keringat.
"Lo mimpi buruk?"
Nessa hanya bisa menganggukkan kepalanya saat mendengar Nevan menanyakan hal itu. Nevan langsung tersenyum dan memeluk Nessa.
"Ada gue. Lo tenang aja!". Hanya sesaat lalu Nevan melepaskan pelukannya. "Sekarang tidur lagi ya. Masih malem. Besok sekolah!"
Nevan membantuk Nessa berbaring dan tangannya langsung mengusap pucuk kepala adiknya membuat mata Nessa kembali terpejam perlahan.
Mimpi yang terasa nyata.
〰〰〰〰〰
Pagi ini seperti biasa Nessa berangkat sekolah bareng Nevan. Selama perjalanan gadis itu terus terdiam. Ia masih teringat kata-kata Nevan tadi malam dan tentang mimpi itu.
"Lo kenapa?"
"Hah?" Sahut Nessa refleks dan menatap ke arah Nevan. Ia lalu menggeleng pelan. "Nggak apa-apa. Gue nggak apa-apa!"
Tiba-tiba saja Nevan menghentikan mobilnya. Hampir saja kepala Nessa terbentur dashboard kalau saja ia tidak memakai seatbelt. Nevan menatap ke arah Nessa dengan pandangan yang sulit diartikan.
Nessa hanya diam menunggu apa yang akan di lakukan Nevan nanti.
"Nes. Soal semalam itu...gue serius!"
DEG.
Jantung Nessa kembali tidak normal. Nevan menatap Nessa dalam-dalam. Ia lalu meraih jemari tangan Nessa dan menggenggamnya.
"Gue mohon. Tinggalin Ardo!"
Kening Nessa mengernyit mendengar permintaan Nevan. "Tapi--!"
"Gue nggak bisa terus-terusan kayak gini Nes. Gue suka sama lo. Gue cinta sama lo!"
Nessa kembali diam. Bagaimana mungkin ini terjadi? Dia saudaraku. Saudara kembarku? Ternyata apa yang orang-orang bilang terbukti. Saudara kembar harus di pisahkan.
Nessa kembali menatap mata Nevan yang terlihat sayu. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Jujur. Nessa sama sekali tidak bisa mengartikan apa ini yang namanya cinta.
Nessa memang merasa aman dan nyaman berada di dekat Nevan. Tapi apa itu cinta? Kemanapun ia pergi Nevan selalu ada di sampingnya. Dan satu hal yang semakin membuatnya bingung. Jantungnya semakin hari semakin terasa aneh. Selalu berdetak tak beraturan saat bersama Nevan.
Tapi kenapa setiap bersama Ardo ia tidak merasakan apa-apa? Nessa merasa senang jika bersama Ardo. Apa itu hanya obsesi semata?
"Nes!" Panggilan Nevan menyadarkan Nessa dari lamunannya. Tangannya masih dalam genggaman Nevan.
"Tapi lo abang gue Van!" Terang Nessa lirih.
"Gue tau. Gue tau. Tapi gue nggak bisa boongin hati gue Nes. Gue juga nggak tau kenapa gue bisa suka sama lo. Yang jelas. Gue udah lama mendem rasa cinta gue sama lo!"
Rasanya Nessa tak bisa berkata-kata lagi. Sangat sulit menerima kenyataan ini. Ia kembali menatap bola mata hitam Nevan. Memastikan bahwa ia memang tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Nevan.
Mereka terdiam untuk beberapa menit. Tanpa Nessa sadari wajah Nevan sudah berada terlalu dekat dengannya. Dan entah sejak kapan tangan Nevan sudah berada di tengkuk Nessa. Menariknya perlahan dan membuat bibir mereka saling beradu.
Manis dan kenyal. Itu yang Nessa rasakan untuk pertama kalinya. Ciuman itu sangat lembut dan Nessa menikmatinya.
Nevan meraih kedua tangan Nessa dan mengkaitkan di lehernya. Gadis itu menurut saja tanpa melepas ciuman mereka.
Nessa bisa merasakan lidah Nevan yang melumat, mencecap dan sedikit menggigit bibir bagian bawahnya. Nessa sedikit merintih dan pada saat itu lidah Nevan sudah menerobos masuk ke dalam rongga mulutnya.
Ciuman mereka semakin panas dan sedikit menuntut. Saat Nessa sudah mulai bisa mengendalikan dirinya, dengan sekuat tenaga Nessa mendorong d**a Nevan membuat ciuman mereka terlepas.
Nevan malah menempelkan keningnya ke kening Nessa dan Nessa bisa merasakan hembusan nafas Nevan menerpa wajahnya.
"'Ana 'ahbik, Emery Nessa Valesia!" Ucap Nevan pelan lalu mengecup kening Nessa.
Wajah Nessa tiba-tiba memanas dan jantungnya terasa berdegup semakin kencang.
〰〰〰〰〰