THE PRINCE OF ELEMENTS

Hai, namaku Reyzuma Stefany, umurku 16 tahun, tubuhku ideal dan wajahku dibilang cukup tampan, kata orang-orang lho, ya. Dan aku bukanlah seorang pemimpi yang hanya memimpikan cita citanya. Ok, hanya sebuah kata-kata. Di sini nasibku sangat jauh berbeda dengan yang lain. Dalam artian aku benar-benar berbeda dengan apa yang kalian pikirkan. Mungkin kalian akan mengatakan diriku ini tidak normal. But, overall aku sama seperti kalian. Andai saja aku bisa mengubah nasibku sendiri, aku akan mengubahnya. Tapi sekarang aku hanya berharap akan itu. Mengapa aku mengatakan begitu? Ya karena aku memang berbeda dengan orang lain. Bukan berbeda karena harta, fisik, mental atau apa, tapi melainkan kemampuan. Aku mempunyai suatu kemampuan yang diluar batas kemampuan manusia biasa. Orang-orang yang mempunyai imajinasi liar biasanya memanggilnya kekuatan, tapi aku lebih cenderung memanggilnya kutukan. Selama ini aku tinggal dengan paman dan bibiku dikarenakan orangtuaku yang sudah meninggal saat aku masih kecil. Orangtuaku yang sekarang sangat baik, dan kami hidup berkecukupan. Paman dan bibiku tahu jika aku mempunyai kutukan ini tapi mereka merahasiakannya dari publik. Kami memutuskan untuk tidak membiarkan orang lain tahu kemampuanku. Aku tau, ini semua demi keselamatan semua orang. Mungkin kalian ingin tau seperti apa kemampuanku. Aku memiliki kemampuan mengendalikan empat elemen pokok. Mulai dari api, air, tanah, dan udara. Dan juga beberapa bakat yang masih aku pelajari. Kekuatan-kekuatan itu aku dapat entah darimana. Namun, tidak semua mampu aku kendalikan melainkan hanya beberapa. Itu dikarenakan segel yang masih terpasang di dalam tubuhku. Segel itu akan terbuka dengan sendirinya nanti secara bertahap sehingga aku bisa mengendalikan elemen dasar itu dengan lancar, dan mungkin saja bisa mengembangkan kemampuanku. *** Saat ini aku sekolah di Senior High School of Greyson. Aku cukup populer di sana. Namun, tidak ada yang namanya sahabat ataupun teman dekat. Karena, kebanyakan dari mereka hanya baik di depan namun sebaliknya bila di belakang. Yeah, that's a school life. Kehidupan di sekolah terkadang sangat merumitkan. Kalian pasti sering mendengar istilah fake friend atau teman palsu. Aku memahami mereka, sehingga aku sangatlah selektif dalam memilih teman. Yang pada akhirnya aku sendiri yang tidak mempunyai teman. . . . Sinar matahari menyeruak menembus jendela dan menyilaukan wajahku, burung-burung juga berkicauan seakan menyanyi untukku. Aku segera bangun dan membersihkan diri. Setelah itu aku pergi ke bawah menemui paman dan bibi untuk memulai sarapan pagi. Suasana hening, hingga paman membuka obrolan, "Rey bagaimana dengan sekolahmu??" "Tentu saja baik. Nilaiku juga baik. Jadi, kalian tidak perlu khawatir," ujarku. Mereka berdua hanya mengangguk dan melanjutkan sarapan mereka. Setelah selesai sarapan, aku berpamitan kepada paman dan bibiku untuk berangkat pergi ke sekolah. Sebenarnya aku malas untuk berangkat. Yang ku ingin hanyalah libur yang sangat panjang. Tapi pendidikan itu sangat penting. Kita tidak boleh meremehkan atau kita akan menyesal di kemudian hari. Yang bolos nanti nggak dapat nilai. Aku melangkahkan kakiku keluar rumah. Beberapa tetangga menyapaku dan aku menyapa mereka balik. Pak Tua Jenskin yang sedang menyiram tanaman, Bibi Mateo yang juga pergi ke sekolah mengantar anaknya, dan ibu-ibu kompleks yang sedang belanja di tukang sayur keliling. Sudah seperti biasanya. Saat di sekolah, aku hanya duduk di kursi sambil melihat ke luar jendela. Aku duduk sendiri di pojok belakang kelas tanpa ada seorang pun yang menemani. Ya, begitulah hidup seorang Reyzuma Stefany. Meskipun terkadang orang-orang menilai diriku ini adalah periang namun bisa juga sebaliknya. Beberapa saat kemudian Mrs. Linda datang dengan dua orang berpakaian jas hitam di belakangnya. Aku terkejut bukan main saat melihat mereka. Meskipun yang lain tidak mengetahui siapa mereka. Namun aku dengan sangat jelas mengetahui siapa mereka. Yang jelas mereka bukan manusia biasa, karena aura mereka yang berbeda dengan yang lainnya. Aku sudah berpikiran yang macam-macam. Mereka pasti akan membawaku ke suatu tempat dimana orang-orang seperti aku juga pasti banyak juga. Itu adalah hal yang aku khawatirkan sejak dulu. Apakah ada orang lain yang sepertiku? Kalau ada, apakah aku harus tinggal bersama mereka atau menetap di sini selamanya? Tentunya dunia itu masih ada di bumi, namun dengan dimensi yang lain. Dimensi dimana manusia biasa tidak bisa menjamahnya, bahkan satelit ataupun alat canggih lainnya akan kalah. Di Bumi namun bukan di Bumi. Pikir sendiri. "Baiklah anak-anak... Kali ini, kita kedatangan tamu dari academy terkenal yaitu Vigour Academy. Dan mereka akan menunjuk salah satu dari kalian untuk menjadi murid di sana," jelas Mrs. Linda dengan senang, yang membuat seluruh kelas menjadi ricuh dan berharap agar bisa masuk kesana. Tentu saja lain halnya denganku. Orang-orang tersebut mengeluarkan sebuah map berisi data-data orang yang akan mereka ambil. Itu hanyalah sebuah pencitraan, aku tahu itu. Mereka sudah berencana untuk mengambilku. Kalian pikir aku tuna netra? "Reyzuma Stefany!" Panggilnya. Aku pun terkejut, ternyata dugaanku tadi benar. "Selamat, anda terpilih sebagai murid di Vigour Academy. Kami akan segera memproses perpindahan anda." Semua orang hanya diam menatapku. Ada yang menatap tidak percaya, dan ada juga yang tentunya iri. Aku tidak tahu apakah aku harus senang ataukah sedih. Pasalnya aku belum siap untuk meninggalkan duniaku ini. Masih ada paman dan bibi yang menungguku di rumah. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, aku tidak bisa fokus dengan apa yang dijelaskan guru di depan. Pikiranku gelisah. Aku belum siap dengan ini semua. . . Makan malam sedang berlangsung, aku ingin menceritakannya kepada paman dan bibiku, namun aku masih ragu untuk mengungkapkannya. Aku takut aku tidak bisa menghadapi masalah yang akan kudapatkan di masa mendatang "Ada apa Rei? Apa sekolahmu buruk?" Tanya Bibi dengan lembut. "Tidak bi, hanya saja...." Aku masih benar-benar takut untuk menceritakannya. Aku takut membuat mereka sedih. "Hanya apa Rei?" Sekarang paman yang bertanya padaku. Mereka berdua mulai serius. Ini sungguhlah berat, aku terpaksa harus mengatakannya. "Hanya saja, tadi ada orang-orang yang akan mengambilku." Mereka berdua terdiam. Seakan mengerti dengan maksud 'orang-orang' yang aku katakan. Namun setelah itu bibi tersenyum. "Itu adalah kabar baik Rei. Kamu bisa belajar mengendalikan kekuatanmu di sana. Dan tentunya mendapat teman baru," ujar bibi lembut. Paman hanya tersenyum manis mendengarnya. "Emmm... baiklah akan kupikirkan." Aku menyelesaikan makan malamku dan kembali ke kamar atas. Aku tidak ingin pergi, tapi ini demi mereka, ini perintah bagiku. Jadi, mau tidak mau aku harus menerimannya. Sekarang, aku hanya bisa menatap para bintang yang sedang bermain di langit dan bulan yang selalu mengawasi semuanya, seperti orangtua yang sedang mengawasi anak-anaknya. Aku jadi teringat dengan orangtuaku yang sudah kembali ke alam mereka. "Bulan, bila kau mendengarku, tolong titipkan salamku pada orangtuaku bahwa aku sangat merindukan mereka." Meskipum aku belum pernah bertemu dengan mereka Angin malam berhembus. Seakan membawakan pesanku menuju tempat mereka berada. Aku pun terlelap kemudian. . . .