PART 5
.-"*"-.
Shilla tau sekarang hidupnya tidak akan pernah baik-baik saja, banyak sekali yang menggunjing hubungan 'palsu' nya dengan Cakka.
Bahkan ada yang terang-terangan mendatangi Shilla kekantornya lalu memaki cewek itu. Shilla sendiri merutuki dirinya, kenapa hidupnya jadi semakin penuh drama? Seperti siang ini, Shilla duduk dikursi kantin dengan tidak nyaman, hampir setiap mata mengawasi gerakkannya,
Shilla berusaha tidak peduli tapi usahanya gagal karena Jessie dan teman-temannya duduk dihadapannya.
"Hai Shilla," sapa mereka bersamaan, Shilla menoleh sejenak, Ify dan Sivia sedang tidak bersamanya, Ify ingin ke toilet dan seperti kebanyakan gadis lainnya yang tidak percaya diri untuk ke toilet sendirian, ia pun meminta Sivia untuk menemaninya.
"Kayaknya gossip lo sama Cakka nggak ada habisnya ya?" Suara Jessie yang pertama kali terdengar setelah beberapa detik hening.
Shilla tidak menjawab, Shilla sendiri tidak menyangka Jessie, Natalie dan Chelsea sefanatik ini.
"Seorang karyawati biasa yang dapat keberuntungan karena peletnya sampai Cakka suka sama dia," sambung Jessie kemudian disambut tawa dari kedua temannya.
Shilla menatap sinis cewek itu, Shilla tidak bisa diam saja kali ini, sejak rekaman saat konferensi pers itu di muat di media massa Jessie semakin terlihat tidak menyukainya, ia akan berusaha memancing kemarahan Shilla dengan merendahkan gadis itu.
"Dan jangan ketipu sama muka polosnya, sebenernya lo mau morotin Cakka kan?"
"b***h," Umpat Shilla, suaranya rendah namun dapat terdengar jelas oleh ketiganya. Tapi Jessie dan kedua temannya malah tertawa.
"You know that, my ass better than your mouth," Shilla terkekeh kejam, ketiganya terkejut dengan ucapan pedas Shilla itu.
"Berani banget lo," Jessie berdiri lalu membentak Shilla, cewek itu menatap mata Jessie tajam.
"Gue udah pernah bilang kan kalau lo akan kecewa ketika tau seberapa kayanya gue," Shilla lalu membuka dompetnya dan menunjukkan Jessie, Natalie dan Chelsea isinya, ada beberapa kartu kredit miliknya, diantaranya ada dua kartu kredit tanpa batas plafon, kartu kredit unlimited itu membuat ketiga cewek itu melongo.
Mereka tau hanya orang-orang tertentu dengan kekayaan yang berlimpah yang punya kartu kredit itu, uang dollar dan rupiah dengan nominal tertinggi tersusun rapi dalam dompet Shilla, lalu gadis itu mengeluarkan selembar kartu namanya, kartu nama berwarna tembaga, dari jarak mereka sekarang pun Jessie tau itu kartu nama yang dibuat sespesial mungkin untuk pemiliknya, sangat bagus dan mewah, benar-benar terlihat sangat mahal.
Shilla meletakkan kartu nama itu diatas meja, ada nama Shilla disana, nama perusahaan miliknya, juga tertera nomor telepon kantor, Oh lalu mereka membaca tulisan dibawah nama Shilla, tulisan bertinta emas yang membuat ketiganya menganga, 'Chief Executive Officer (Pejabat Eksekutif Tertinggi)'.
--
Ify dan Sivia tertawa mendengar cerita Shilla tentang reaksi Jessie dan kedua temannya ketika mengetahui fakta siapa Shilla sebenarnya, Ify dan Sivia yakin besok Jessie, Natalie dan Chelsea tidak akan punya muka lagi untuk bertemu Shilla.
Sebenarnya Ify juga Sivia mengetahui kalau Shilla seorang presiden direktur baru empat bulan yang lalu, Shilla sering sekali menolak ajakan pergi keduanya dengan alasan yang selalu sama yaitu, 'ada urusan' tapi Ify dan Sivia kemudian sadar kalau Shilla sangat sering ada urusan, saat itu Ify ulang tahun lalu Shilla melupakan hari ulang tahunnya, Ify kesal sekali karena Shilla bahkan tak mengucapkan selamat, esoknya Shilla menjelaskan bahwa dia bekerja juga tentang pekerjaannya dan sangat menyesal karena melupakan hari ulang tahun Ify.
Sejak itu mereka mengerti kenapa Shilla selalu pulang lebih dulu ketika mereka bersama atau alasan kenapa Shilla selalu ada urusan.
"Gue gak sabar liat reaksi Jessie besok dikampus," ucap cap Sivia setelah selesai tertawa.
Shilla meneguk sodanya dan mengangkat bahu acuh, setelah ia meletakkan kartu namanya ia langsung meninggalkan Jessie, Natalie dan Chelsea. Sebenarnya ia tidak suka bersikap seperti itu tapi Jessie memaksa dengan mengundang emosinya.
"Dan lo bilang 'my ass better than your mouth'? Astaga Shilla, gue gak nyangka lo bakal bicara sekejam itu," ucap Ify terbelak tak percaya, gadis itu lalu menaikkan kedua kakinya keatas meja dengan bentuk menyilang, punggungnya ia sandarkan di sandaran sofa, menurutnya rumah Shilla adalah rumah paling nyaman untuk mereka bertiga bersantai dan ngobrol seperti sekarang.
"Gue rasa ucapan gue benar," ucap Shilla tak peduli, tentu saja kalimat itu akan menyinggung perasaan ketiganya.
"Gue juga ngefans sama Cakka tapi nggak begitu banget deh sampe ngebully pacarnya," Shilla memutar bola matanya ketika mendengar ucapan Sivia.
"Dan gimana hubungan lo sama Cakka?" tanya Sivia.
"Biasa aja," jawab Shilla sekenanya.
"Masa iya sih lo sama dia gak ada perkembangan?"
"Maksud lo?"
"Like he is a great kisser, perhaps?" Sivia terkikik geli ketika menanyakan itu.
Shilla terbelak, "Atau jangan-jangan lo sama Cakka belum pernah, maksud gue, Cakka nggak pernah nyium lo?" tanya Ify dengan volume suara yang lebih karas.
Pipi Shilla merona, betapa memalukannya jika Ify dan Sivia tau bahwa ia yang meminta Cakka untuk menciumnya, dan bagaimana intimnya ciuman mereka itu, Astaga.
"Lo blushing, gue jadi pengen rasain juga," kata Sivia terkekeh.
"Cie, ceritain ke kita dong," Kini Ify dan Sivia memusatkan pandangan mereka ke arah Shilla.
Shilla mengerjap beberapa kali, benar-benar tidak bisa menutupi pipinya yang merona.
"Gue.. Emm, he's a good kisser," ucap Shilla akhirnya, ia tidak berbohong, dan pipinya semakin merah padam sekarang.
"CIEE..."
--
Cakka menghapus keringat diwajahnya dengan handuk kecil, wajahnya memerah namun sama sekali tidak mengurangi ketampanannya.
Mamanya-Jenny- berdiri berkacak pinggang tidak jauh dari tempat Cakka, wanita berumur 45 tahun itu sudah menunggu anak sulungnya sejak tadi, dan yang terlihat Cakka masih asik dengan push-up yang ia lakukan, hingga beberapa saat wanita itu menunggu dan cowok itu menyelesaikan olahraganya.
"Ma, Cakka kan udah bilang kalau Cakka nggak bisa ketemuin Mama sama Shilla sekarang," pemuda itu menjelaskan.
Sejak satu tahun Cakka turun kedunia entertaiment Papanya dimutasi ke Medan, karena merasa cukup dewasa untuk hidup sendiri ia pun memilih pisah rumah dengan orang tuanya dan mencoba untuk hidup mandiri di ibu kota.
Lalu beredar gossip Cakka dengan pacar barunya, bukan hanya menggetarkan hati publik, Mamanya pun ikut tergetarkan dengan gosip itu, beberapa kali Cakka kerap membuat Mamanya terbang ke Jakarta hanya untuk memastikan kebenaran gossipnya, seperti yang ia lalukan saat ini.
"Mama harus tau seperti apa orang yang kamu pacari," tuntut Jenny, Cakka mengambil botol minumannya diatas meja lalu meneguk airnya.
"Shilla sibuk," tandas Cakka.
"Sibuk? Pasti Shilla punya waktu untuk kamu,"
"Dia sibuk Ma, kuliah dan kerja, cukup merepotkan, kan?"
"Tapi kan..." ucapan Jenny terpotong ketika suara pembantu rumah Cakka terdengar.
"Mas Cakka ada tamu didepan," kata Bi Rani pada Cakka.
"Siapa Bi?" tanya Cakka, Maya kah?
"Itu loh mas, pacarnya mas Cakka," ucapan Bi Rani membuat Jenny terpekik senang, wanita itu lalu meninggalkan Cakka begitu saja.
Cakka sendiri tidak dapat bereaksi, ia menelan ludahnya lalu mengejar Mamanya, apa mungkin itu Shilla?
"... Kamu harus ikut kalau begitu ke Medan, adiknya Cakka namanya Difa," Cakka melongo Shilla disana, sedang duduk dengan Mamanya dan mereka sedang mengobrol ria.
"Iya Tante," ucap Shilla.
Cakka menghampiri keduanya lalu duduk disamping Shilla.
"Oh iya, kamu udah makan siang? Makan disini aja ya, biar Tante yang masakin, atau kamu mau bantuin Tante masak?" Jenny bertanya pada Shilla, mereka berdua seperti tidak menganggap Cakka ada, Cakka menatap keduanya bergantian.
"Ma, Shilla nggak bisa mas..." Tiba-tiba Shilla menutup mulut Cakka dengan telapak tangannya.
"Shilla mau belajar kok Tante," ucap Shilla lalu tersenyum.
"Boleh, nanti Tante ajari segala macam resep, bikin kue kering, masakan tradisional sampai international nanti Tante ajarin," ucap Jenny semangat,
Shilla melepaskan tangannya dari mulut Cakka. "Lo kan, emm maksudnya, sayang, kamu yakin mau masak?" tanya Cakka kepada Shilla, betapa kagetnya Cakka ketika tau Shilla ingin belajar memasak.
Hal yang Cakka pastikan sama sekali belum pernah Shilla lakukan.
"Kamu ini kenapa sih, Shilla kan mau belajar masak sama Mama, harusnya kamu dukung dong, nanti kalau kamu nikah sama Shilla dan kamu ingin makan masakan rumah, kan ada yang masakin, masakan istri itu tiada duanya loh Kka," ucap Jenny dengan nada protes.
"Mamaku sayang, tapi Shilla dateng kesini bukan untuk masak,"
"Tapi Mama mau ngajarin Shilla masak," Jenny mendengus kesal.
Shilla menatap Cakka ikut protes, "Gak apa-apa kok sayang," ucap Shilla dengan nada lembut.
Cakka tidak bisa menolak, kenapa Shilla bisa terlihat begitu manis ketika bicara didepan Mamanya? Dan bagaimana bisa cewek itu berakting seolah mereka adalah pasangan yang saling mencintai?
"Tuh, ayo Shill, ke dapur," ucap Jenny.
"Sebentar ya Tante, Shilla mau bicara sebentar sama Cakka," ucap Shilla, Jenny tersenyum.
"Oke," ucapnya lalu meninggalkan mereka berdua.
"Lo yakin mau belajar sama mama?" tanya Cakka dengan suara yang terdengar seperti berbisik.
"Ya, kenapa, lo ngeraguin gue?"
"Gue tau lo gak bisa masak,"
"Gue kan udah bilang, gue mau belajar, orang-orang bisa karena proses kan?"
"Tap---" ucapan Cakka terputus karena tiba-tiba Shilla mencium pipinya.
"Nyokap lo ngeliatin kita btw," bisiknya ditelinga Cakka sebelum melenggang meninggalkan Cakka yang terpaku ditempatnya.
--
Shilla memasukkan bumbu-bumbu yang Mamanya Cakka-Tante Jenny- sediakan kedalam wajan supnya, aroma khas langsung tercium ke indera penciumannya. Bibirnya tak berhenti tersenyum, pengalaman memasak yang menyenangkan, tentu saja.
"Aroma nya sampai kekamar aku," Cakka datang menghampiri Shilla.
Ia terlihat lebih segar dan terlihat sudah selesai mandi, Cakka mengenakan kaus berkerah berwarna biru langit dan jeans hitam, seperti biasa, simple tapi tetap menawan.
"Sebentar lagi selesai, kamu harus cobain," ucap Shilla, Cakka mencium pipi Shilla kilat.
"Satu sama," bisik Cakka.
"Lo!!! Ugh!" Shilla mendengus kesal, yang dibalas kekehan Cakka.
Mama Cakka yang melihat keduanya hanya menggeleng pelan.
"Mama masih disini loh," sindir wanita itu, Cakka lalu berjalan kearah mamanya dan mencium pipi wanita itu.
"Mama mau Cakka cium juga kan?"
"Nggak tuh," jawab wanita itu lalu mendorong Cakka menjauh, Cakka tertawa melihat Mamanya.
"Aku tunggu dimeja makan," ucapnya disela tawanya.
Setelah selesai Shilla mulai menata makanan yang ia dan Mama Cakka masak diatas meja makan, ia meletakkan mangkuk sup ayam, udang goreng, dan juga sambal tahu, Mama Cakka mengajarinya dengan begitu baik sehingga ia mudah mengerti.
Betapa kagetnya ia ketika mengetahui wanita itu adalah Mama Cakka, terlihat sangat ceria dan wajahnya sangat muda, orang-orang tidak akan menyangka kalau ternyata wanita itu sudah memiliki anak sebesar Cakka, bahkan sifatnya terlihat kekanakan yang suka protes dan ngambek. Shilla tidak menyangka kedatangannya yang semula hanya iseng untuk menemui Cakka malah akan berakhir panjang seperti ini.
Shilla duduk disebelah Cakka, dengan tante Jenny yang berada di kursi didepan mereka. Shilla memberikan piring ke Tante Jenny dan Cakka, ia juga menyendokkan nasi ke piring kosong Cakka, keduanya tidak melihat senyum wanita itu, betapa manisnya pemandangan itu.
"Kalian cocok," ucap Tante Jenny, gerakan tangan Shilla terhenti sesaat, Cakka menyadari gerakan Shilla yang terhenti.
"Ma.." tegur Cakka. Shilla melanjutkan menuang sup ke mangkuk Cakka.
"Memangnya ada yang salah dengan ucapan mama? Mama kan cuma bilang kalau kamu sama Shilla itu cocok,"
"Tapi Mama buat Shilla nggak nyaman,"
"Kalian ini malu-malu kucing ya, oh iya kamu umur berapa sayang?" tanya tante Jenny pada Shilla, mengabaikan ucapan putranya.
"Dua puluh empat tante," jawab Shilla.
"Seumuran dong sama Cakka, sayangnya Cakka nggak lanjutin kuliahnya, cuma sampai semester enam dan berhenti , padahal tante inginnya sampai S3, kamu lagi program S2 kan? Dan sambil kerja juga?"
"Iya Tante,"
"Wah bagus dong, yang terpenting kamu harus bisa seimbangin waktu kerja sama kuliah, jangan berhenti kuliahnya, jangan terlalu capek, nanti sakit, kalau ada apa-apa kamu boleh kok cerita sama Tante," Shilla hanya menjawab dengan senyuman dibibirnya, tak bisa dipungkiri ucapan Jenny menghangatkan hatinya, dia merasa seperti sudah kenal lama dengan Mamanya Cakka.
"Gimana masakan Shilla, Kka?" Jenny balik bertanya pada Cakka.
"Rasanya enak, aku suka, lain kali kamu masakin aku lagi ya," ucapnya pada Shilla, Shilla tersenyum bangga dipuji seperti itu.
"I will,"
"Kalian berdua bikin Mama iri deh,"
"Ma.. Jangan mulai deh, Mama kapan sih pulangnya?"
"Jadi kamu ngusir Mama?" tanya Jenny dengan nada protes.
"Bukan gitu Ma, tap--" ucapan Cakka terpotong.
"Tante boleh kok tinggal dirumah Shilla, kebetulan orang tua Shilla lagi dinas keluar negeri," potong cewek itu membuat Cakka melongo.
"Yang bener?"
"Iya, nanti Tante bisa ajarin Shilla masak lagi kan?"
"Bisa-bisa, dari dulu Tante pengen punya anak cewek biar bisa diajarin masak, tapi yang ada dua-duanya cowok, tapi kali ini Tante bakal punya anak cewek, kamu mau diajarin masak lagi kan?"
"Mau banget Tante,"
"Ma, Mama jangan ngerepotin Shilla gitu dong, lagian aku nggak ngusir Mama," ucap Cakka setelah menyuapkan suapan terakhirnya.
"Tapi Mama mau ajarin Shilla masak," balas Jenny bersih keras.
"Lain kali kan bisa Ma,"
"Kalau gitu Shilla yang bermalam disini," tandas Jenny tak ingin dibantah, Shilla tersenyum melihat pertengkaran kecil antara anak dan ibu itu.
"Kamu mau kan sayang?" tanya Tante Jenny penuh harap.
Tidak ingin mengecewakan wanita itu, akhirnya Shilla pun mengangguk mengiyakan. Setelah selesai dan membereskan meja makan, Shilla pun mengangkat piring-piring ke wastafel dibantu oleh Bi Rani.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Shilla ketus pada Cakka yang sejak tadi tidak melepaskan pandangannya pada Shilla.
Mama Cakka baru saja pergi ke kamarnya karena mendengar ponselnya berdering.
"Kamu," jawab Cakka.
"Apa yang salah?"
"Nothing,"
"Jadi kenapa ngeliatnya gitu?"
"Emangnya salah?"
"Aish," Shilla menghampiri cowok itu dan melotot, seandainya Bi Rani tidak disini, Shilla pastikan ia sudah menendang cowok itu.
Cakka terkekeh pelan, "Good acting," ucapnya sengaja dalam bahasa Inggris, tentu itu membuat Bi Rani tidak mengerti maksud Cakka.
"Just good? I'm atcually, extraordinary,"
"Memuji diri sendiri, huh?" Shilla mengangkat bahu acuh.
"No, that's fact," Cakka terkekeh,
"Oke miss, you win," Shilla tersenyum tipis, ia tidak akan menyangkal bahwa hari ini sangat menyenangkan.
--
"Kamu tidur disebelah kamar Cakka dilantai atas, kamarnya udah diberesin Bi Rani kok," ucap Jenny ketika Shilla sudah kembali dari rumahnya untuk mengambil pakaian gantinya.
"Tante seneng kamu mau bermalam disini," ucap wanita itu lagi.
Jenny mengantarkan Shilla ke kamarnya, kamar bernuansa biru langit, tidak sebesar kamarnya tapi cukup nyaman untuk ditempati.
"Kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa panggil Bi Rani, nanti Bi Rani yang bantuin," Shilla mengangguk paham.
"Tante kebawah dulu ya," Jenny melangkah menjauhi Shilla.
"Tante," Panggil Shilla ketika Jenny sudah diambang pintu, wanita itu menoleh.
"Makasih," ucap Shilla tersenyum tulus, Tante Jenny mengangguk dan membalas senyuman Shilla.
Sudah lama Shilla tidak mengucapkan kata itu, ia tidak pernah berterima kasih atau pun meminta maaf pada siapa pun sejak 8 tahun lalu, ini yang pertama setelah sekian lama.
Dinding itu terlalu tinggi, sehingga menutup pintu hatinya untuk mengucapkan itu, bahkan ketika ia lupa akan hari ulang tahun Ify, Shilla tidak mengucapkan maaf, hanya kata-kata menyesal, atau ketika ia menabrak mobil Cakka, Shilla ingat sekali, ia hanya meminta nomor rekening pemuda itu. Shilla duduk disisi ranjang, hidup Cakka cukup sempurna, ia punya orang tua yang menyayanginya, karier yang sempurna juga hidup yang orang lain inginkan.
"Apa yang lo pikirkan?" Shilla tersentak ketika mendengar suara seseorang.
Cakka berdiri bersandar di tiang pintu.
"What are doing there?" Shilla balik bertanya, ia merutuki kebodohannya karena tidak mengunci pintu setelah Mama Cakka keluar.
"Gak sengaja lewat dan gue liat lo ngelamun, gue baru aja berniat ngunci pintu dan memperkosa lo disini," ucap Cakka lalu tertawa keras.
Shilla mengambil bantal lalu dengan sigap melempar bantal itu ke arah Cakka. Namun lemparan Shilla sama sekali tidak mengenai Cakka, cowok itu sudah lebih dulu menangkap bantal itu.
"b******k," umpatnya membuat Cakka semakin tertawa.
"Tapi gue berubah pikiran, soalnya gue gak suka cewek berdada rata kayak lo," ucap Cakka dengan nada sok serius, beberapa saat kemudian ia tertawa nyaring lalu pergi meninggalkan Shilla.
Ditempatnya, mata Shilla membulat, 'berdada rata' katanya? Yang benar saja, dia 34C, lalu cowok itu masih bilang ia berdada rata? Shilla mendesis kesal.
"Jadi lo maunya segede Nicki Minaj? ntar gue pompa!"
Pompa? Buat apa ia melakukan itu hanya untuk Cakka, Shilla menjambak rambutnya pelan.
"Sialan, Cakka," pekiknya tertahan.