“Aku turut sedih mendengar masalah yang kamu hadapi” ucap farel, ia cukup prihatin mendengar kabar perceraian orangtua sahabat kecilnya.
Farel menarik tubuh zeline bermaksut menyandarkan kepala gadis itu dipundaknya, pria itu sangat memahami ketidakberdayaan zeline apalagi kekasih yang slalu gadis itu banggakan tak pernah memperdulikannya. Farel juga tidak mengerti, mengapa zeline masih saja mempertahankan hubungan yang jelas jelas sudah tidak sehat? Farel menghela nafas pelan, perempuan memang susah ditebak.
Jari telunjuk farel menghapus lembut air mata zeline yang begitu mudahnya jatuh dipipi mulusnya, pria itu menarik nafas lalu berkata, “aku tau kamu sudah bosan mendengar kata sabar yang terucap dari mulutku, aku memang tak pandai menghibur wantia yang sedang bersedih tapi setidaknya aku sudah berusaha menengkannya.”
Setelah mengucapkan kalimat itu farel memegang tangan zeline, perlahan tapi pasti ia mendekatkan tangan itu pada bibirnya.
Cup.
kecupan singkat mendarat dipunggung tangan zeline, tak ada respon dari sang empu. Gadis itu masih tetap diam dengan pandangan mata lurus kedepan tapi kosong.
Ada senyum kecil diwajah farel, pria itu tak mengerti mengapa saat berdekatan dengan zeline yang notabenya sahabat kecilnya selalu merasa nyaman dan tenang, padahal ia tau zeline selalu menganggapnya sebagai kakak.
Pandangan pria itu berganti menyusuri sekeliling taman, tak banyak orang berkunjung disaat malam hari membuat suasana tidak begitu bising. Lampu taman yang berwarna kuning memberikan cahaya remang remang, angin berhembus pelan, daun daun bergerak seirama dengan tiupan aingin, justru suasana seperti ini sangat romantis.
Farel mempererat rangkulannya, dengan hati yakin dan keputusan yang matang ia harus segera mengatakan pada zeline.
“zeline ikutlah bersamaku.”
*
*
*
Hari pertama zeline bekerja setelah seminggu ia tidak datang kebutik sama sekali karna masih galau akibat permasalahan keluarganya, kini gadis itu harus bisa membuka lembaran baru walau akan sangat berbeda baginya tapi, ia tidak punya pilihan lagi daripada harus terputuk gara gara perceraian kedua orangtuanya.
Zeline menyisir rambut panjangnya lalu memakai sedikit aksesories japit rambut berbentuk pita pada rambutnya, setelah selesai gadis itu melirik jam didinding. “sudah jam 07.30 ternyata” gumam zeline, lalu dengan segera ia meraih tas dan beberapa buku desain gambarnya.
Saat menuruni anak tangga sudut matanya melirik dua orang yang sedang sarapan dalam keheningan, hanya ada suara dentingan piring dan sendok.
Langkahnya semakin lama semakin mendekati meja makan namun, zeline hanya melengos sama sekali tak menyapa atau sekedar mengucapkan 'selamat pagi'. Perilaku zeline mendapat tatapan nanar dari novi, wanita itu tau anak gadisnya begitu kecewa terhadapnya, ia sudah berusaha melakukan apapun agar zeline bisa memaafkannya tapi ternyata zeline benar benar mendiamkannya.
"Maaa" panggil caka.
Novi menoleh menatap anak pertamanya, lalu menundukkan kepala ia mengaduk nasi dipiringnya dengan lesu.
Caka meraih tangan mamanya diatas meja, lalu mengusap dengan lembut. "Beri zeline waktu untuk menerima kenyataan maa, caka tau mama hanya difitnah" kata caka.
Mendengar ucapan dari anak pertamanya sontak novi mengangkat kepalanya lalu berkata, "bagaimana kamu bisa tau?."
Caka tersenyum tipis lalu ia berpindah tempat duduk disamping mamanya, mata tajamnya menatap mata sendu milik mamanya.
*Throwback Pov Caka.
Aku hanya bisa diam dan memendam semua kenyataan ini, bagaimana mungkin orang yang selalu menjadi panutan dalam segala hal melakukan hal yang sangat menjijikan.
Sudah pukul 12malam aku belum juga bisa tidur, sudah merubah posisi tidur menghadap kesamping kanan, kiri, terlentang ataupun tengkurap tetap saja tidak bisa tidur.
Fikiranku masih berkecamuk pada kejadian pertengkaran kedua orangtuaku, hatiku benar benar hancur menghetahui perselingkuhan orangtuaku. Rasanya menusuk tajam didadaku, sungguh sangat sakit.
Aku mengeram kesal, "arghhh sial."
Aku merubah posisiku menjadi duduk, memikirkan masalah kedua orangtuaku benar benar sangat menyiksaku akhirnya, aku memutuskan untuk keluar rumah hanya sekedar cari angin.
Entah mengapa meskipun sudah kunyalakan Ac tetap saja udara dikamarku sangat panas, segera kuraih kaos yang tergantung dilemari.
Saat melewati kamar adikku zeline, ada rasa kasihan padanya. Sejak kecil zeline tak pernah kurang kasih sayang dari mama papa dari pada aku yang anak pertama, aku sangat paham apa yang dirasakan adikku bahkan aku juga merasakan hal yang sama dengannya.
Tanganku memegang gagang pintu kamar zeline namun detik itu juga aku mengurungkan niat mungkin, zeline sudah tidur aku tak ingin menganggu waktu istirahatnya. Biasanya sepulang dari tugas, keluargaku akan begadang sambil menonton film horor, bercanda tawa bersama, menceritakan sesuatu hal saat aku tidak dirumah, sekarang tak ada lagi kehangatan keluarga dirumah ini.
Ahh sial aku menangis, segera ku hapus air mata kepedihan ini.
Aku menghembus nafas lelah, langkah kakiku mulai menuruni tangga. Saat sampai didepan pintu belum juga aku membukanya samar samar aku mendengar tertawa cekikikan orang didepan rumah, bulu kudukku mulai berdiri tengah malam begini siapa yang sedang berdiri depan rumah? Ahh sial mengapa aku jadi penakut.
Aku mendekati jendela didekat pintu dengan ragu, ku buka sedikit gordennya. Mataku memincing siapa orang didepan sana, ada dua orang satu wanita dan satu laki laki.
"Siapa mereka? Mengapa malam malam begini dirumah orang" Gumamku.
"Bagaimana berhasil?" Tanya wanita diluar sana dengan senyum smirk, aku sangat jelas bisa melihat senyum jahat miliknya.
Orang didepannya mengangguk pasti, aku tak bisa melihat siapa pria itu karna ia membelakangiku.
"Aku sangat senang bekerja sama denganmu, jika kamu ingin memilikinya terserah, setelah itu bawa wanita itu jauh jauh dari kehidupan gunawan" ujar wanita itu.
Bola mataku membulat dengan sempurna, aku benar benar tak habis pikir apa yang membuat wanita itu ingin merusak rumah tangga orang lain,
Wanita itu menyodorkan amplop coklat pada pria didepannya "ambilah, tunggu tugas selanjutnya dariku."
Aku menduga isi dari amplop itu adalah uang, pria itu mengambilnya lalu ia masukkan kedalam kantong celananya.
Jantungku berdetak kencang, fikiranku terus berusaha mencerna apa yang sudah kudengar. Ternyata penyebab perceraian orangtuaku sudah direncanakan orang lain, tanganku mengepal ingin sekali aku menghampirinya dan memukul keduanya sampai mati. Namun, aku tak boleh terlalu gegabah bukti belum cukup kuat, aku memutuskan untuk menyelidiki orang tersebut.
*Pov Caka End.
Novi semakin terisak mengetahui penjelasan dari caka, wanita itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ternyata masih ada yang percaya dengan dirinya, setidaknya ia merasa sedikit lega.
Caka mengusap lembut pundak mamanya, berusaha memberikan kekuatan "lalu apa maksut papa bahwa mama tidak pernah perhatian dengan papa? Tidak peduli dengan papa?" Tanya caka.
Novi menggeleng lemah "mama juga gak tau nak, selama ini mama berusaha menjadi istri yang baik walaupun mama tau pernikahan sudah bertahun tahun tidak menjadikan mama istri yang sempurna hiks hiks hiks."
"Bisa ceritakan padaku kejadian saat mama dijebak?" Tanya pria itu lagi.
Dengan sekuat tenaga wanita itu mencoba mengingat hal paling menjijikan, kedua matanya menatap mata tajam milik anak pertamanya. "Mama tidak begitu mengingatnya, waktu itu mama sedang beres beres kamar adikmu beberapa menit kemudian, mama mendengar suara pintu kamar dibuka. Mama pikir itu zeline yang baru pulang, mama juga memanggil namanya berkali kali namun tak ada jawaban, saat mama mau mebalikkan badan tiba tiba ada yang membekap. Mama mencoba memberontak tapi detik kemudian mama tak sadarkan diri."
"Sa-saat mama terbangun papamu tiba tiba sudah berdiri didepan mama yang ntah sejak kapan sudah telanjang bulat" wanita itu membungkam mulutnya, ia tak kuasa mengingat kejadian itu lagi.
"Ma, jika tak ingin melanjutkan jangan dilanjutkan." Kata caka mencoba memahami kondisi mamanya.
Novi menggeleng cepat, ia harus segera meluruskan masalah ini. Tanggung juga jika tidak diselesaikan.
"Tidak, biarkan mama melurukan semua ini" Kekehnya.
Caka mengangguk pasrah.
"Saat papamu datang, ada pria yang tidur disamping mama dengan memeluk tubuh mama, kami berdua sama sama telanjang. Papa menarik tubuh mama dengan kasar lalu menampar mama tanpa henti, setelah puas menyiksa mama. Papamu menarik tubuh pria itu lalu menghajarnya sampai babak belur, sempat pria itu melawan tapi emosi papamu saat itu sangat tinggi jadi ia kalah telak."
"Pria itu terkulai dilantai dan papamu meninggalkan kami berdua, mama hanya bisa menangis dan mencoba meraih kain apapun untuk menutupi tubuh mama. Pria itu bangun disisa tenanganya lalu dengan cepat memakai pakaiannya, mama juga berteriak bertanya siapa dia, mengapa dengan tega melakukan hal ini. Dia hanya diam lalu-"
Novi menghentiakan ucapannya, hal itu membuat caka mengeryit kebingungan.
"Lalu kenapa ma?"
"Pria itu menendang tubuh mama berkali kali dan berkata sebagai balasan karna papamu telah menghajarnya, setelah itu ia pergi meninggalkan mama yang terkulai tak berdaya dilantai."
Tangan caka reflek mengebrak meja makan mendengar apa yang sudah menimpa mamanya.
"Berani beraninya pria itu menyiksa mama, lihat saja jika aku sudah menemui siapa pria itu akan aku bunuh" geram caka.
"Jika kamu bertanya mengapa mama membenarkan ucapan papamu bahwa mama berselingkuh" novi menjeda ucapannya, ia mengusap wajahnya gusar menahan sesak didadanya.
"Karna mama lelah sudah dua tahun mama mengalami KDRT, sejak kejadian itu papamu sama sekali tidak ada sikap lembut jika sudah dengan mama, bahkan papamu terang terangan berselingkuh dengan wanita lain. Mama memutuskan untuk-"
"Bercerai?" Sahut caka.
Novi mengangguk didalam tangisannya, caka meraih tubuh mamanya lalu memeluknya sekali lagi, menyalurkan kehangatan untuk orang yang sudah membesarkan dengan sepenuh jiwa.
Didalam lubuk hati caka paling dalam muncul kekuatan untuk menguak omong kosong ini semua, ia meruntuki kebodohan papanya mengapa tidak menyelidiki hal ini malah langsung percaya begitu saja.
"Ma aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu, termasuk papa" putus caka