Leo mengerutkan dahi nya menatap pemandangan yang berada di depan nya itu. Leo mendekati nya dan menyentuh cairan merah itu untuk memastikan apakah pemikiran nya benar atau tidak.
"Darah," gumam Leo setelah mencium aroma cairan itu, Leo sangat tau mana aroma darah asli dan tidak karena Leo terbiasa berurusan dengan darah.
"Darah apaan coba nih? Emang lagi qurban ? Enggak kan?" Tanya Verell.
"Ini darah beneran apa bohongan sih?" tanya Alfi pada Leo yang tidak mendapatkan jawaban dari Leo karena Leo sedang sibuk memikirkan apa arti dari ini semua.
"Apa maksud dari ini?" Karel menatap Leo.
"Leo." Leo menoleh melihat salah satu murid ada yang memanggil nya.
"Lo dipanggil pak Johan tuh disuruh ke ruangan nya katanya penting, sendiri aja ke sana nya," panggil salah satu murid pada Leo.
"Pak Johan?" ulang Leo karena ia anak baru disini jadi belum mengenal semua guru yang mengajar disini, jadi untuk apa guru itu memanggil nya pikir Leo.
"Ngapain lo dipanggil guru bahasa inggris? Lo buat masalah ?" Tanya Alfi seraya menyenggol Leo menyadarkan Leo dari lamunan nya.
Leo menggelengkan kepala nya. Dirinya saja baru tau pak Johan itu guru bahasa inggris karena ia baru beberapa hari belajar, dan belum bertemu dengan guru bahasa inggris itu.
"Nilai ulangan harian kemaren bahasa inggris lo jelek kali," sahut Verell membuat Leo kembali mengerutkan dahi nya, nilai bahasa inggris nya jelek? itu tidak mungkin sama sekali karena Leo sejak kecil dibesarkan bukan di indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa inggris jadi sangat tidak mungkin nilai nya jelek. Leo juga tidak bodoh jadi mustahil mendapatkan nilai jelek.
"Di mana ruangannya?" Tanya Leo pada murid yang tadi memberitahu nya kalau dirinya dipanggil oleh pak Johan itu.
"Deket ruangan kepala sekolah pokoknya, ntar ada tulisannya sih." Leo mengangguk mengerti.
"Ikut dong," ucap Verell.
"Heh tuli! Emang lo gak denger Leo disuruh ke sana sendiri," sahut Karel.
"Sialan banget lo ngatain gua tuli!"
"Lah emang bener."
"Sini lo ribut."
"Sini sini."
"Maju lo sini."
Mereka tidak ada habisnya buat ulah. Liat lah mereka menjadi petarung dadakan dan keramaian tadi heboh melihat darah yang masih mengalir di mading sekarang heboh saling meneriaki nama Verell dan Karel.
"AYO MAJU JANGAN MAU KALAH."
Dan dimana Alfi?
Lihat dia sedang menghitung uang dengan siswa lain dan menjadikan Verell dan Karel sebagai taruhannya.
"KAREL LO HARUS MENANG, KALO LO KALAH GUA JUGA KALAH INI WOY!!" Teriak Alfi sambil berdiri di atas kursi dekat mading dan sesekali mengambil makanan milik orang lain yang di samping nya.
Leo menggelengkan kepala nya melihat tingkah mereka, padahal Leo pikir Karel paling waras seperti dirinya ternyata tidak, mereka sama gila nya. Entah apa yang merasuki Leo sehingga ia mau untuk bergabung dengan ketiga manusia aneh seperti mereka.
Leo tidak memperdulikan mereka dan berjalan menuju ruangan pak Johan yang katanya dekat dengan ruang kepala sekolah. Leo terus berjalan di lorong sekolah yang Sepi. Kelas pun sepi, seperti nya memang mereka semua berkumpul untuk melihat pertarungan kedua makhluk aneh tadi di mading. Sepertinya Leo tau kenapa mereka bertiga banyak di kenal orang.
"AAKKHH..."
Leo berhenti ketika mendengar pekikan seseorang.
"Lo mau apa?!"
Suara perempuan. Jangan-jangan ini yang di maksud Nanas, Pikir Leo yang langsung mencari dimana asal suara itu berada.
"AAAKKHHHH SA...KIT..."
Leo berlari menuju sumber suara. Gudang belakang sekolah suara itu berasal dari gudang ternyata. Sangat sepi, penuh debu dan sarang laba-laba. Kotor dan menjijikan.
Leo tidak memperdulikan betapa tidak terurusnya tempat ini Leo langsung terfokus pada seorang gadis yang tengah terduduk memegangi perut nya dan seseorang berpakaian serba hitam dengan penutup wajah sehingga tidak terlihat wajah nya, dia lari kabur ketika melihat Leo datang. Leo ingin mengejarnya tapi ia melihat gadis itu kesakitan jadi Leo lebih mengurungkan niat nya untuk mengejar orang itu dan menghampiri gadis yang sedang kesakitan itu.
"Hey gak apa-apa?" Tanya Leo menghampirinya dan jongkok di depannya yang meringis kesakitan.
"Sa...kit." gadis itu mendongakkan kepalanya.
Gadis itu, batin Leo ketika mengenali wajah nya.
Gadis yang belakangan ini sering Leo perhatikan tanpa sadar, ia benar ini gadis itu. Leo melihat kearah tangannya yang menekan perutnya dengan tangan yang penuh darah.
"lo ke tusuk?" tanya Leo yang diangguki pelan oleh gadis itu.
"Ayo kita ke rumah sakit." Leo membantu gadis itu untuk berdiri dan membawa nya ke rumah sakit.
"Ak..."
Bruukk
Gadis itu jatuh pingsan, Leo dengan sigap menahan tubuh gadis itu yang tidak sadarkan diri. Leo menggendong nya dan membawa nya ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit.
'Mungkin gadis ini yang dimaksud oleh Nanas,' batin Leo
Leo pergi ke parkiran sekolah masuk ke dalam mobil nya, meletakkan gadis itu disampingnya. Leo mengendarai mobil nya sedikit cepat dari biasanya dengan sesekali melirik ke arah gadis itu yang wajah nya sudah pucat. Untung saja satpam di sekolah tadi dengan mudah membuka kan gerbang untuk Leo walaupun dengan sedikit bentakan. Leo sampai melupakan kalau ia harus pergi ke ruangan pak Johan. Leo tidak peduli, mungkin besok ia akan menemui pak Johan dan memberikan alasan mengapa ia tidak datang.
Ketika sampai di rumah sakit Leo duduk di depan ruangan gadis itu di periksa, Leo bingung sekarang harus bagaimana, mungkin nanti ia akan menanyakan kerabat dari gadis itu untuk di hubungi.
Setelah dokter selesai memeriksa dan mengobati gadis itu Leo di persilahkan untuk masuk menemani gadis itu. Leo mengangguk dan masuk ke dalam duduk di kursi yang berada di samping ranjang gadis itu. Leo melirik ke arah name tag nya untuk mengetahui nama dari gadis itu.
"Allea," ucap Leo membaca nama gadis itu.
Leo mengangguk membaca nama dari gadis itu. Nanti Leo akan membicarakan nya pada Nanas apa benar gadis ini yang harus ia lindungi atau bukan, tapi sepertinya memang gadis ini karena setelah melihat kejadian tadi membuat Leo berpikir kalau gadis ini yang bernama Allea dalam bahaya.
Leo terduduk diam menunggu Allea untuk sadar. Leo berdiri mengambil ponsel nya untuk menghubungi Nanas. Leo kembali melirik Allea yang sedang mengerjapkan kedua mata nya, sepertinya sudah sadar pikir Leo.
Leo kembali duduk dan memerhatikan Allea yang ingin mengatakan sesuatu pada nya.
"Ha...hai te...rima kasih," ucap Allea terbata-bata. Leo hanya mengangguk membalas ucapan Allea yang kesulitan untuk mengeluarkan suara.
"Mau minum?" tanya Leo yang menyadari Allea yang melihat kearah gelas yang berisikan air mineral di dalam nya.
Allea mengangguk. Leo mengambil gelas itu dan memberikan nya pada Allea sambil membantu nya untuk minum.
"Lo udah hubungin orang tua gua?" Tanya nya setelah selesai minum.
Leo yang sedang meletakkan gelas kembali ke meja menoleh dan menjawab, "Belum, gua gak tau nomor orang tua lo."
"Yaudah gak usah di kasih tau."
"Kenapa?" tanya Leo yang mulai penasaran, mungkin bisa menjadi salah satu petunjuk mengapa ia mengalami hal ini.
"Nanti dia khawatir."
Hanya itu? pikir Leo.
"Orang tadi siapa?" tanya Leo mulai kembali mencari informasi dari Allea.
"Entah."
"Kenapa dia ngelakuin ini sama lo?"
"Gak tau." Leo menghela napas mendengan jawaban dari Allea yang sama sekali tidak memberikan sedikit pun petunjuk.
"Ken...
"Ck lo itu bawel banget sih, gua gak tau siapa dia, kenapa dia ngelakuin ini sama gua, kenapa gua sering diteror, gua gak tau apa-apa."
Leo terdiam seraya melihat Allea yang terlihat lelah dengan semua yang ia alami, Leo tidak begitu mengerti karena Leo tidak pernah berada di posisi Allea. Jadi Leo hanya diam saja melihat Allea dengan mata yang berkaca-kaca.
"Gua akan bantu lo kok," ujar Leo membuat Allea menatap Leo.
***
Allea pov
Hari-hari ku sangat menyenangkan. Kedua orang tua ku yang sangat menyayangi ku. Teman-teman. Dan yang paling menyenangkan adalah mengerjai teman-teman di sekolah. Hahaha itu sangat lah seru.
"ALLEEAAAA."
Aku tertawa terbahak-bahak melihat teman ku yang kesal karena botol minum nya ku isi dengan garam.
"Allea dipanggil wali kelas noh," ujar teman ku.
"Ok."
Aku sudah tau pasti guru itu akan memarahi ku lagi. Itu sudah biasa, sangat biasa bagi ku karena hampir setiap hari aku dipanggil oleh guru.
Aku berjalan mendatangi ruangan guru itu dengan santai.
"Ada apa nih pak ? Tumben eh sering sih. Kenapa pak kangen saya ya pak dua hari gak kesini," ucap ku meledek guru yang sedang menatapku kesal. Dengan cengengesan aku duduk di sofa yang berada di ruangan wali kelas ku ini.
"Allea kamu itu cewek kenapa nakal banget sih?!"
"Kenapa sih pak emang saya ngapain?"
"Kamu itu gak sadar diri banget ya! Liat nih pak Saipul mengundurkan diri karena ulah kamu lagi nih pasti."
"Iya deh maaf, bapak itu baperan banget ya," ucap ku seraya mengangguk-anggukan kepala.
"Kamu itu bla bla...
Itu lah keseharian ku. Bermain. Mengerjai orang. Di marahi sudah menjadi keseharian ku aku menikmati nya saja, lagipula mereka juga tidak akan mengeluarkan ku dari sekolah ini karena aku pintar, jangan pikir aku ini bodoh ya, kalaupun nilai ku jelek itu pasti dipotong karena aku menjahili guru nya.
Semuanya berjalan dengan keseruan sampai kabar ibu ku meninggal karena kecelakaan. Benar-benar berita terburuk dalam hidup ku saat ini. Aku benar-benar terpukul. Aku seperti tidak memiliki pijakan dalam hidup, aku harus apa?
Aku kembali mengingat masa-masa dengan ibu ku, bercanda tawa, bermain, memasak bersama dengan penuh tawa. Ketika aku berulang tahun ia selalu membuatkan ku kue dan pesta yang meriah memberi ku kado spesial. Namun sekarang ? Itu semua hanya akan menjadi kenangan.
Kenangan terindah.
Semenjak itu aku sedikit berubah, ya hanya sedikit. Aku masih suka menjahili teman-teman ku, terkadang itu menjadi hiburan untuk ku sendiri.
"Ayah ada apa?" Tanya ku yang sedang berjalan menuruni tangga.