“Lho, Om kok, malah balikin kesalahan ke Kania?” Biantara terdiam. Pria tersebut menatap gadis yang sudah menunjukkan reaksi kesal terhadapnya. “Jelas-jelas Om dulu yang salah. Om makan makanan Kania.” “Dan kamu mengambil air panas di sini tanpa izin.” Hening. Perdebatan itu jika dilanjutkan pun tidak akan mendapat titik temu. Keduanya sama-sama keras kepala. Di tengah keheningan itu, perut Kania tiba-tiba berbunyi. Gadis tersebut memeganginya, lalu meremas pelan. Alarm alami dari tubuh gadis itu didengar jelas oleh Biantara. Entah kenapa, ia iba. Egoisnya pelan-pelan bergeser, berubah menjadi rasa bersalah. Sudut mata Biantara melirik. Di sampingnya Kania menahan lapar. Wajah gadis tersebut sesekali meringis. Dan, lagi-lagi rasa kasihan tersebut tidak bisa ditepis begitu saja.

