Pagi hari ini seperti hari-hari biasanya, Leo lewat di lorong sekolah yang di hiasi oleh panggilan-panggilan nama nya dari para wanita itu. Sudah Leo duga ketampanan nya tidak bisa di tahan lagi, ketampanan nya sudah menguar di seluruh penjuru sekolah ini.
"Leo," panggil Verell sambil berlari menghampiri nya.
Leo memandangi wajah Verell yang terdapat plester luka di kening nya. Tanpa perlu di tanya Verell langsung menjawab nya.
"Gara-gara Karel nih kemaren, kepala gua kena ujung mading sialan banget," keluh Verell sambil terus berjalan di samping Leo yang berjalan menuju kelas mereka.
"Alfi menang dong?"
"Kok Alfi?"
"Iya kan kemaren taruhan dia megang Karel."
"Iya sialan gak mau tau mereka harus tanggung jawab!"
"Woy," panggil Alfi yang terlihat lebih senang dibandingkan dengan Verell.
"Apa lo? tanggung jawab sini."
"Lah lu hamil?" tanya Karel berlagak syok.
"Verell ingat lo itu lelaki bukan perempuan mana bisa hamil."
"Apa sih gak jelas! ini gua jadi luka-luka sama nih orang." Verell menunjuk Karel yang berdiri di samping Alfi.
"Padahal luka nya satu doang," ucap Karel.
"Tetep aja hars tanggung jawab lo." Verell menunjuk kearah Alfi.
"Lah kok gua? lo kan kemaren gulat nya sama Karel bukan sama gua," bantah Alfi yang tidak terima dengan pernyataan Verell.
"Ya tapi kan lo dapet uang dari menang taruhan kan? parah lo mengorbankan gua, gua jadi tumbal lo demi dapet uang, jahat nya," ujar Verell dengan mendramatisir.
"Alay," sahut Karel.
"Lah lu sendiri yang ribut, gua cuma menjalankan bisnis aja," ucap Alfi.
"Gak mau tau, lo harus traktir gua di kantin sekarang." Verell menarik kerah belakang seragam yang di pakai oleh Alfi.
"Kita sebentar lagi masuk," kata Leo.
"Tapi guru-guru lagi rapat, ayo kita ke kantin aja," ajak Karel mendorong bahu Leo untuk mengikuti Verell dan Alfi yang sudah lebih dulu berjalan di depan mereka menuju kantin.
"Rapat karena kejadian di mading itu ya?"Tanya Leo.
"Iya kaya nya sih, lo kemaren kemana aja langsung ilang aja gitu?" tanya Karel sambil duduk di samping Leo.
Verell dan Alfi sedang sibuk memilih pesanan makanan untuk mereka makan nanti.
"Ada urusan keluarga," jawab Leo seraya meletakkan tas nya di atas meja di pojok karena tadi dirinya belum sempat menuju kelas nya untuk meletakkan tas nya, tapi memang Leo tidak mau meninggalkan tas nya di kelas terlalu lama, takut ada yang lancang membuka tas milik nya dan membaca buku tentang secret agent, nanti ia di curigai oleh yang lain dan usaha nya untuk menjaga identitas gagal begitu saja.
"Lo satu keluarga sama Allea?" tanya Karel dengan suara yang tidak sekeras tadi.
Leo menatap Karel curiga.
"Tenang gua bukan bisa baca pikiran orang, gua di kasih tau satpam depan katanya lo gendong Allea terus pergi, kemana hayo?"
"Lo kenal Allea?"
"Kenal lah, orang temen sekelas gua," jawab Karel, Leo mengangguk.
"Jadi ?"
"Apa?" Leo menatap Karel bingung.
"Ya jadi lo kemana, ngapain sama Allea? dia sekarang gak masuk loh." Karel menatap Leo dengan jahil.
"Ke rumah sakit."
"Siapa yang ke rumah sakit?" tanya Verell yang sudah kembali duduk di bangku depan mereka bersama Alfi.
"Udah pesen nya?"
"Udah," jawab Alfi.
"Siapa yang ke rumah sakit?" ulang Verell karena tidak mendapatkan jawaban dari kedua teman nya itu.
"Leo," jawab Karel.
"Oh kemaren lu ada urusan karena ke rumah sakit?" tanya Alfi.
"Iya," jawab Leo.
Leo melihat disekelilingnya mencari sesuatu yang janggal, siapa tau dia bisa melihat orang yang kemarin mencurigakan itu. Leo penasaran apa yang mengintip di balik pohon itu orang yang sama dengan yang menusuk Allea atau berbeda, kalau orang yang sama berarti dia juga ada di sekitar sini. Kalau ternyata mereka dua orang yang berbeda, sedikit menyulitkan Leo nanti karena harus menjaga Allea dari dua orang penguntit. Tapi bisa saja mereka bukan hanya berdua tapi lebih dari itu. Leo harus benar-benar membicarakan ini dengan Nanas dan tim nya.
"Yeee makanan datang," pekik Verell yang melihat makanan yang mereka pesan tadi datang.
"Tuh Leo makan jangan bengong aja." Karel mendorong mangkok berisi mie ayam yang telah mereka pesan. Yang benar saja ini masih pagi dan mereka memesan mie ayam.
"Kenapa? gak suka?" tanya Alfi.
"Enggak, tapi bukan nya ini terlalu pagi ya buat makan ini?" Leo melirik Verell yang asik makan tanpa peduli dengan yang lain nya.
"Ya kita sih apa aja kita makan mau pagi siang sore malem, kalo pengen makan aja," jawab Alfi sambil mengunyah.
"Kita bolos aja yuk gimana?" ajak Verell.
"Ayo aja gua mah," ucap Karel.
"Ikut lah gua."
"Leo?" tanya Karel menoleh kearah Leo yang sedang mengunyah, Karel menunggu Leo menyelesaikan makanan di mulutnya hingga tertelan habis, karena mereka juga sudah mengetahui Leo tidak akan berbicara kalau sedang makan.
"Gua gak bisa," jawab Leo setelah selesai menelan makanan yang di mulut nya meminum minuman nya.
"Yah gak seru banget, ayo lah gabung kita main," ujar Verell.
"Nanti gua harus ketemu Pak Johan, soalnya kemaren gua belum ketemu."
"Oh kemaren lo ke rumah sakit, jadi belum sempet ketemu Pak Johan?" Leo mengangguk menjawab pertanyaan Karel.
"Ke rumah sakit? siapa yang sakit emang?" tanya Alfi.
Karel melirik Leo menunggu jawaban nya karena tadi dia belum menemukan jawaban yang tepat kenapa Allea dan Leo ke rumah sakit, dan ada apa sebenar nya.
"Allea?" tanya Karel tidak sabar karena Leo kembali makan mie nya.
"Allea?" ulang Alfi.
"Allea yang rusuh itu?" Verell menatap Karel.
"Iya Allea yang itu, best friend lu tuh, yang sekelas sama gua," jawab Karel.
"Loh Leo ada hubungan apa sama Allea?" tanya Verell sambil terus mengunyah makanan nya.
"Makanya ini gua pengen tanya," ucap Karel.
"Gak ada hubungan apa-apa," jawab Leo yang sudah menghabiskan makanan nya.
"Terus kenal Allea kapan? perasaan lo dari pertama masuk gak pernah gua liat lo kenalan sama Allea," selidik Verell.
"Lo suka sama Allea?" sahut Alfi akhirnya membuka suara kembali setelah sibuk menghabiskan mie ayam milik nya.
"Kemaren gak sengaja ketemu dia lagi sakit, jadi gua tolongin," jelas Leo yang mendapatkan anggukan dari mereka.
"Lah kok lo baik?" tanya Alfi, Leo menatap Alfi bingung memang nya dirinya tidak baik, pikir Leo.
"Tau lo sama cewek aja baik," sahut Verell.
"Allea sih ya kan cantik makanya di tolongin."
"Coba lo, bodo amat kali Leo mah hahahah" Verell dan Alfi tertawa di susul oleh Karel yang juga tertawa, mau tidak mau Lo pun tertawa kecil melihat teman-teman nya itu tertawa.
Jadi seperti ini rasa nya mengobrol hal tidak penting bersama teman? pikir Leo.
***
"Permisi." Leo mengetuk pintu ruangan yang bertuliskan nama pak Johan.
Guru-guru telah selesai rapat, Verell, Alfi dan juga Karel sudah pergi main entah kemana, dan disini Leo berada, di depan pintu ruangan pak Johan. Leo sudah menyusun alasan mengapa kemarin dia tidak bisa datang, dan bertanya alasan mengapa dirinya dipanggil.
"Masuk," jawaban dari dalam ruangan.
Leo perlahan membuka pintu, masuk kedalam ruangan itu dan kembali menutup pintu dengan perlahan.
"Leo."
"Iy... Pak Jonathan?" Tanya Leo kepada guru bahasa inggris nya yang tengah duduk di bangku nya melihat Leo sambil mengangguk.
Leo sangat mengenali pak Johan di depan nya ini yang bernama asli Jonathan. Nanas sudah mengatakan pada Leo kalau ia dan Pak Jonathan itu satu tim untuk menyelesaikan misi ini. Iya pak Jonathan atau yang di kenal dengan Johan itu sama dengan Leo, dia juga secret agent yang sudah pasti dia disini untuk menyamar menjalankan misi yang sama dengan Leo. Tapi satu hal yang membuat Leo bingung kalau dia juga baru menyamar di sini kenapa murid yang lain sudah mengenali nya. Dan lagi mengapa Nanas tidak mengatakan kalau dirinya tidak sendirian saja disini.
"Sudah lah Leo, duduk dulu nanti biar saya jelaskan semua nya," ucap Pak Johan emm... Jonathan.
"Ah iya tentu pak 'Johan' harus menjelaskan sesuatu pada saya mengapa memanggil saya kemari?"
Leo duduk di sofa dengan santai karena Leo sudah mengenal nya jadi tidak perlu lagi pusing memikirkan alasan yang tepat untuk menjelaskan kejadian kemarin, sudah pasti pak Johan itu sudah mengetahui nya kan kalau Leo menolong gadis yang harus di lindungi nya itu.
Pak Johan tertawa melihat Leo yang terlihat sedikit kesal karena tidak di beritahu kalau dirinya juga berada di sekolah ini.
"Apa ada yang ingin di tanyakan terlebih dahulu Leo?"
"Tidak, jelaskan saja apa yang ingin pak Johan ingin sampai kan pada saya," ucap Leo dengan menekan nama samaran pak Jonathan.
"Saya sudah menyamar di sini untuk mengawasi Allea sudah hampir enam bulan," jelas nya dan Leo hanya mengangguk-anggukan kepala saja.
"Kayanya Nanas gak bilang sama kamu ya?" tebak nya karena ketika pertama kali Leo melihat dirinya, Leo terlihat terkejut.
"Hmm." Leo hanya berdehem saja untuk menjawab nya.
"Awalnya misi ini gak melibatkan kamu karena kamu kan bilang mau fokus ujian, jadi kami yang menjalankan nya, tapi semakin lama kondisinya semakin memburuk dan ternyata ini gak semudah itu jadi kami memutuskan buat ajak kamu gabung setelah enam bulan kami mengawasi gadis itu," ucap nya.
"Apa aman kita bahas itu di sini?" tanya Leo.
"Mungkin. Kamu mau ngajak kita meeting kan? ayo sekalian mau bareng kesana nya?"
"Jangan mencurigakan," protes Leo.
"Lain kali jangan nyuruh murid lain buat nyuruh saya kesini, kesan nya saja ngebuat ulah atau nilai saya tidak bagus," lanjut Leo yang tidak terima karena kemarin anak murid yang menyampaikan pesan pak Johan untuk menemui nya.
Pak Johan tertawa dan mengangguk mengerti. Ia sangat tau sikap Leo itu tidak suka sekali terlihat memiliki kekurangan.
"Kemarin kamu ketemu sama orang yang neror itu?"
"Udah, tapi gak sempet ngejer."
"Saya juga udah cek cctv lorong sekolah tapi cctv itu rusak."
"Ini ...