Part 6

2087 Kata
PART 6 .-"*"-. Pagi ini Shilla bangun lebih awal, ia membantu Bi Rani dan Tante Jenny memasak sarapan didapur. "Shilla tolong panggilin Cakka dong sayang," ucap Tante Jenny ketika nasi goreng yang mereka buat mulai ditata diatas meja makan. "Iya Tante, sebentar Shilla panggilin," Shilla lalu berjalan menuju kamar Cakka. Shilla mengenakan dress berwarna putih yang ia kombinasikan dengan blazer berwarna krem dan heels hitam 5 centi, tampak semakin cantik dengan make up natural dan rambut yang ia tata kebelakang. Seperti biasa ia harus ke kantor dulu sebelum ke kampusnya. Shilla mengetuk pintu bercat cokelat tua itu beberapa kali, namun tidak ada jawaban dari dalam. "Cakka.." panggilnya. Masih tidak ada jawaban. "Cakka.." panggil Shilla lagi, kali ini ketukan dipintu ia perkeras. Merasa tidak menemukan jawaban ia pun memutar knop pintu, pintunya tidak dikunci. Shilla masuk kedalam kamar cowok itu, Shilla mengamati kamar itu. Lebih besar dari kamar sebelah yang ia tempati, tapi masih lebih kecil dari pada kamar miliknya. Ada beberapa poster besar tertempel didinding, John Mayer? Oh Shilla tebak cowok itu penggemarnya. Ada beberapa poster mobil dan beberapa artis luar yang tidak ia kenal, orang-orang yang tidak tau pun jika dibawa ke kamar itu akan tau kalau pemilik kamarnya adalah cowok. "Menelusup masuk, huh?" Shilla tersentak mendengar suara itu, Cakka keluar dari kamar mandi dengan handuk dilehernya, ia bertelanjang d**a, hanya anduk putih yang menutupi tubuh polosnya. Shilla menjerit tertahan, ia tidak menyangka akan melihat Cakka topless sepagi ini, namun Shilla berusaha memasang wajah datarnya. "Gue udah berusaha ketuk pintu tapi nggak ada yang jawab," ucap Shilla membela diri. "Tante Jenny nyuruh lo turun," lanjut Shilla. Cakka mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa lo bisa biasa aja liat gue topless? Grepe grepe boleh kok," Cakka mengucapkan itu tanpa tau malu, tiba-tiba Shilla merasa kesal, ini masih pagi dan Cakka sudah menggodanya. Tapi tiba-tiba Shilla ikut tersenyum menggoda, ia berjalan kearah Cakka lalu melingkarkan tangannya dileher cowok itu, aroma sabun langsung tercium ke indera penciumannya, begitu pun Cakka yang dapat mencium parfum Shilla, jarak mereka sangat dekat sekarang. "Mungkin kita bisa melakukan sesuatu yang berkesan pagi ini," ucap Shilla. "Hah?" Cakka memasang wajah polosnya, sama sekali tidak mengerti ucapan Shilla. "Maksud lo?" tanya cowok itu. "Morning kiss mungkin," ucap Shilla lalu tersenyum manis. Shilla meletakkan salah satu telapak tangannya didada Cakka, Shilla tidak tau kalau Cakka memiliki tubuh sebagus ini, bentuk otot-otot perutnya begitu sempurna. Perlahan tangan Shilla naik hingga dagu Cakka, Shilla tau Cakka menegang dengan sentuhan ringannya. Oh, betapa ia ingin tertawa setan sekarang, karena berhasil menggoda cowok itu. "Senjata makan tuan, huh?" tanya Shilla, gerekannya sangat cepat, Shilla menaikan salah satu lututnya lalu menendang bagian bawah Cakka. "Arghh," jerit Cakka kesakitan, Shilla tidak mempedulikan jeritan Cakka itu, ia buru-buru melepaskan diri dan pergi meninggalkan Cakka dengan tertawa puas. Didapur Tante Jenny mengamati Shilla yang tertawa lepas. "Kamu kenapa?" tanya Tante Jenny. "Cakka mana?" sambung wanita itu heran karena tidak melihat Cakka bersama Shilla. "Masih dikamarnya Tante, bentar lagi Cakka turun," ucap Shilla setelah tawanya reda. "Terus kamu tadi kenapa?" tanya tante Jenny lagi karena merasa tidak puas dengan jawaban Shilla. "Oh itu, nggak apa apa kok tante cuma tadi dibecandain Cakka," jawab Shilla, tidak kah ini hal baru untuknya, tertawa selepas itu setelah waktu yang begitu lama berlalu. Tante Jenny menganggukkan kepalanya. "Kamu berangkat kerjanya dianter Cakka ya," ucap wanita itu setelah Shilla duduk dikursinya. "Shilla berangkat sendiri aja Tante," tentu saja Shilla menolak, dia tidak ingin berlama-lama dekat dengan Cakka. "Aku yang anter," suara dibelakang Shilla menyahut. Cakka duduk di samping Shilla, membuat Shilla berusaha setengah mati untuk tidak tertawa. Bagaimana bisa cowok itu berakting seolah tidak ada yang terjadi padanya tadi? Oh Shilla benar-benar ingin tertawa mengingat wajah bodoh Cakka tadi. "Kamu sibukkan? Aku sendiri, nggak apa-apa kok," ucap Shilla dengan nada yang dibuat seramah mungkin. "Hari ini aku nggak punya jadwal penting, kamu tau kan kalau kamu paling penting buat aku," ucap Cakka tersenyum penuh kemenangan. Gotcha! Shilla tersenyum geram, baiklah tidak masalah untuk hari ini. "Kalian ini kenapa sih bikin mama envy terus," ucap tante Jenny lalu terkekeh. Shilla menebak-nebak apa yang akan cowok itu lakukan, Shilla yakin ada maksud tersembunyi dari niat Cakka mengantarnya. -- Cakka masuk kedalam kantor Shilla bersama gadis itu disampingnya, pemandangan ini tentu tidak disia-siakan setiap mata karyawannya. Cakka mendengar Shilla yang berdecak kesal, sepertinya cewek itu tau rencana Cakka sekarang, menguntitnya sampai ke kantor, dan tebar pesona didepan karyawannya. Tentu saja ia tidak akan membiarkan Shilla melukai harga dirinya lagi, bisa disebut ini balas dendam. Cakka terkekeh ketika memikirkan itu. "Bisa nggak lo pergi dari kantor gue sekarang? Lo sama sekali gak pantes disini" ucap Shilla ketika mereka berada didalam lift. Hanya mereka berdua karena lift yang mereka kenakan adalah lift khusus atasan. "Nggak bisa, tentu," Shilla menggeram mendengar ucapan Cakka. Cakka tersenyum jahil, ia hanya mengenakan kaus putih polos kesukaannya, celana denim, dan converse, tentu terlihat sangat non formal ketika berada dikantor Shilla, membuat cewek itu tak henti untuk mengkritik pakaian Cakka sejak dimobil hingga sekarang, tapi Cakka terlihat tidak peduli sama sekali. Dari ekor matanya Cakka dapat melihat Shilla yang melirik kearahnya, otaknya berputar ke kejadian tadi pagi, bisa-bisanya cewek itu menendang masa depannya. Cakka menggeleng pelan melihat ekspresi Shilla yang seperti ingin tertawa, namun Shilla berhasil menetralkan mimik wajahnya, drama queen batin Cakka. Suara lift yang terbuka membuyarkan lamunan Cakka, Shilla keluar dari lift lebih dulu dari Cakka. Dagunya terangkat angkuh seperti biasa, aura itu muncul lagi, dan orang-orang disekitarnya benar-benar menunduk tidak berani menatap Shilla, barang hanya sekilas. Cakka mengerutkan kening melihat pemandangan didepannya, mungkin beginilah Shilla dan hidupnya. Didalam ruangannya ada seorang cewek seumuran Shilla, cewek itu terpaku beberapa saat ketika melihatnya, sudah biasa. 5 detik. 10 detik. "Ca..kka?" lirihnya tak percaya, cewek itu berdiri dari duduknya mengambil ponselnya yang terletak diatas meja dan menghampiri cowok itu. "Gue Angel," ucap Angel memperkenalkan diri. "Cakka," Mereka saling menjabat tangan, Cakka dapat melihat Shilla memutar bola matanya malas. "Foto bareng, boleh?" "Boleh," Shilla memilih duduk dikursinya, ia mencek semua data yang terletak diatas mejanya. Pemandangan itu tak luput dari lirikan Cakka, wajah serius Shilla membuatnya tersenyum tipis. Sebenarnya apa isi dari kepala Shilla, gadis itu sama sekali tidak tertebak olehnya, ia akan tampak berbeda dihadapan setiap orang, Jessie, Ify dan Sivia, Mamanya, Angel, atau bahkan dengan Cakka. "Lo boleh duduk disini," Angel mempersilahkan Cakka duduk disofa. "Lo mau minum kopi, teh, jus atau soda?" "Kopi juga boleh," Angel mengangguk. "Wait a minute," ucapnya lalu meninggalkan Cakka dan Shilla. Mata Cakka menyapu setiap sudut ruangan Shilla, terlalu besar untuk dihuni dua orang, semua yang ada diruangan tersusun rapi terawat. Ponsel Cakka berdering, ada nama Maya dilayarnya. "Halo," sapanya setelah mengangkat telefon tersebut. "Gue dirumah lo, pertanyaannya, lo dimana sekarang?" tanya Maya, Cakka menoleh kearah Shilla, cewek itu masih terlihat fokus dengan kerjaannya, perlahan Cakka berdiri dan keluar ruangan. "Di kantor Shilla," "Mau tukar profesi lo sekarang?" "Gue cuma nganterin dia aja," Maya terkekeh, "Mulai protektif hmm?" "Gue akan balik beberapa menit lagi, see you," ucap Cakka tak berniat membalas ucapan Maya, Cakka menutup panggilannya lalu kembali ke ruangan Shilla. Gadis itu masih dalam posisi yang sebelumnya, namun kali ini terlihat sedang menandatangani dokumen-dokumen didalam map. Angel masuk kedalam ruangan dengan secangkir kopi ditangannya. "Maaf Angel, tapi gue ada urusan mendadak," Cakka menyesap sedikit kopi yang Angel bawa. "Lain kali gue akan punya waktu buat kita untuk ngobrol dan minum kopi buatan lo," ucap Cakka dengan sangat menyesal. "Oke, gue ngerti," "Sayang, aku pulang ya, take care," ucapnya pada Shilla lalu mencium pipi cewek itu. Angel yang melihat itu tersenyum samar. "You too," Ucap Shilla membalas ucapan Cakka. -- "Astaga Shilla, ternyata Cakka baik banget, ya Tuhan, gue gak nyangka dia ternyata so sweet banget," ucap Angel menggebu-gebu, ketika Cakka sudah pergi. Shilla hanya dapat menghela nafas, berpura-pura pacaran dengan Cakka benar-benar membuatnya pusing tujuh keliling. "Apa lo ngeliat dia seperti itu?" tanya Shilla, Angel mengangguk membenarkan. "You're lucky, being his girl," "Gimana kalau gue bilang dia gak se-sweet yang lo bayangin, juga gak se-gentle yang lo pikirin?" "Kenapa lo bilang gitu, dia cowok lo kan, seharusnya keburukannya lo bisa terima, and what i see, Cakka gak kayak gitu," Angel mendekati Shilla dan mentap cewek itu lekat-lekat. "Shilla, gue nggak ngerti jalan pikiran lo, gue cukup kenal lo kan? Tapi seandainya ada orang yang nanya apa gue benar-benar kenal lo, gue gak yakin untuk jawab 'ya'," ucap Angel. Shilla mengerjapkan matanya beberapa kali. Kenapa tiba-tiba Angel mengucapkan itu? "Gue gak bisa pahami kenapa lo selalu memakai topeng itu," Shilla tersentak, bagaimana Angel bisa tau kalau sebenarnya ia hanya memasang wajah pura-puranya? "Lo bisa gak percaya sama siapa pun, tapi setidaknya mungkin lo bisa membuka hati," "Kenapa lo bicara seakan akan lo tau tentang gue?" tanya Shilla, nada suaranya berubah sinis. "Lo gak tau apapun tentang gue, Angel," lanjut Shilla. Ia tidak suka orang lain mencampuri urusan pribadinya, termasuk Angel. "Gue berusaha untuk memahami," jawab Angel. "Hubungan gue sama Cakka itu rumit, lo nggak akan paham," tandas Shilla. Angel menyerah, ia tidak akan berkomentar apapun lagi, dalam hatinya ia merasa kasihan pada Cakka, cowok itu tidak benar-benar mendapatkan hati Shilla. Angel mengingat sudah berapa banyak teman kencan Shilla selama setahun ini yang ia kenal, 5, 6, atau 7? Dan sepertinya belum ada satupun yang menang. Shilla mengambil tasnya yang terletak diatas meja, dia tidak ingin berdebat dengan Angel. Shilla berdehem, "Gue harus ke kampus," ucapnya lalu pergi meninggalkan Angel. -- "Mama gak mau tau pokoknya hari ini Mama mau ketemu Shilla," Jenny menatap anaknya yang sedang menonton televisi. Sudah dua hari ia tidak bertemu Shilla, Cakka bilang Shilla sibuk tapi kali ini ia ingin bertemu Shilla. "Ma, Shilla sibuk," ucap Cakka, Jenny menggeleng pelan. "Nggak, itu cuma alasan kamu, besok pagi ini Mama pulang dan kamu tetap kekuh nggak mau ketemuin Mama sama Shilla," "Tapi Ma, Shilla benar-benar sibuk," "Kalau gitu biarin Mama ketemu Shilla dirumahnya," Cakka menyerah ia menghela nafas, "Oke Cakka akan jemput Shilla sekarang," ucap Cakka yang dibalas senyuman kemenangan dari Jenny. Sejak kemarin ia memang sudah berusaha menghubungi Shilla, Shilla tidak menjawab telefonnya tapi gadis itu mengirimkan pesan mengatakan bahwa ia sibuk. Dari rumahnya Cakka hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk sampai dirumah Shilla, dipos satpam Cakka pun langsung menanyakan Shilla pada seorang petugas. "Apa Shilla dirumah?" tanya Cakka setelah tadi sempat basa basi. "Non Shilla baru aja pergi," ucap satpam, id bedgenya tertulis 'MAKMUR SENTOSA'. "Pak Makmur tau Shilla pergi kemana?" "Maaf Mas, tapi Non Shilla nggak bilang," Cakka menganggukkan kepalanya, "Yaudah saya permisi ya Pak, terima kasih," ucap Cakka lalu memasuki mobilnya. Cakka memandang handphonenya, ia langsung melacak posisi nomor handphone Shilla dengan aplikasi Way GPS Tracker di ponselnya. Setelah menemukan lokasi Shilla ia berdecak, tangannya mencengkram stir mobil kuat, hingga buku-buku jarinya memutih. Laju mobilnya lebih cepat dari pada ketika ia menuju rumah Shilla tadi. Club? Kenapa Shilla senang sekali ke tempat itu? Cakka memasuki club malam itu dengan d**a yang bergemuruh, tidak butuh waktu lama untuk menemukan Shilla, gadis itu masih duduk di tempat pertama kali Cakka menemukannya di club ini. "Ini yang lo anggap sibuk?" Cakka bergumam dipunggung Shilla, seperti sadar sesuatu Shilla pun menoleh. Iris matanya menandakan sendu, tapi Cakka tak dapat menebak apapun. "Apa yang lo lakuin disini?" tanya Shilla. "Apa yang gue lakuin disini? Seharusnya gue yang nanya itu ke lo," ucap Cakka sinis. Hening, tangan Cakka mencengkram pergelangan tangan Shilla, ia menarik cewek itu keluar. Shilla mencoba melepaskan cengkraman tangan Cakka tapi tenaganya sama sekali tidak menghasilkan apapun, ia masih sadar, walaupun sudah beberapa gelas anggur putih yang habis diteguknya. "Cuma begini," ucap Shilla, langkah Cakka terhenti ketika Shilla bersuara. "Cuma cara ini, gue bisa menghentikan dari segala rasa sakit," ucap Shilla dengan suara yang semakin lemah. "Dan jauh dari semua yang menghantui gue, dengan begini gue bisa menghentikan dunia yang berputar," cengkraman Cakka terlepas, cowok itu menarik Shilla hingga berdiri di hadapannya. Matanya menyapu mata bening Shilla, yang Cakka lihat hanyalah kaca yang rapuh, sewaktu-waktu kaca itu bisa saja retak dan hancur berkeping-keping. "Tapi cara lo salah Shilla, lo bisa buat gue jadi pelarian lo. I promise, i'll stay," ucap Cakka, emosinya sudah menguap karena ucapan Shilla itu. "Gue gak bisa terima siapapun dihidup gue, orang-orang berjanji sepanjang waktu, lalu mereka berbalik dan mengingkarinya, benar kan?" Cakka tidak tau seberat apa beban yang Shilla tanggung. Janji itu terdengar tulus tapi Shilla tidak percaya, Cakka mengacak rambutnya. Dalam sekali tarikan Shilla sudah berada dalam dekapannya, cewek itu tidak membalas tapi juga tidak menolak, tangan Cakka membelai rambut panjang Shilla lembut. "Gue akan buktiin, dan gue nggak akan berhenti sampai lo percaya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN