TTB 8. Ter Daniel-Daniel

1496 Kata
"Caa!" Karin mengetuk-ngetuk pintu kamar Ica di pagi Minggu itu. "Password?" sahut Ica dari dalam kamar. Dia sengaja mengunci kamar karena takut mama akan mengganggu tidur cantiknya lagi. "Marisa, bestie ku yang baik hati nan cantik jelita, pacar keduanya Cha Eun Wo!" sahut Karin manja. 'Kreek' suara kunci dibuka dari dalam. Gegas Karin masuk dan menghampiri sahabatnya yang kembali tiduran dengan bergelung selimut sampai ke leher. "Kenapa lo?" "Meriang gue Rin!" sahut Ica sambil menggigil mengeratkan selimut. "Eh ntar dulu, kok gue pacar kedua Cha Eun Wo si?" Ica seolah baru tersadar, dia berhenti menggigil sejenak. "Yaa karena pacar pertama gue lah!" Karin menepuk dadanya jumawa. "Keluar lagi gih, ulang password nya salah!" Karin terkikik, "yang enggak-enggak aja lo Ca!" "Trus kenapa ini kamu nelpon bilang harus cerita langsung? Kudu banget gue cancel jadwal jogging bareng gebetan. Udah gue bela-belain buat lo nih! Awas kalo nggak penting!" ancam Karin. "Gue nggak siap Rin!" sahut Ica yang tiba-tiba kembali menggigil. 'Ketahuan khan akting Ica lebay!' Karin mengerutkan alis, "kenapa emang?" "Gue nggak siap kalau-kalau Daniel nembak gue!" celetuk Ica percaya diri. Karin jadi ngakak, "pede banget lo!" katanya sambil menoyor kepala Ica gemas. "Ya gimana gue nggak halu coba, dia sengaja datangin gue buat bilang harus datang prom night party dia! Secara gitu loh selama ini kita nggak pernah tegur sapa. Gue sih sering negur dalam mimpi hihiii" kata Ica penuh semangat sambil senyum-senyum sendiri. "Salut gue sama lo Ca! Sekarang gue tau kelebihan lo, kelebihan PEDE!" "Ih, bilang aja sirik lo! Sorry ya Rin, kayanya gue duluan yang bakal punya cowok sebelum lulus. Nggak jadi jomblo ngenes lagi!" Karin memasang mimik mau muntah. Tapi malas berdebat dia diemin aja Ica yang lagi kesenengan sampai menggigil nggak jelas gitu. "Kalau gue beneran di tembak Daniel, bisa mimisan gue! Lo ada saran nggak biar gue kuat menghadapi kenyataan itu?" Sumpah ya Karin enek parah, "ehhmm gimana kalau lo bangun, mandi, trus jangan lupa keramas. Biar lo nggak ngimpi lagi, udah siang ini!" "Ah, sialan lo emang! Eh btw kita harus datang ke party itu Rin, gimana pun caranya! Lo harus bantuin gue biar di izinin keluar malam, ya ya please?" wajah Ica memelas. "Itu mah gampang... minta aja si Rakha ngajak lo, langsung di acc nyokap lo pasti kalau dia yang minta izin." "Hedeeh, kaya lo nggak tau aja tu kadal tengil kayak gimana. Dia pasti nggak akan mau lah!" "Apanya yang nggak mau?" suara berat mengganggu obrolan dua sahabat lengket yang membuat mereka sama-sama menoleh ke ambang pintu. Kehadiran cowok maskulin dengan tubuh tinggi kekar sempurna serta wajah dengan rahang tegas yang sangat macho, Bang Rio. Karina melongo melihat entitas di depannya. Meneguk ludah kasar, mingkem kayak kena hipnotis. "Sorry Ca, abang nggak bisa nemenin kamu nonton. Kamu nonton sama teman kamu aja ya, abang harus balik Palangka, ada tugas!" Yah, Mario memang di tugaskan di ibu kota Kalimantan Tengah, Palangkaraya. Setiap weekend, Sabtu-Minggu dia sempatkan pulang ke Sampit berkumpul keluarga dan kekasih yang masih kuliah di kota ini. Biasanya Jumat sore sudah ada di Sampit dan sore Minggu sudah di Palangkaraya lagi. Itupun kalau tidak ada tugas tambahan dari korps. Seperti sekarang dia harus kembali ke Palangkaraya karena ada tugas dari pimpinan untuk pengawalan. Memang jarak antara kota Sampit-Palangkaraya dapat di tempuh kurang lebih empat jam, jadi tidak terlalu menyulitkan Rio. Di usianya yang menginjak 28 tahun dia masih sangat anak mama. Tidak bisa terlalu jauh dari sang ibu. Ica mengerucutkan bibirnya tanda-tanda mulai ngambek, tapi saat Rio meletakkan tumpukan uang berwarna merah di atas kasur matanya langsung berbinar, dia juga tersenyum sumringah. "Makasihh abaaangg..." katanya langsung meraup uang itu dan memasukkannya dalam selimut. Rio mengacak rambut si bungsu, "Abang pergi dulu." Begitu sosok tegap itu menghilangkan di balik pintu, Karin langsung memeluk Ica dan mencium punggung tangannya. "Ca, lo maukan jadi adik ipar gue? Ambil aja si Daniel itu buat lo tapii... jodohin gue sama abang lo yaa, please!" Memang Karin bukan pertama kali melihat Rio, kakak dari sahabat lengketnya, Ica. Tapi baru pertama berjarak sedekat tadi. Dan Rio terlihat semakin tampan. Ica menoyor kepala Karin, "udah punya tunangan itu bestie!" katanya sambil terkikik. "Sebelum janur kuning melambai bestie, masih ada jalan untuk menikung!" "Lo kata jalan pake tikungan!" mereka tertawa bersama. "Eh mending kita ke mall, beli baju buat ke pesta Daniel ntar. Lo gue traktir deh!" seru Ica sambil mengipas-ngipas uang dari sang kakak tadi. "Sok lah, jangan pake lama bestie!" *** Matahari mulai meninggi saat dua sahabat itu sampai di Borneo City Mall. Mereka langsung menuju store pakaian dan keliling sampai kaki pada pegel. Mereka tidak tahu saja dari tadi ada yang mengawasi gerak gerik mereka sambil senyum-senyum jahiliyah. "Ribet banget sih lo Ca! yang ini nggak mau yang itu salah, maunya baju yang gimanaaa?" Karin merajuk karena sedari tadi jalan tidak ada yang cocok dengan selera Ica. Bukan! Selera Daniel tapi menurut Ica. Sudah ter Daniel-Daniel parah dia. "Ya gue nggak tau seleranya Daniel itu yang gimana? Kalau gue sih pake hoodie sama jeans aja jadi. Tapi gue harus tampil cetar pas party nanti. Makanya gue minta pendapat lo!" "Nah pendapat gue kan, ayo ikut!" Karin menarik tangan Ica ke store yang tadi sudah mereka masuki. Tapi kali ini dia yang memilih. "Coba ini, ini, ini, sama ini!" perintah Karin dengan setumpuk pakaian yang di sampirkan di bahu Ica. Ica pasrah saja, mencoba semua baju itu di ruang ganti. "Ini gimana?" tanya Ica saat mencoba tunik berwarna tosca. Karin mengetuk-ngetuk dagu, "kayak emak-emak mau pengajian!" nilai Karin. Ica balik lagi ke ruang ganti dan keluar dengan long dress hitam belahan selutut dan gliter di bagian d**a. "Kaya penyanyi dangdut mau konser acara kawinan di kampung!" "Ho'oh!" reflek Karin, namun dia terkejut saat menengok ternyata Rakha yang berkomentar. Begitu juga Ica yang langsung melotot. "Lo ngapain di sini?" sinis Ica. Rakha santai menunjuk dengan dagunya seorang gadis yang juga sedang asyik pilih-pilih baju, Zara. Rakha mengira jalan-jalannya akan membosankan, tapi saat melihat Ica juga sedang berada di mall, dia seperti mendapat semangat baru. Ica merengut, ada Rakha pertanda harinya akan buruk. Dia harus segera menentukan pilihan agar bisa segera pergi. "Ini?" katanya saat mencoba setelan semi formal dengan rok mengembang selutut. "Lo mau ngereog?" Iya, itu mulut beracun Rakha. Ica menghentak kaki mulai kesal, "lo jangan ngerjain gue ya!" Tapi Karin dan Rakha hanya cekikikan. Ica berdecak dan kembali ke ruang ganti, "ini gimana?" tanyanya saat keluar dengan memakai dress di atas lutut berwarna peach dengan aksen pita di bagian perut. Rambutnya yang panjang bergelombang dia biarkan tergerai. Sangat pas dengan sepatu flat putih yang dia pakai. Sederhana tapi terlihat anggun. Sejenak Rakha diam, sedangkan Karin bertepuk tangan bangga. "Bungkus!" pekik Karin dan Ica terlihat dapat bernafas lega. "Kha, kamu kemana aja? Kok aku di tinggal!" suara manja Zara membuyarkan lamunannya. Tapi dia kembali terkejut melihat penampilan Ica saat keluar dari ruang ganti. Ica kembali memakai hoodie yang dipakainya tadi. Tapi Rakha baru menyadari jika hoodie itu model crop top yang memperlihatkan dengan jelas perut kecil dan putih Ica. Dari kejauhan memang tidak terlihat karena tertutup dengan Karin yang selalu menggandengnya. Rakha meneguk ludah tidak konsen sama sekali. Di sebelahnya, Zara merengek minta di temani. Tapi di depan kasir sana Ica dengan penampilan menantangnya bersiap pergi. Ah dia jadi bingung mau mengikuti langkah yang mana. Dan sepanjang jalan di mall itu, Rakha sama sekali tidak bisa fokus. Pikirannya terus terbagi pada tetangga sekaligus sahabat kecilnya, Ica. 'Kenapa Mama bisa ngizinin Ica keluar pake baju model gitu ya?' monolognya dalam hati. Hingga langkahnya terhenti di bioskop, di lihatnya Ica dan Karin sudah masuk ke dalam studio 1 yang menayangkan film Avatar terbaru. Rakha menyungging senyum penuh arti. Sebenarnya Ica sangat malas nonton film gendre fiksi ilmiah seperti ini, tapi karena dia sudah berjanji akan mentraktir Karin, dan sahabatnya itu minta nonton film ini, Ica ikut saja. Dengan duduk tenang dia mengunyah pop corn dan menyeruput minuman bersoda. Sampai entitas yang dihindari tiba-tiba nyengir dengan wajah polos namun penuh muslihat di sampingnya. "Eh Ica, lo ngikutin gue!" tiba-tiba cowok itu ngomong sinis. Ica bersiap adu mulut tapi di tahan oleh Karin karena film sudah mulai. Ica jadinya hanya melambai sopan pada Zara yang duduk di samping Rakha. Jadi posisinya Zara, Rakha, Ica dan Karin duduk berderet. Dan benar saja, sepanjang film ada saja kelakuan Rakha yang sengaja memancing reaksi Ica. Mulai dari melempari Ica pop corn, menghabiskan minuman Ica, sampai mereka pukul-pukulan dan saling jambak tanpa suara. Hingga akhirnya mereka capek sendiri dan tertidur sampai film selesai. Karin dan Zara hanya geleng kepala lihat mereka nyenyak banget saat lampu sudah menyala. Dan Zara, sejak tadi dia menyimpan sedikit rasa kecewa di hati kecilnya. Tapi sebisa mungkin dia tutupi dengan tersenyum. Begitu sampai di tempat parkir. Sebelum Ica naik di belakang motor Karin, Rakha kembali memanggil, "Ca, tunggu bentar!" "Apaan sih! Mau lanjut berantem nya? Ayo!" jawab Ica nyolot. Sampai di depan Ica, Rakha melepas kemeja kotaknya dan mengikat di pinggang Ica sehingga perutnya tertutup. "Kasian yang liat, udel lo dakian!" katanya santai. "RAKHA!!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN