Karena hari ini Ica seperti dapat hujan emas, maka sepanjang hari itu senyumnya tak mau luntur. Termasuk saat mencuci Tupperware mama yang bau busuk karena lama tersimpan di laci meja Rakha tanpa dibersihkan isinya, Ica senyum aja.
"Si Daniel apa nggak ill feel ya liat gue pake hoodie sama celana jeans gini doang?"
"Tau tadi gue dandan dulu, pake rok kek biar feminim dikit."
"Aduh, rambut gue! Lepek gini lagi kena helm."
"Ahh pasti si Daniel tetap suka kok, kalau liat senyum dia ke gue tadi!"
"Daniel ngapain ke sekolah ya Sabtu gini? Kebetulan banget. Apa kita emang jodoh?"
"Masa iya ya? Hihiiii"
Ica bermonolog sendiri sambil cengar-cengir kuda dengan tangan yang masih mencuci. Dia tidak menyadari cowok tengil tetangganya sudah berganti kostum dengan jersey voli warna merah gradasi hitam dan putih. Sepatu olahraga putih dan bandana merah untuk menghalau rambut yang mengganggu. Auranya naik berkali-kali lipat, sangat tampan. Tapi Ica biasa aja.
"Lo mau nungguin gue main satu set dulu kan? Kalau mau pulang gue pesanin ojol nih."
"Nggak kok gue mau, gue mau!" sambar Ica sambil senyum lagi.
"Gue nggak tau Sabtu pagi rame gini sekolah kita. Padahal kan sekolah libur ya?"
"Emang lo aja yang kuper. Tiga taon kemana aja lo? Baru tau pas udah mau lulus. Orang tiap weekend kerjaan lo molor, ngehalu, main tokotok, gitu aja terus sampai kiamat!" kata Rakha sambil mengikat tali sepatunya.
"Sialan lo!"
Ica memercik sisa air ke wajah Rakha tapi masih dengan senyum yang manis. Membuat cowok itu tidak ingin membalas keusilan sang sahabat.
"Yuk ah ke lapangan! Udah di telepon Dimas nih dari tadi!"
Rakha menarik tangan Ica ke lapangan voli yang berada di samping bangunan perpustakaan. Ica duduk menonton Rakha dan timnya di tribun kecil sambil mengunyah keripik yang sempat di belinya tadi.
Rakha mulai bermain. Posisinya yang sebagai spiker membuatnya selalu meloncat tinggi dengan pukulan bola yang keras. Jika dia sudah melakukan smash jarang ada lawan yang dapat memblok bola. Maka point akan mudah mereka dapat. Sekeren itu memang Rakha.
Ica ikut bertepuk tangan saat tim Rakha mendapat point unggul dari tim lawan. Dan saat Rakha kebagian servis, Ica berteriak kencang dari atas tribun yang tidak terlalu banyak penonton, sehingga suaranya terdengar nyaring dan lantang memberi semangat, "SEMANGAT RAKHA! URAA! URAA!"
Sumpah Rakha jadi nggak konsen, dia sekuat tenaga menahan tawa. Dan benar saja Rakha minta break time pada wasit dan menepi ke pinggir lapangan.
"Kha, sahabat lo lucu banget sih! Pengen gue cipok aja mulutnya!" celetuk Andika si raja m***m sambil tertawa geli.
"Bangke lo!" Rakha menoyor kepala Andika kesal. Meski bercanda dia tidak suka jika Ica di olok-olok. Hanya dia yang boleh mengolok-olok Ica. Hahhahaa
"Boleh duduk di sini?" suara lembut seseorang mengagetkan Ica.
"Zara!"
Cewek cantik dari kelas XII IPA 10 itu tersenyum dan duduk di samping Ica dengan anggun. Kaki menyilang bertopang dengan kaki sebelahnya. Tangannya tertata cantik di atas lutut. Make up tipis flawless membuat wajahnya terlihat segar. Dan rambut sebahunya yang di cat coklat tua bergoyang tertiup angin sepoi. Ica yang cewek aja terpesona melihatnya. Apalagi para lelaki modelan si Rakha.
Ica jadi menatap penampakannya sendiri. Hoodie coklat dengan celana jeans belel. Sepatu kets putih, wajah tanpa make up hanya sun cream dan pelembab bibir. Rambut panjangnya di cepol ke atas asal. Belum lagi gaya duduk yang jauh dari kesan feminim. 'Ah sudahlah Ica kalah telak.'
Ica sebenarnya agak canggung, karena selama tiga tahun sekolah mereka belum pernah bertegur sapa, hanya sekedar kenal.
'Bruk'
Ica kaget mendengar suara benda jatuh. Dilihatnya Rakha dengan kaki tertekuk bergaya absurd di depannya.
"Kenapa lo?"
"Kepeleset!" jawab Rakha sambil nyengir. Ica bingung 'kok bisa kepeleset tiba-tiba gitu.'
"Kepeleset karena kesandung kecantikan dia!" tunjuk Rakha dengan dagunya ke arah Zara.
'Hueekkk' Ica mual parah!
Tapi berbeda dengan Zara yang nampak tersipu, malu-malu meong. Rakha mengambil air bekas minum Ica dan meneguk hingga tandas dengan santai. Keringatnya bercucuran kayak tempo hari. Seksi, macho, hot dan berkarisma, tapi Ica kini biasa aja. Ketutupan senyum Daniel tadi pagi.
"Duduknya bisa munduran dikit nggak?" tanya Rakha pada Zara.
"Kenapa emang?" tanya Zara bingung karena dia sudah duduk dengan posisi mentok sandaran tribun.
"Soalnya cantik kamu kelewatan!"
Rakha mengedip sebelah matanya dan berlalu kembali ke lapangan. Ica? jangan di tanya. Dia sudah mual-mual megang perut bahkan matanya sudah berair karena menahan muntah.
Sementara Rakha melanjutkan permainan, Ica dan Zara berbincang-bincang santai.
"Temen kamu lucu banget ya?"
Ica tidak menyahut. Dia hanya nyengir, masih menahan mual.
"Eh, temen kamu apa pacar sih?" koreksi Zara kemudian.
"Temen lah! Nggak mungkin gue pacaran sama tu kadal!"
"Ohh kirain, habis lo deket banget keliatannya sama dia?"
"Ya gimana nggak deket, orang kita tetanggaan!"
"Oohh" Zara tertawa melihat tampang Ica yang polos dan lugu. Lesung pipinya menambah kesan cantik di wajah mulusnya.
'Hedehh! Ica jadi overthinking. Cewek begini yang pantas bersanding sama cowok sekelas Daniel. Bukan dirinya yang mirip upik abu.
"Boleh gue minta nomor Rakha?" tanya Zara tiba-tiba.
Dengan polosnya Ica mengangguk dan meraih ponselnya dari saku hoodie. Tanpa izin dari Rakha dia memberi kontak si playboy cap kadal ke cewek yang dia bilang 'incaran' tadi pagi.
Pertandingan persahabatan kali ini memang di menangkan oleh tim Rakha cs. Tapi kehadiran dua orang cewek cantik beda karakter di lapangan voli seperti piala bagi mereka.
Yah, tentu saja mereka beranggapan begitu. Karena biasanya para 'ciwi-ciwi syantik' berkumpul menonton pertandingan basket. Apalagi sekarang tim basket yang di ketuai Daniel juga sedang bertanding. Otomatis lapangan voli minim penonton cewek cantik. Semuanya berkumpul di lapangan basket yang berada di tengah-tengah sekolah.
'Ica sih nggak tau aja! Kalau tau juga dia nontonin basket!'
Mereka semua kini berkumpul mengerubungi dua cewek cantik itu. Ada dua kubu. Kubu Ica dan kubu Zara. Rakha? Sudah pasti di kubu Zara.
"Ih apaan tuh di rambut lo?" pekik Dirga ke arah rambut Zara.
"Apa an?" Zara sedikit panik mengusak-ngusak rambutnya.
Dirga melangkah mendekat dan seolah mengambil sesuatu dari rambut Zara, kemudian memperlihatkan jarinya yang sudah membentuk hati kecil.
"Ciyeee!" seru mereka kompak sambil cekikikan. Meski sudah kenyang dengan pujian, Zara tetap tersipu.
"Eh Ca, hari ini hari apa ya?" tanya Andika tak mau kalah.
"Hari Sabtu," jawab Ica polos.
"Bukan! Hari ini kamu cantik banget!" goda Andika lagi.
"Aciyeee" mereka ketawa kompak. Ica mesem-mesem jadinya.
"Senyumnya bisa biasa aja nggak?" kata Rakha.
"Kenapa emang?"
"Takut melekat di hati aku!"
"Ahhaayy," mereka ketawa-ketawa lagi.
Ica agak risih sih di pepetin cowok-cowok tinggi nan raja gombal gini. Dia agak sedikit mundur namun tetap ikut tertawa mendengar celetukan para buaya darat itu. Sampai suara berat membuat tawa mereka reda.
"Permisi!"
Daniel dengan jersey basket tanpa lengan berdiri tak jauh dari mereka. Cowok kembaran Cha Eun Wo versi Ica itu tersenyum ramah sambil memegang bola basket. Zara nampak sumringah, dia sedikit maju mendekat. Ingin mendengar lebih jelas apa yang akan di sampaikan the most wanted and popular boy di SMA Taruna Jaya.
"Gue cuma mau ngundang kalian semua ke prom night party habis ujian nanti. Ntar gue share lokasinya. Kita seneng-seneng bareng!"
Sontak riuh tawa tadi pecah lagi. Mereka satu persatu adu tos dengan Daniel.
"Lo juga!" tunjuk Daniel khusus kepada Ica yang berdiri di belakang para cowok jangkung tim voli, lengkap dengan senyum dan kedipan sebelah mata. Padahal Ica sudah mengira undangan itu hanya untuk tim voli dan Zara yang memang satu circle dengan Daniel. Tapi anehnya Daniel seperti khusus datang untuk mengundang Ica.
Rakha sengaja menabrak bahu Ica dengan bahunya. Menyadarkan Ica sepenuhnya dari lamunan yang serasa 'mimpi' tapi jadi kenyataan.
'Aaaaa pegangin pegangin Ica mau pingsan!'