Bab 1 Awal Pertemuan
Perkenalkan, namaku Mesa. Aku berprofesi sebagai seorang Abdi Negara yang memang sangat sibuk mengurusi Negara. Ya, terbukti dengan diriku yang selalu pulang sore setiap hari. Terkadang, sampai rumah sudah masuk waktu magrib. Oh ya, umurku 25 tahun. Sejujurnya aku memang baru 1 tahun menjadi seorang ASN. Ditempatkan di daerah Kabupaten memang memakan waktu. Mengingat aku tinggal di daerah perkotaan. Jadi, aku harus berangkat ke kantor pukul 5 pagi agar tidak terlambat.
Seperti biasa, hari ini aku sarapan ditemani oleh Pelo, kucing kesayanganku yang baru beberapa bulan aku adopsi. Pelo adalah kucing persia yang kuanggap sebagai teman tidur. Ya, aku memang belum menikah. Diumurku yang sekarang, aku merasa belum menemukan pasangan yang cocok untuk diajak hidup bersama. Memang, ku akui agak sedikit muak dengan pertanyaan "kapan nikah?" yang baru-baru ini mulai terdengar lagi. Entah itu di kantor ataupun dilingkungan keluarga saat kumpul arisan. Beruntungnya orang tuaku tak pernah menanyakan hal tersebut. Ya, memang belum ketemu jodohnya aja gak sih? Lagian, aku merasa orang-orang zaman sekarang terlalu mengurusi urusan orang lain. Terlalu banyak ikut campur di hidup orang itu juga gak baik kan?
"Dari tadi melamun terus", ucap Anti sambil menepuk pundakku.
"Eh, gak sih biasa aja", ucapku pura-pura tidak tahu.
"Yeee, gue juga tahu kali apa yang lagi lo pikirin", ucap Anti sambil menatap layar monitor.
"Gak usah sok tahu, deh! Udah terlalu banyak orang sok tahu di dunia ini. Gak usah ditambah lagi, ntar tambah banyak", jawabku sambil sedikit tertawa.
Anti hanya diam dan tidak menanggapi. Aku pun kembali melanjutkan pekerjaanku.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Perutku sudah terasa lapar dari tadi. Segera ku ajak Anti untuk ke kantin mencari makanan yang pas dilidah siang ini. Namun, setelah sampai di kantin, ternyata tempat duduk sudah penuh. Jadi, kami memutuskan untuk makan di restoran cepat saji yang ada di sebelah gedung kantor. Ya, walaupun kantor kami terletak di daerah kabupaten, tapi disini sudah ada juga si 'jagonya ayam', berarti gak katrok-katrok banget kan?
Menu yang kami pesan tentu saja paket hemat, mengingat ini belum tanggalnya gajian. Tak terasa, makanan sudah tersaji di atas meja. Sambil menyantap makan siang, kami mulai bercerita panjang lebar.
"Ti, sebel gak sih kalo ditanya kapan nikah terus?", tanyaku kepada Anti.
"Ya, kalo gue dulu sih biasa aja ya", jawab Anti. Anti, wanita yang lebih tua satu tahun dariku ini sudah memiliki satu orang anak perempuan yang masih berumur dua tahun. Lagi lucu-lucunya, sih.
"Kenapa? Ditanyain lagi, lo?", lanjut Anti.
"Iya, bete", jawabku singkat.
"Makanya udah, nikah aja. Coba buka diri sama orang baru. Jangan mikirin mantan terus", ledek Anti.
"Dih, sejak kapan gue punya mantan? Pacar-pacar gue dulu juga kan cinta monyet doang. Gada yang dianggep serius. Lagian gue juga udah lupa tuh gimana rasanya pacaran", ucapku sambil menyantap kulit ayam yang memang selalu terakhir ku makan. Bagian terenak nih!
"Yaudah, jadi mau gimana?", tanya Anti.
"Ya, cariin kek", ucapku.
"Beneran mau?", tanya Anti.
"Eh, gak usah deh. Ntar gak cocok sama selera gue. Haha", jawabku.
"Yaudah, serah lo deh!", jawab Anti.
Setelah selesai makan siang, kami kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan.
"Mes, besok ada yang mau pindah kesini", ucap Anti kepadaku sambil berbisik. Ya, kami sudah berada di meja kerja masing-masing. Kebetulan memang meja kerja kami bersebelahan. Sedangkan di depan meja kerja kami terdapat dua meja kerja lagi milik Firman dan Tika.
"Pindah? Emang dipindahtugaskan atau gimana, nih?", tanyaku. Ya, mungkin saja dia pindah karena kinerjanya jelek, kan?
"Ya emang pindah aja. Ngajuin pindah kali ya?", ucap Anti yang juga bingung.
"Emang lo tahu darimana?", tanyaku penasaran.
"Kata anak-anak sih gitu. Mungkin kita aja kali yang baru tahu. Btw, katanya ganteng. Haha", ucap Anti.
"Dih, inget! Udah ada suami sama anak tuh dirumah", ucapku.
"Yeee, bercanda doang!", ucap Anti.
Tak terasa pekerjaan yang kami lakukan telah selesai. Sebenarnya tidak benar-benar selesai karena menang tidak akan pernah selesai. Hanya saja, sudah sedikit berkurang. Hari sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Aku segera membereskan meja kerja dan bergegas untuk pulang.
Diperjalanan, aku memikirkan siapa besok yang akan pindah kesini dan menggantikan siapa? Ah, sungguh penasaran. Tak sabar menunggu besok. Ku cepatkan laju kendaraan agar tidak kemalaman di jalan.