Track #7 Inikah Cinta by M. E. Voice

1139 Kata
Tara dan teman - temannya sudah tiba di kampus. Rencana mereka adalah tidak pernah meninggalkan Tara sendirian sehingga tidak memberi kesempatan untuk Dhito berbicara. Tara pun sudah memblokir nomor Dhito dari BBnya. “Assalamualaikum,” tiba-tiba ada suara menyapa dari belakang mereka. “Wa alaikum salam” semuanya menjawab sambil menoleh ke belakang. Hati Feby dan Gina langsung bersorak ketika tahu siapa yang menyapa. “Eh kang Arga. Kuliah statistik juga?” Sapa Gina. Matanya berbinar ceria. “Ga, mau ngobrol sama Tara. Boleh?” Tanya Arga sopan. Semua memandang Tara, yang sedang bingung. Arga mau ngajak ngobrol dia? Emang ada apa? Jangan jangan ada pesan dari Dhito. “Tenang, kali ini bukan titipan Dhito. Tara, bisa ngobrol sebentar?” Arga sepertinya tahu yang dipikirkan Tara. Mereka memandang Tara sambil sikut sikutan diantara mereka. “Boleh kang. Tapi bentar aja ya, aku ada kelas bentar lagi,” Tara mengiyakan. Arga mengangguk dan mengajak Tara menepi sebentar untuk tidak menghalangi jalan. “Kita masuk duluan ya, tar tempat duduknya kita kosongin buat kamu,” kata Nurlis. Sedangkan Feby dan Gina sudah mulai sibuk berbisik bisik diantara mereka. “Ada apa kang?” “Kamu kemarin gpp?”, tanya Arga. Ditelitinya wajah Tara, selain lingkaran hitam dibawah matanya, dia tampak baik baik saja. Terlalu baik sih kalau mengingat apa yang terjadi kemarin. “Baik baik saja. Emang kenapa kang?”, tanya Tara lagi. Arga meragu sebelum membuka suaranya. “Aku mau minta maaf soal kemarin,” “Kemarin kan akang ga salah, yang salah Dhito,” “Harusnya aku melarang dia lebih keras lagi untuk tidak membicarakanmu dengan cara seperti itu,” jelas Arga sungguh sungguh. Tara tidak bisa percaya dengan apa yang didengarnya. Apa yang diucapkan Arga kemarin saja sudah membuat hati Tara bergetar sedikit, karena jarang ada teman laki laki yang memberanikan diri untuk melarang temannya berkomentar vulgar terhadap lawan jenis. Biasanya malah mereka suka ikutan ngerameinkan? Tara menggelengkan kepalanya,”Ga apa apa kang, kalau ga begitu Tara juga bakalan ga tau aslinya Dhito kaya gimana. Kejadian kemarin malah bikin aku terbuka matanya dan mempermudah proses untuk pisah dari Dhito,” jelas Tara panjang lebar dan tegas. Arga memandang kagum. “Jadi putus beneran sama Dhito?” “Iyalah kang, I wish I know this sooner,” Arga jadi makin menyesal, dulu dia pikir Dhito sudah berubah, ternyata belum. “Eh kang, ada Dhito tuh, aku masuk dulu ya,” setelah pamit Tara langsung pergi terburu buru. Arga menengok ke belakang dan dilihatnya Dhito mendekati dengan muka kusut. “Ngomong apa lo sama dia?” Tanyanya ketus. “Bukan urusan lo Dhit,” jawab Arga santai tanpa emosi sambil beranjak pergi. Dhito memegang bahunya, Arga langsung menarik bahunya sehingga terlepas dari pegangan Dhito. “Eh lo jangan deketin pacar gue ya?” Ancam Dhito sambil menarik kerah baju Arga. “Hahah, yang gue tahu lo udah diputusin kemarin. Lepas ah, ga usah kaya anak kecil,” Arga tertawa sinis dan menarik tangan Dhito dengan kasar agar melepaskan kerah bajunya. “Sok tahu lo!” Sambil berkata begitu Dhito langsung melayangkan tinjunya ke arah Arga yang sayangnya hanya membuat dia kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembap karena Arga lebih cepat mengelak. Emosi Dhito makin menggelenggak karena malu. Baru saja kemarin dia mendapat malu, masa sekarang kena lagi. Dilihatnya ada seseorang yang mengulurkan tangan, dia mendongak, tangan itu milik Arga. Tapi bukan itu fokusnya Dhito, dilihatnya sudah banyak mahasiswa yang berkumpul menonton kejadian ini. Dhito menepis tangan Arga dengan kasar dan bangun sendiri. Matanya menyalang memerah penuh emosi. “Udahlah Dhit, baiknya lo minta maaf sama Tara dan selesai. Daripada lo kaya begini, malah lo sendiri yang tambah malu,” Arga berkata pelan kepada Dhito, memasukkan logika ke otaknya. “Ambil aja bekas gue, ga butuh gue cewek frigid yang ciuman aja kaku kaya batang pohon pisang,” kata Dhito, cukup keras sehingga orang orang yang berkumpul disana bisa mendengar. Sengaja, masa dia aja yang kena malu. BRUUUG!!! Dhito terjatuh menyamping karena dipukul Arga. “Mulut lo bau sampah!!! Jangan sampai gue lihat muka lo di jurusan ini. Mampus lo nanti!!” Ancam Arga. Beberapa orang yang satu jurusan kuliah dengan Arga mendekatinya, walaupun mereka ga tau persis sebabnya, tapi kalau Arga sudah bawa bawa nama jurusan, sudah urusan hidup, mati dan dan harga diri. Dhito berdiri, mengambil ranselnya yang tergeletak dilantai, dan pergi tergesa sambil menutupi mulutnya, yang Arga yakin pasti robek. “Udah -udah, udah selesai. Bubar bubar!” Seru Ronny yang ternyata adalah salah satu orang yang berdiri dibelakang Arga. . “Maneh teu nanaon Ga?” (Kamu gak apa apa Ga?” Tanyanya. Arga masih berdiri disitu, menenangkan dirinya. Dia mengangguk dan membetulkan letak ransel. Sebelum dia berbalik, dilihatnya wajah Tara dibalik pintu ruangan. Dia memberikan signal telepon lewat tangannya. Arga mengangguk dan melambaikan tanganya ketika dosen Tara masuk kedalam dan akhirnya pintu ditutup. “ Rebutan awewe?” (Rebutan cewek?”Tanya Rony tanpa basa basi. Arga berpaling ke Ronny. “Hehehe ga kang. Cuman Dhito emang berengsek kan mulutnya. Kasian juga mantannya,” “Oh iya sih, emang perlu dicuci mulutnya. Teu boga batur oge si Dhito mah dijurusanana oge. Bibirna leuwih leuwih ti bibir awewe seukeutna (Di jurusannya pun, si Dhito Iu ga punya temen juga, bibirnya lebih lebih taham dari bibir cewek)” Ronny menyetujui pendapat Angga. Benar juga anggapan Arga kalau begitu, ternyata Dhito memang tidak punya teman di Jurusannya. Ah sudahlah, dia bukan urusan Arga. Arga berjalan ke arah ruangannya karena sebentar lagi kuliahnya mulai. Entah lah mengapa ketika melihat Tara memberikan signal akan menelepon, membuat d**a Arga berdebar debar hebat. Tapi sampai malam Tara tidak menelepon dia, kirim pesan lewat BB saja tidak. Kecewa sekali rasanya sampai akhirnya Arga ingat kalau Tara tidak punya nomor teleponnya. Bagaimana mau menelpon, kirim pesan lewat BB pun tidak bisa karena Pin BB Tarapun dia tidak punya juga! Kok Arga bisa sebodoh ini, mau tanya ke orang lain, gengsi juga. Akhirnya dia mematikan BBnya dan mencoba untuk tidur. Kesal rasanya. Di lain tempat, disebuah rumah sederhana, Tara sedang duduk menekuri BBnya, berharap orang yang dia tunggu meneleponnya atau sekedar mengajak ngobrol lewat chat BB. Tara tau dia lupa memberikan nomor dan pin BBnya, tapi dia berharap Arga mencari tahu ke orang lain dan menghubungi dia. “Hhhhhh....,” tanpa sadar Tara menghembuskan nafasnya kecewa. Diliriknya jam, sudah hampir jam 11 malam. Sudahlah dia tidur saja, semoga besok mereka bertemu dikampus dan bisa tukera no telepon dan pin bb. Ketika Tara beranjak ke tempat tidur tiba -tiba teleponnya berbunyi, dengan rasa bahagia dan gugup dia langsung mengangkat teleponnya tanpa melihat nama si penelpon. “Halo, Assalamu alaikum.” “Wa alaikum salam, Tara. Malem Tar, ganggu?” Suara seseorang yang dia kenal menyapa telinganya. Halo semua, jangan lupa tinggal jejak kalian dengan menulis komen yaaa. Terima kasih sudah membaca ceritaku ini. Salam bahagia ?.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN