PART 7
.-"*"-.
Shilla memeluk Jenny, ia tersenyum tipis pada wanita itu.
"Hati-hati ya tante," ucap Shilla setelah melepaskan pelukannya.
Wanita itu balik tersenyum, "kalau ada waktu kamu datang ya ke Medan," ucap Jenny pada Shilla.
Shilla menganggukkan kepalanya, "Iya tante," ucapnya.
Wanita paruh baya itu lalu memandang Cakka dan Shilla bergantian.
"Mama pulang dulu ya," ucapnya pada Cakka, Cakka mengangguk lalu menyalim tangan Mamanya.
"Kalian yang akur, jangan sering bertengkar," ucap wanita itu lagi, keduanya mengangguk walau sebenarnya tak benar-benar yakin.
Semalam Cakka membujuk Shilla habis-habisan untuk datang kerumahnya dan menemui Mamanya, namun Shilla menolak, ia terlalu memikirkan ucapan Angel. Cakka menyerah dan hanya meminta Shilla untuk ikut mengantarkan Mamanya ke bandara.
Setelah Jenny masuk ke ruang check in counter, Shilla dan Cakka pun saling berpandangan. "Emm, apa lo hari ini sibuk?" tanya Cakka kikuk.
Shilla mengangguk pelan, "Hari ini gue ke kantor," jawab Shilla sama kikuknya.
Shilla merutuki dirinya sendiri, kenapa dia jadi seperti ABG labil begini?
"Bukannya ini hari minggu?" Cakka terkekeh geli membuat pipi Shilla memerah karena malu.
Oh tidak mungkin, ia tidak pernah merasa sebodoh ini didepan siapa pun, Shilla meninju perut Cakka pelan.
"Gue sibuk," ucapnya lalu meninggalkan Cakka.
Cakka tertawa melihat tingkah Shilla, ia mengejar gadis itu lalu merangkul bahunya.
"Gue berencana ngajak lo jalan-jalan,"
"Gue tolak," ucap Shilla sengit.
Cakka terkekeh pelan. "Gue gak terima penolakan," Cakka lalu menggenggam jemari Shilla lembut.
Tubuh Shilla mendadak kaku dengan sentuhan Cakka, perlahan ia melepaskan genggaman Cakka, namun gagal karena Cakka menggenggamnya cukup erat.
"People said we cute together," bisik pemuda itu.
Shilla hanya diam tanpa reaksi, apakah benar begitu?
--
Shilla mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali, mall? Cakka mengajaknya ke mall? Oh ini tidak baik, Shilla tebak, pemuda itu akan jadi pusat perhatian orang-orang lalu ia akan semakin di gunjing oleh penggemar Cakka.
"Gue nggak mau masuk," ucap Shilla ketika mereka sudah berada di parkiran mall.
"Kita gak akan keliling, cuma nonton dan makan,"
"Lo tau, disini gue itu anti-fans dan gue bakal ketemu Cakkalovers, lo bisa bayangin apa yang terjadi," Shilla bergidik ngeri ketika membayangkan itu.
"Anti-fans? Gue pacaran sama anti fans? No, you definitely my fans," Cakka terkekeh membuat Shilla mendesis sebal.
"Itu kenyataan, beruntung gue nggak nyekik lo disaat-saat seperti ini, hey, anti-fans bisa melakukan hal-hal diluar dugaan," ucap Shilla semakin membuat Cakka ingin tertawa.
Cakka membuka pintu kemudinya lalu keluar dari mobil. Shilla bergeming ditempatnya lalu pintu disampingnya terbuka, pemuda itu membukakan pintu untuknya, Cakka mengangkat sebelah alisnya lalu membuka pintu mobil lebar-lebar.
"Silahkan turun tuan putri," ucapnya dengan sedikit membungkukkan punggungnya.
Shilla berdecak kesal dan dengan terpaksa keluar dari mobil. Cakka tersenyum puas, dan menggandeng tangan Shilla tanpa malu masuk ke dalam mall. Shilla berulang kali mendecakkan lidahnya dan bergumam tak jelas, disampingnya tentu saja menjadi pusat perhatian juga bahan omongan orang-orang dan itu berefek tidak baik untuknya.
Seperti, "Girls, itu pacar baru Cakka? Cantik sih tapi angkuh bawaannya," Atau, "Itu Cakka kan? Itu cewek yang digossipin pacarnya itu? Masih cocokan sama Amanda deh yang ini cuek banget, muka nya gak ada ramah-ramahnya sama sekali,"
Telinga Shilla panas, jika saja ini bukan ditempat umum Shilla yakin gadis-gadis itu sudah dapat semprotan pedas dari mulutnya.
"Gak makan dulu?" tanya Cakka ketika mereka selesai nonton.
"Nggak, gue mau pulang," jawab Shilla tak minat.
Cakka hanya dapat mengangguk pasrah, mereka berjalan bersampingan menuju lift. Didalam lift hampir setiap mata memandang ke arah mereka, Cakka terlalu mencolok, beberapa gadis bahkan tak malu-malu untuk minta foto bareng dengan Cakka.
"Makasih ya, Kak Cakka," ucap gadis yang tadi minta foto bersama Cakka. Shilla hanya dapat pura-pura tersenyum.
Cakka menggenggam tangan Shilla, "Relax baby, i'm yours," bisiknya ditelinga Shilla, Shilla melotot, Cakka memang berbisik tapi didalam lift yang bahkan ukurannya kurang dari 2X2m ini orang-orang dapat mendengarnya.
Dan sialan, Shilla tau Cakka menggodanya. Shilla melirik sekitarnya, gadis-gadis itu menatap penuh iri padanya, seorang pasangan muda disampingnya pun tersenyum penuh arti.
Pintu lift terbuka, sesaat Shilla sudah membalas genggaman jemari Cakka, pemandangan itu masih tertangkap orang-orang yang keluar dan menjauh dari lift, Shilla tau mereka berfikir kalau tingkahnya dan Cakka sangat menonjol, mesra dimuka umum, seperti itu kan?
Shilla tersenyum geram pada Cakka, cowok itu balas tersenyum lebar dalam artian mengejeknya karena berhasil membuat Shilla mati kutu tadi, Shilla sedikit berjinjit, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Cakka dan berbisik pada cowok itu.
"Dasar buaya."
--
Sejak hari itu Cakka dan Shilla selalu dikaitkan satu sama lain, Shilla bahkan beberapa kali diundang ke acara show bersama Cakka, tidak ada yang benar-benar tau seperti apa hubungan mereka sebenarnya, di layar kaca mereka memang terlihat serasi dan selalu tampil mesra.
Seperti malam ini, Shilla terpaksa datang ke acara pernikahan teman sesama artis Cakka, banyak sekali wartawan dan ia harus bersikap pura-pura mesra dengan Cakka. Shilla memutar bola matanya ketika tangan Cakka menggenggam tangannya.
Belakangan ini, hal ini juga terlalu sering mereka lakukan, menggenggam jemari satu sama lain kemana pun mereka pergi.
Cakka menggunakan kemeja hitam yang dilapisi tuksedo abu-abu, sangat tampan, dan Shilla menggunakan gaun berbahan sutera tipis berwarna oranye muda dengan belahan d**a rendah, semua itu tak luput dari pujian teman-teman Cakka.
Shilla menyentuh lengan Cakka yang sedang bicara dengan temannya, pemuda itu menoleh dan menaikkan alisnya, "aku ke toilet sebentar," ucap Shilla dengan suara datar.
"Kamu nggak apa-apa sendiri?" tanya Cakka. Ah, tidak usah heran karena mereka memang berbicara sangat manis jika didepan publik.
Shilla tersenyum dan mengangguk yakin. Di lorong menuju toilet Shilla tak sengaja menyenggol bahu seseorang, Shilla menoleh ke arah orang yang ditabraknya dan tersenyum tidak enak.
Gadis yang disenggolnya itu lebih tinggi beberapa centi dari Shilla, wajahnya masih sangat imut dan gaun merah mudanya membuatnya terlihat cantik.
"Maaf," katanya, Shilla hanya mengangguk dan hendak meninggalkan gadis itu.
Lalu gadis itu bersuara lagi, "lo pacarnya Cakka kan?" tanya gadis itu membuat Shilla mengurungkan niatnya untuk berlalu begitu saja.
Shilla mengernyit samar sebelum mengangguk mengiyakan, gadis itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Amanda," ucapnya memperkenalkan diri.
Ucapan gadis itu cukup membuat Shilla terkesima, ia sering mendengar orang-orang menyebut nama 'Amanda', oh Shilla ingat, wanita dihadapannya ini adalah mantan pacar Cakka.
"Shilla," ucap Shilla dan menyambut uluran tangan Amanda.
Orang-orang memang selalu membandingkannya dengan Amanda. Amanda yang beginilah, Amanda yang begitulah, dan Shilla yang beginilah, Shilla yang begitulah.
Secara fisik Amanda memang cantik, kulitnya putih bersih, tubuhnya proporsional, dan memiliki tatapan mata yang memikat, tapi pembawaannya sama sekali tidak menyenangkan, lalu Shilla mencoba menilai dirinya sendiri, ia pikir tidak ada yang berbeda antara dirinya dan Amanda kecuali bagian tinggi badan.
"Senang bisa ketemu lo," ucap Amanda.
"Gue juga," balas Shilla setengah hati.
"Gue menyesali keputusan gue mutusin Cakka," ucap Amanda lagi, kali ini Shilla ikut menyesali ucapannya barusan, dia sama sekali tidak senang bertemu dengan Amanda .
"Maksud lo?" tanya Shilla sama sekali tidak dapat menutupi nada sinis dalam suaranya.
"Gue menyesali karena setelah putus dari gue, Cakka malah nggak dapat yang lebih baik," Amanda tersenyum tipis setelah mengucapkan itu.
Shilla balas tersenyum geram, berani sekali Amanda mengatakan kalau dirinya lebih baik dari pada Shilla.
Dan kenapa orang-orang menentang sekali hubungannya dengan Cakka? Shilla bahkan masih ingat seperti apa Jessie menghinanya karena ia datang bersama Cakka ke acara party sialan milik Jessie, dan kejadian ini hampir sama ketika ia hendak ke toilet dan bertemu dengan ular semacam Jessie.
"Lo berpikir gue nggak lebih baik dari lo?" tanya Shilla.
Amanda terkekeh pelan, ia tidak menjawab pertanyaan Shilla tapi Shilla cukup mengerti maksud Amanda.
"Yang terpenting itu, sebahagia apa Cakka ketika sama gue," ucap Shilla sarkatis.
"Sayang," panggilan itu membuat keduanya menoleh.
Itu Cakka.
Pemuda itu lalu datang dan menghampiri mereka keningnya berkerut heran melihat Shilla dan Amanda. "Aku panik karena kamu gak balik-balik," ucap Cakka pada Shilla.
"Kenapa kamu panik?" tanya Shilla, mata Cakka memicing curiga mendengar pertanyaan Shilla.
Mata Cakka teralih pada Amanda , dan ia tau alasannya.
"You know, you're so important for me,"
"Seberapa penting?"
"Too important," Shilla tersenyum puas lalu memeluk cowok itu.
"Aku mau pulang," lirihnya membuat Amanda tanpa sadar mendecakkan lidah.
"Oke, kita pulang sekarang," ucap Cakka.
"Amanda, maaf, tapi gue dan Shilla harus pulang lebih awal," ucap Cakka lagi lalu merangkul bahu Shilla menjauh dan mencium puncak kepala rambut gadis itu berkali-kali.
Amanda hanya terperengah ditempatnya, ia tidak bisa berkata-kata, sementara kedua punggung itu semakin menjauh matanya mulai panas, Cakka bahkan tak pernah memperlakukannya seperti itu.
--
Cakka tertawa renyah ketika Shilla menceritakan pertemuannya dengan Amanda, ia tak menyangka kalau Amanda akan mengatakan kalau ia menyesal memutuskan hubungannya dengan Cakka karena alasan Cakka tidak mendapatkan pengganti yang lebih baik.
"Tapi gue tau, gue lebih baik," ucap Shilla percaya diri.
Cakka menaikkan sebelah alisnya dan melirik Shilla yang duduk dikursi penumpang.
"Setidaknya Amanda berpikir gue lebih penting buat lo dari pada dia," tanpa sadar Cakka tersenyum tipis mendengar ucapan Shilla.
Mobil Cakka berhenti dipekarangan rumah Shilla, gadis itu membenarkan letak tasnya lalu keluar dari mobil. Cakka ikut turun dari mobilnya ia tiba-tiba mengikuti Shilla dari belakang.
"Kenapa lo ngikutin gue?" tanya Shilla ketika sadar kalau Cakka mengikutinya.
"Gue mau mampir," ucap Cakka. Shilla melengos tak peduli, tepat ketika mereka sampai didepan pintu sebuah sedan hitam metalik mengklakson dan berhenti di belakang mobil Cakka.
Seorang pria paruh baya berjas hitam keluar dari dalam mobil dan berjalan ke arah mereka, Cakka benar-benar yakin kalau itu Papa Shilla.
"Lebih baik lo pulang," ucap Shilla ketika sadar arah pandangan Cakka, suara gadis itu berubah memerintah.
Cakka mengabaikan ucapan Shilla, dan ketika Papa Shilla mendekat ia tersenyum ramah dan menyalim tangan pria itu.
"Saya Marvel, Papanya Shilla," ucap Marvel dingin, Cakka tau dari mana Shilla mendapatkan aura mengintimidasi itu, Papanya, tentu saja.
"Saya Cakka Om,"
"Saya sudah membaca beberapa artikel tentang kamu, dan hubungan seperti apa yang Shilla dan kamu jalani," Cakka hanya dapat terperengah mendengar ucapan Marvel, suara dingin dan berwibawa itu membuat Cakka takjub pada Papa Shilla.
"Saya harap Om mempercayakan saya untuk menjaga Shilla," ucapnya mantap, Shilla mencengkram lengan Cakka.
"Lebih baik lo pulang, sekarang," ucap Shilla dan menjauhkan Cakka dari Papanya.
--
Shilla berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam kantornya, sial, dia harus terlambat lagi menghadiri rapat penting dengan kliennya, Angel terlihat sudah berdiri di depan pintu ruang meeting, tentu saja gadis itu sama gelisahnya dengan Shilla.
"Rapatnya harusnya udah dimulai sejak 15 menit yang lalu, ini berkas yang harus lo persentasikan," ucap Angel, ia menunjukkan Shilla setumpuk map ditangannya sementara Shilla sibuk merapikan pakaiannya.
Setelah benar-benar siap, Angel pun membuka pintu ruangan dan mereka pun masuk beriringan. Angel tersenyum minta maaf atas keterlambatan bosnya, tapi Shilla seolah tidak melakukan kesalahan apapun ia berjalan ringan ke kepala meja dan menyiapkan agenda rapatnya.
"Good morning. It looks like everyone's here, so let's get started," ucap Shilla membuka rapatnya, betapa hebatnya ia karena tak merasa bersalah sedikitpun atas keterlambatannya.
Orang-orang yang mengikuti rapat cukup terperengah melihat betapa muda dan angkuhnya bos perusahaan ini, bahkan Shilla tak mau mengambil pusing barang untuk sekedar berbasa basi mengucapkan kata maaf.
"We're here today to discuss..."
--
Shilla melenggang anggun ketika keluar dari ruang meeting dan masuk kedalam ruangannya, kemudian ia keluar dengan pakaian yang berbeda tidak ada yang tau sebenarnya ia sedang terburu-buru, ia ada kelas pagi ini dan dosen yang masuk adalah dosen tergalak dikampusnya-Bu Ajeng-, sialnya ia sudah beberapa kali membolos mata kuliah yang satu ini, sekali lagi ini saja ia tidak masuk, Shilla yakin nilainya terancam dan tentu ia tidak akan lulus mata kuliah dosen tersebut.
Langkahnya ia percepat ketika lift karyawan terbuka, ia tidak ingin menunggu lift sebelah walupun itu dikhususkan untuk atasan.
Beruntung hanya ada ia dan seorang cowok didalam lift, Shilla tidak terlalu peduli dengan karyawannya itu.
Tapi sepertinya cowok itu memperhatikannya dengan tatapan aneh, Shilla mendecakkan lidah siap protes lalu pemuda itu mengulurkan tangannya dan berkata, "saya Mario Mcknee dari Golden Smart Company, glad to know you, Miss Ballard," Shilla menjabat tangan Rio singkat.
Lalu, "Glad to know you too, Mr. Mcknee," ucapnya.
Astaga, Shilla merutuki dirinya karena menyangka pemuda dihadapannya adalah karyawannya.
Tidakkah pemuda ini terlalu sempurna jika hanya menjadi staff biasa? Ia pintar, bijaksana, berwibawa, tampan, Shilla menyesal karena tidak memperhatikan keberadaan Mario ketika rapat tadi.
"Saya tidak menyangka bahwa pemilik perusahaan ini seorang wanita cantik, sangat muda dan cerdas seperti anda," ucap Mario lalu tersenyum, membuat Shilla mengerjapkan bulu mata lentiknya.
Senyum itu, astaga, Shilla beri Mario nilai 6.
"Anda berlebihan," balas Shilla singkat.
"Kalau anda tidak keberatan, saya ingin mengajak anda makan siang, itu pun kalau anda bersedia," Shilla merutuki momen tak pas ini, dia harus ke kampus sesegera mungkin, Shilla tersenyum menyesal.
"Saya ada mata kuliah penting siang ini,"
"Anda masih kuliah?"
"Ya,"
"Bagaimana kalau besok?" Shilla setuju, mereka saling bertukar nomor ponsel sebelum lift terbuka.
Shilla mengubah penilaiannya pada Mario, dari skala 1 sampai 10 Shilla beri cowok itu nilai 7,5.
--
Shilla memutar bola matanya malas ketika senior dan juniornya dikampus mendadak ramah padanya, mereka memasang wajah pura-pura di hadapan Shilla.
Ify dan Sivia juga mendadak terkenal, beberapa kali Ify dan Sivia mengeluh karena banyak mahasiswa dan mahasiswi yang mendekati mereka karena ingin tau perkembangan hubungan Shilla dan Cakka, bahkan ada beberapa yang ngotot meminta nomor ponsel Shilla yang tentu saja tidak diberi Ify dan Sivia begitu saja.
"Natalie transfer ke kampus sebelah," ucap Sivia ketika mereka berjalan menuju mobil Shilla.
Jam kuliah selesai mereka pun bergegas untuk pergi, mungkin ketika keadaannya berbeda, ketiganya akan bergulat dikantin, ketawa-ketiwi tanpa beban, lalu sekarang mereka menjadi 'artis kampus' sama sekali tidak nyaman jika harus makan, ngobrol, dan tertawa dalam pengawasan orang-orang disekitar mereka.
"Transfer ke kampus sebelah?" tanya Shilla mengulang ucapan Sivia.
"Iya, gak ada yang tau alasannya kenapa, tapi gue kira dia malu, terlalu merendahkan orang lain sampai ketika dia tau kebenarannya, Natalie malah mempermalukan diri sendiri,"
"Jessie dan Chelsea?"
"Masih disini, tapi mereka sama sekali nggak munculin diri di hadapan gue dan Ify, lo sih sibuk mulu, jadi nggak tau apa yang terjadi selama seminggu ini,"
Ketiganya masuk kedalam mobil Shilla. Jika mereka akan pergi bertiga, Sivia selalu jadi supir mereka, Ify tidak bisa mengendarai mobil jadi ia selalu duduk disamping Sivia sementara Shilla dijok belakang mengangkat kedua kakinya dan diletakkan diantara Ify dan Sivia.
"Lo udah hubungi Cakka kan kalau kita mau ke rumahnya?" tanya Ify ketika mereka sudah meninggalkan pekarangan kampus.
Shilla mengangguk-anggukkan kepalanya, sebenarnya belum tapi ia akan menelfon Cakka. Ify dan Sivia memang selalu memaksanya, dengan berbagai alasan akhirnya Shilla setuju ketika pagi tadi mereka meminta untuk membawa mereka ke rumah Cakka.
Shilla mengeluarkan ponselnya dari tas jinjingnya, ia pun memutuskan untuk menelfon Cakka.
"Hallo?" sapa Shilla ketika suara Cakka terdengar.
"Sayang, emm, kamu sibuk? Aku, Ify dan Sivia berencana mampir ke rumah kamu," Shilla melirik Ify yang tengah memandangnya ingin tahu. Diseberang sana terdengar suara kekehan Cakka, suaranya terdengar sangat manis kan? Lalu kenapa Cakka menertawainya?
"What you mean dengan 'sayang'?" tanya Cakka ditelfon.
Shilla menelan ludahnya, "kamu dirumahkan? 15 menit lagi aku sampai," tanpa mendengar jawaban Cakka, Shilla pun memutuskan panggilannya.
"Cakka dirumahnya kan?" tanya Ify antusias, Shilla hanya menganggukkan kepala.
Ponselnya bergetar tanda ada pesan masuk, satu pesan dari Cakka.
From : Cakka.
'Gue lagi keluar rumah, 1 jam lagi gue balik, lo bisa kan nunggu?'
Shilla mendesis kesal membaca pesan Cakka.
"Kenapa Shill?" tanya Ify.
"Cakka ada kerjaan tapi kita bisa nunggu dirumahnya, dia pasti usahain untuk cepat pulang," jawab Shilla.
--
Maya memandang Cakka yang sedang menyetir sambil bersiul ria, mood pemuda itu sedang sangat baik ternyata, memang beberapa hari ini Cakka selalu seperti ini, entah siapa-atau apa- yang jadi moodboasternya.
"Lo yakin nggak jadi gue temeni beli kemeja baru?" tanya Maya.
"Gue bisa beli sendiri lain kali yang penting kita harus pulang sekarang juga," jawab Cakka, Maya menggeleng pelan melihat tingkah Cakka.
Pagi ini Cakka datang kerumahnya untuk membahas beberapa project barunya, lalu pemuda itu memaksanya untuk menemaninya membeli kemeja baru dan setelah diperjalanan Cakka berubah pikiran dan malah ingin pulang, itu karena telefon dari seseorang.
"Siapa yang nelfon lo tadi?" tanya Maya.
"Kapan?" ucap Cakka balik bertanya.
"Tadi, maksud gue, beberapa saat lalu?"
"Oh, itu," Maya mengerutkan kening ketika Cakka tak juga menjawab pertanyaannya, akhirnya ia pun menyerah dan tak bertanya lagi.
30 menit kemudian mereka tiba dirumah Cakka. Maya keluar dari mobil dengan malas, tidak seperti Cakka yang terlihat sangat bersemangat, mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah, di ruang tengah Maya dikejutkan oleh 3 orang gadis yang duduk disofa sambil menonton televisi.
Ia tersenyum tipis ketika sadar akan sesuatu, sesuatu tentang Cakka yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya.
Maya mengamati gerak-gerik Cakka, bagaimana pemuda itu menyapa Shilla dan-Maya tebak- kedua temannya, bagaimana ia merangkul gadis itu dan memberikan ciuman singkat dipipi, atau bagaimana cara Cakka berbicara pada Shilla.
Sangat manis.
"Kenalkan ini manager gue, Maya," ucap Cakka, Maya mengulurkan tangannya dan berkenalan dengan kedua teman Shilla, Ify dan Sivia.
--
Shilla mengeringkan tangannya dengan serbet yang digantungkan dekat wastafel, setelah selesai makan siang tadi ia membantu Bi Rani untuk membereskan meja makan, sepertinya ia mulai terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah seperti ini, dan itu berkat tante Jenny.
Sivia, Ify dan Maya sedang berada diruang tamu, Maya merasa cocok mengobrol dengan kedua temannya, begitu Ify dan Sivia, mereka tak habis bahan obrolan, Shilla tebak, sekalian mereka mengkorek informasi tentang Cakka.
"Jadi lo dateng hanya untuk menyengankan hati kedua teman lo?" tanya Cakka.
Shilla membalikkan tubuhnya menghadap Cakka, ia menoleh ke sekelilingnya memastikan tidak ada orang yang menguping pembicaraan mereka.
"Mungkin," jawabnya tak minat.
Shilla dapat mendengar suara dengusan Cakka, ia memicingkan mata dan berkacak pinggang.
"Lo keberatan? Gue, Ify dan Sivia ngerepotin lo? Atau waktu lo jadi terganggu gara-gara gue dateng ke rumah lo?" tanya Shilla sinis.
"Gue nggak bilang gitu kan, yah gue pikir lo kesini atas kemauan lo, karena gue.. Gue," mendadak suara Cakka terputus, cowok itu mengacak rambutnya lalu berdehem.
"Lupain, btw minggu depan gue harus ke luar kota,"
"Oh," jawab Shilla singkat, Shilla mengambil beberapa gelas dari lemari kaca, menatanya diatas nampan, sementara Cakka masih ditempatnya menatap gerak-gerik Shilla, Cakka tau Shilla sedang menyiapkan minuman untuk mereka.
"Gue ada project film baru, minggu depan gue akan ke Medan untuk beberapa hari," Cakka tidak mengerti kenapa ia harus menjelaskan ini pada Shilla, entah mengapa ia ingin Shilla tau bahwa untuk beberapa bulan kedepan ia akan sibuk dan tidak bisa berbicara seperti ini pada Shilla.
"Bulan depan gue akan ke New York, untuk syuting film terbaru gue," ucapan Cakka membuat gerakan tangan Shilla yang hendak menuang minuman ke gelas terhenti sesaat.
"Gue disana 2 minggu, kalau lo kangen lo bisa telefon gue kan," goda Cakka lalu terkekeh.
"Nggak akan!"
"Lawan main gue, Elle Trenor, artis pendatang baru, blasteran Indo-Skotlandia," Shilla hanya mengangguk tak minat mengetahui siapa lawan main Cakka, dari mana asalnya, atau apalah, ia tidak peduli.
Shilla mengangkat nampannya, "dan, gue ada adegan ciuman," ucap Cakka, gerakan Shilla terhenti.
"Apa?" tanyanya tak percaya dengan apa yang didengarnya. Shilla meletakkan kembali nampannya diatas meja, ia mendekat kearah pemuda itu hingga mereka berdiri berhadapan.
"Kenapa sih lo jadi cowok murahan banget," ucap Shilla sinis.
"Udah berapa banyak perempuan yang lo cium?" Cakka terkesiap mendengar ucapan Shilla, sedetik kemudian bibirnya terangkat membentuk senyuman samar.
"Itu tuntutan sebagai aktor," jawabnya rendah, jari telunjuk Shilla teracung ke dadanya, kuku gadis itu menusuk kulitnya namun Cakka hanya diam dan membiarkan perbuatan Shilla itu.
"Lo.. b******k," katanya, mendadak suasana hati Shilla jadi berantakan, ia berbalik hendak meninggalkan Cakka tapi pemuda itu menahan tangannya.
"Apa?" ucapnya ketus.
"Kenapa lo jadi marah?" tanya Cakka santai, Shilla mendengus.
"Marah? Gue nggak marah, gue hanya kesal sama lo, gimana bisa lo nyium gue dan kemudian lo nyium orang lain, Demi Tuhan Cakka, gue nggak sudi berbagi bibir sama gadis manapun," ucap Shilla berapi-api.
Tapi mendadak Shilla bungkam, apa yang baru saja ia ucapkan pada Cakka, Astaga, tidak mungkin, tidak mungkin ia berkata seperti itu.
"Lupain ucapan gue, lo bisa ciuman sama gadis mana pun yang lo mau, sesuka hati lo," Shilla melepaskan tangan Cakka dari tangannya, tapi pemuda itu kembali meraih jemari Shilla.
"Gak akan, ini yang terakhir, nggak ada gadis manapun selain lo, gue janji," ucap Cakka tulus, berhasil membuat pipi Shilla merah padam.
--
Ify, Sivia, dan Maya tidak dapat berhenti menggoda Shilla, pipi Shilla merona ketika ia menghampiri mereka diruang tengah, kemudian Cakka muncul dengan senyum sumeringahnya, membuat mereka berdua jadi bahan ejekan Ify, Sivia dan Maya.
"Gue heran kenapa lo bedua lama banget dibelakang, gue curiga ada sesuatu yang terjadi," ucap Sivia dengan tampang sok curiga.
Ify terkekeh lalu ikut menggoda Shilla dan Cakka, "seperti pelukan selesai makan siang, damn, so sweet,"
"Atau ciuman selesai makan siang," celetuk Maya yang membuat ketiganya tertawa.
"Gimana kalau gue bilang gue dapet dua-duanya?" tanya Cakka membuat Ify, Sivia dan Maya cengo dibuatnya.
Cakka berkedip kearah mereka lalu tertawa renyah.
"Serius lo?" tanya Maya, matanya bergantian memandang Shilla, lalu Shilla menggeleng samar.
"I got it Cakka, lo nggak dapet apa-apa dari Shilla," ucap Maya dan memukul lengan Cakka.
Shilla tersenyum tipis, mungkin jika hari-harinya di isi dengan suara tawa, hidupnya akan terasa lebih berwarna, satu kesimpulan buat hari ini, dia suka bagaimana orang-orang tertawa bersamanya.