4- Siapa?

1233 Kata
“Permisi sus, bagian resepsionisnya dimana ya?” Langkah Dita berhenti saat melewati taman di depan lobby. Wanita yang sepertinya berusia 40 tahunan berdiri di depannya dengan 2 anak kecil yang sepertinya berusia 6 dan 8 tahun. Wajah wanita itu sedikit kusam. Dita tersenyum. “Ibu tinggal masuk saja ke dalam, lalu tepat di depan pintu akan ada meja resepsionis. Atau tunggu sebentar.” Dita menghampiri satpam yang berjaga di depan pintu. “Mas…tolong antarkan ibu ini ke meja resepsionis ya.” Seorang satpam yang usianya masih muda hanya menatap Dita. Tidak mengindahkan permintaan itu sama-sekali. Untungnya ada satpam lain yang usianya sudah lanjut, segera menghampiri Dita dengan tersenyum. “Oh iya mbak Dita.” “Makasih ya sus.” Dita mengangguk dan segera menuju ke kantin. Perutnya sudah kelaparan sejak tadi, dan dia harus segera mengisinya sebelum kembali bekerja lagi. Perasaan Dita hancur, tadi pagi ibu mertuanya datang dan kembali mencerca dirinya. Itu adalah pagi yang lebih buruk. Terlebih saat ini Dita haid lagi. Entah sudah berapa kali Dita menangis ketika haid. Bukan karena tidak bersyukur, tapi itu artinya lagi-lagi harapannya untuk hamil tidak ada. Tidak punya anak setelah menikah 5 tahun itu memang berat. Tidak hanya tekanan dari diri sendiri, tapi dari mertua dan juga suaminya. Selalu saja dia yang disalahkan. Dita mengambil bekal asal, dan duduk di depan jendela. Sama-sekali tidak menyadari siapa sosok yang duduk di sebelahnya. Senyuman Dita tidak seperti sebelumnya, dia muak dengan dirinya sendiri. Jenuh dengan roda perputaran yang menusuk hatinya. Rasanya sakit. Sosok yang berada tepat di sebelah Dita tersenyum karena gadis itu sepertinya tidak menyadari keberadaannya. Bahkan dia sudah menggeser kursinya mendekat, tapi tidak juga mendapatkan respon. Charlie mulai gemas hingga akhirnya dia menyenggol lengan Dita, barulah gadis itu menoleh padanya. Itu pun langsung kembali menatap makanannya. Tapi belum 5 menit, gadis itu kembali menatap ke arahnya terkejut. Menggemaskan sekali. Batin Charlie. “Hai…kita bertemu lagi.” Butuh 5 menit bagi Dita untuk mengingat sosok lelaki di depannya. “Charlie kan?” “Untunglah kau mengingatku kali ini. Perkenalkan…aku masa depanmu.” Wajah Dita langsung berubah masam, sedangkan Charlie puas karena bisa mengerjai Dita. “Kau sama-sekali tidak ingat padaku?” “Maaf…sepertinya kita baru berkenalan saat saya tidak sengaja menabrak anda saat itu. Selebihnya…saya tidak ingat dengan anda. Selain itu, saya juga tidak pernah berhutang kepada rentenir.” “Wait, apa maksud kamu?” “Ya…maksud saja, saya tidak dikejar oleh rentenir.” Speechless. Charlie tertawa lebar sekali. Ucapan Dita memang sangat menghiburnya di saat penat dengan pekerjaan. Dita memang selalu di luar ekspektasi dan itu sudah sejak dulu. Tawa Charlie berhenti, dia menatap Dita yang sudah kembali pada makananya. Sepertinya gadis itu sangat kelaparan. “Apa wajah saya terlihat seperti rentenir ya?” Mata Dita mengamati dari atas hingga ke bawah. Tidak sepenuhnya mirip sih. “Sedikit sih.” Charlie kembali terkekeh. “Baiklah, rentenir ini akan memperkenalkan diri dengan resmi. Dulu…kau pernah membantuku ketika tidak sengaja aku menyenggol gelas beaker saat di LAB. Besoknya aku datang untuk memberi bekal sebagai bentuk terima kasih.” Mata Dita melebar. Dia menatap Charlie yang sudah terkekeh. Ingatan itu…jelas Dita masih ingat sosok kakak tingkat yang dulu membuat keributan di LAB. Tapi dulu Dita tidak ingat untuk menanyakan nama kakak tingkatnya itu. “Jadi…anda…?” “Ya…itu saya. Astagah, bisa-bisanya kamu melupakan calon masa depanmu ini.” “Maaf. Tapi saya sudah menikah. Ini…lihat cincin saya kan?” Dita menunjukkan cincin di jari manis kanannya. Dia terlihat bangga mengatakan hal itu pada Charlie. Dan sepertinya manjur karena wajah Charlie langsung berubah masam. Namun itu tidak berlangsung lama. “Memangnya kalau kamu sudah menikah, kenapa?” Uhuk “Aduh…ini minum dulu.” Charlie menyerahkan air minumnya, dan langsung diteguk habis oleh Dita. Wanita itu kelihatan kesal, dan menatap Charlie tajam. “Maaf lancang, tapi perkataan anda tadi bisa mengundang salah paham dari orang, Charl.” “Memangnya apa yang kamu pikirkan?” Dita menatap Charlie bingung. Bukankah maksud ‘masa depan’ yang tadi Charlie bilang, itu artinya mereka punya hubungan spesial? Seperti pacaran mungkin? Jika ternyata pikirannya salah, maka Dita akan malu karena sudah sok tahu. “Ini tidak seperti yang dipikiranmu, Anindita.” Lagi-lagi Charlie puas dengan wajah merah Dita. Wanita itu pasti menahan malu saat ini. Charlie sangat tahu bahwa Dita adalah tipe yang sangat pemalu, dan bahkan itu terlihat jelas dihadapannya saat ini. “Saya calon masa depan anda untuk kulineran. Kamu suka itu kan?” Dita mengangguk antusias. Dia memang suka kulineran, dan sejak menikah cita-cita itu tidak pernah kesampaian. “Dasar, kalau kamu cuman main-main, jangan ngomong dong. Saya kan jadinya bisa salah paham, jangankan saya, orang lain juga pasti akan salah paham dengan apa yang kamu ucapkan ini. Jadi…kedepannya tolong jangan begini.” Senyuma Charlie menghiasi wajah lelaki itu. “Nanti malam apakah kamu free?” Wajah Dita kembali berubah gelap. Dia menatap Charlie bingung. “Aku hanya mengajak makan malam, suamimu sibuk kan?” “Yak. Darimana kau tahu suamiku sibuk?” “Hanya tau saja, aku punya banyak sumber informan terpercaya. Jadi…itu akan lebih akurat daripada mendengar kebohonganmu.” “Aku…” Dita meremas tangannya. Sudah lama sekali dia tidak pernah keluar rumah malam-malam jika bukan karena urusan kerja. Firdaus memang tidak melarangnya, namun setelah dia pulang larut, maka suaminya itu akan marah. Tidak hanya itu saja, mertua dan adik iparnya juga akan mengatainya sedang gatal dengan pria lain. Atau melakukan hal yang tidak senonoh. Pernah Dita hanya bermain bersama dengan Ratna. Karena hujan dia terpaksa menginap, dan setelah kembali ke rumah. Tamparan keras dari mertuanya membuatnya sedikit trauma jika keluar malam-malam. “Okey, aku akan menjemputmu.” “Jangan…” Dita menghela nafas kasar, “aku akan datang sendiri nanti malam. Jam berapa?”Dalam hati Dita ragu. Pasti mertuanya akan mencibirnya lagi, apalagi malam ini mereka akan menginap. “Jam 19, sekedar informasi, aku tidak suka telat. Sini ponselmu.” “Buat apa?” “Sudah sini saja.” Dita hanya diam melihat Charlie yang sedang mengetikkan sesuatu. Lalu tidak lama mengembalikan ponselnya. “Itu nomor saya, jika ada sesuatu hubungi saja. Tidak usah sungkan.” Tidak lama, Dita bangkit. Dia masih harus mengurus beberapa surat dan melakukan pemeriksaan. “Hey…kau tidak meninggalkan sesuatu?” teriak Charlie. Langkah Dita berhenti, berbalik dan menatap Charlie dengan kening berkerut. Segera dia memeriksa ponsel dan barang bawaannya, semuanya aman. “Apa?” “Hatimu.” Blush. Buru-buru Dita melangkah pergi dari sana sebelum dirinya menjadi bahan pembicaraan. Perkataan Charlie diam-diam membuat Dita tersenyum. Sudah lama dia tidak mendengar sosok yang ramah berbicara kepadanya. Namun baru saja dia senang, seseorang berdiri di atas anak tangga terakhir. Dita panik. Tapi belum sempat dia mengatakan satu katapun, Firdaus sudah melengos pergi tanpa mengatakan apapun. Dengan bersusah payah Dita mengejar langkah sang suami yang semakin menjauh. “Mas…” “Kenapa tidak lanjut menggoda laki-laki lain saja?” Keringat membanjiri kening Dita, akhirnya Firdaus berhenti setelah mereka cukup jauh. Sekarang Dita tidak paham apa yang sedang dipikirkan Fir. “Mas…aku cuman ngomong-ngomong….” “Aku gak butuh pembelaan kamu. Tapi ingat…jangan harap kamu bisa mendapatkan yang terbaik dariku.” “Mas…” Dita menghela nafas saat tangannya disingkirkan kasar. Dan suaminya itu sudah pergi lagi. Ponselnya sudah berbunyi, dan segera Dita menuju meja kerjanya. Pikirannya mulai bercabang kemana-mana, apalagi kalau suaminya itu sudah marah. Segera Dita mengambil ponselnya, untungnya dia sudah sempat berganti nomor dengan Charlie. Maaf. Sepertinya saya tidak bisa nanti malam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN