Bab 2. Pisah Ranjang

1312 Kata
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Sandra sembari menatap lelaki yang pernah menjadi masa lalunya itu. Rangga adalah kekasihnya sewaktu masih SMA. Keduanya berpacaran sampai sama-sama lulus sekolah. Namun, hubungan mereka harus kandas saat Rangga memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke London, atas permintaan orang tuanya. Rangga pergi tanpa meninggalkan pesan apapun kepada Sandra. Bahkan nomor telepon dan media sosialnya pun semuanya tidak aktif setelahnya. "Harusnya aku yang bertanya, kenapa kamu ada di sini, di tempat yang sepi dan berteriak-teriak sambil menangis. Apa kamu pikir dinding-dinding di kantor ini tidak punya telinga?" balas lelaki itu sembari mendekat ke arah Sandra. "Ternyata kamu tidak berubah. Kamu masih sama seperti dulu. Suka menyendiri dan menangis jika sedang sedih," kekeh Rangga. Namun, Sandra masih bergeming. "Kalau kamu sudah puas menangis, hapus air mata itu," lanjutnya sembari mengulurkan sapu tangan ke arah Sandra. Wanita itu menatap Rangga dengan perasaan campur aduk. Ingatannya kembali pada kejadian tujuh tahun yang lalu saat datang ke rumah Rangga untuk mencari lelaki itu. Namun, orang tua Rangga mengatakan kalau lelaki itu telah berangkat ke London untuk melanjutkan kuliah. Bahkan ibu Rangga mengusir Sandra dan mengatakan agar wanita itu melupakan anaknya karena Rangga harus berkonsentrasi belajar di sana. Ibu Rangga juga mengatakan kalau anak lelakinya itu sudah dijodohkan dengan anak rekan bisnis suaminya di London. Hati Sandra hancur karena Rangga tiba-tiba pergi tanpa pesan. Padahal, di era digital seperti sekarang, jarak tidak menjadi masalah. Jika Rangga mau, mereka masih bisa berhubungan meskipun harus LDR. Kalaupun memang benar Rangga telah dijodohkan, harusnya lelaki itu memutuskan hubungan mereka terlebih dahulu. Bukan tiba-tiba pergi tanpa pesan. Sandra tidak bisa lagi menghubungi Rangga karena nomor telepon dan semua media sosialnya sudah tidak aktif lagi. Sejak saat itu Sandra mencoba melupakan Rangga. Wanita itu pindah ke Surabaya mengikuti dinas sang ayah yang kebetulan dimutasi ke sana. Sandra memilih berkonsentrasi kuliah hingga akhirnya bisa meraih gelar sarjana, lalu bekerja di sebuah perusahaan besar di kota pahlawan itu. "Kenapa kamu muncul lagi setelah sekian lama pergi tanpa pesan?" tanya Sandra kesal. Baru saja dirinya kecewa karena sang suami berselingkuh dengan sekretarisnya. Kini harus bertemu sang mantan yang dulu meninggalkannya tanpa kata putus. "Aku bisa jelaskan. Ini semua hanya salah paham. Aku sudah lama mencarimu, Sandra. Akhirnya setelah sekian tahun kita dipertemukan juga. Aku ingin menjelaskan semua padamu." "Tidak perlu! Semua sudah terlambat. Kita sudah tidak mungkin bisa seperti dulu lagi," balas Sandra sembari berbalik hendak meninggalkan Rangga. "Aku nggak peduli. Aku tetap ingin menjelaskan semua salah paham ini. Sudah bertahun-tahun aku menunggumu momen ini untuk bisa menjelaskan padamu. Tolong beri aku waktu," mohon Rangga sembari mencegah Sandra pergi dengan mencekal pergelangan tangannya. "Aku tidak ingin mendengarkan apapun darimu. Aku sedang banyak masalah. Jadi, jangan bikin aku tambah pusing," balas Sandra sembari melepaskan tangan Rangga. "Tapi, Sandra. Aku--" Obrolan keduanya terjeda saat ponsel Sandra berdering. Wanita itu meletakkan jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat kepada Rangga agar diam. "Tumben Ibu menelpon malam-malam," batin Sandra sembari menggeser tombol hijau di layar ponselnya. "Assalamualaikum, Bu," sapanya setelah telepon tersambung. "Waalaikumsalam, Sandra. Kamu di mana?" tanya Fitri, ibunya Sandra. "Saya di kantor, Bu." "Apa? Kamu di kantor?" tanya Fitri dengan nada agak tinggi. "Iya, Bu. Aku masih di kantor. Ada apa?" "Astaghfirullahaladzim. Sudah malam kamu masih di kantor? Masih kerja? Bukannya kamu baru pulang dari Jakarta? Apa kamu tidak capek? Memangnya atasan kamu tidak memberikan libur setelah satu minggu kamu keluar kota?" "Bu, aku--" "Pulanglah, Nak! Kasihan suamimu." "Tapi, Bu--" "Sandra, Ibu di rumah kamu sekarang," potong Fitri membuat Sandra terkejut. "Ibu ada di rumahku? Kok tumben malam-malam?" "Ibu kangen," balas wanita paruh baya itu membuat Sandra menghela napas berat. Sebelum terbang dari Jakarta ke Surabaya tadi sore, Sandra memang sempat mengabarkan kepada ibunya kalau dirinya akan sampai di Surabaya malam ini. Lebih cepat satu hari dari jadwal yang seharusnya. Sandra tidak memberitahukan Bayu karena tujuannya ingin memberikan kejutan anniversary kepada sang suami. Namun, siapa sangka sang ibu malah datang ke rumahnya, seolah tau telah terjadi sesuatu dalam rumah tangganya malam itu. "Nggak tahu kenapa perasaan Ibu nggak enak. Ibu tiba-tiba kangen pengen ketemu. Kamu waktu di Jakarta baik-baik saja, kan?" tanya sang ibu. Perasaan seorang Ibu memang tidak pernah salah. Saat anaknya tertimpa masalah, Ibu pun ikut merasakan meskipun tanpa diberitahu. Namun, Sandra tidak ingin ibunya tahu masalah rumah tangga yang ia hadapi dengan Bayu saat ini. Selama ini, yang diketahui oleh Fitri, Bayu adalah lelaki yang baik, malaikat penyelamat keluarganya. Dulu saat ayah Sandra sakit keras, Bayu lah yang selalu ada untuknya. Bayu juga yang bolak-balik ke rumah sakit mengantar suaminya, bahkan tak jarang ikut begadang berjaga di rumah sakit. Hingga akhirnya, ayahnya Sandra itu dipanggil Yang Maha Kuasa. Sepeninggal sang ayah, Sandra mulai jatuh hati pada sosok Bayu. Kebaikan dan ketulusan lelaki itu berhasil meluluhkan hati Sandra dan membuatnya lupa pada Rangga. Akhirnya mereka pun menikah dan mendapatkan dukungan penuh dari Fitri. Hingga saat ini, ibunya Sandra itu masih selalu menganggap Bayu adalah Malaikat Tanpa Sayap yang diturunkan Tuhan untuk menjadi pengganti sang suami. "Baiklah, Bu. Sandra pulang sekarang," putus Sandra akhirnya. Keduanya pun mengakhiri panggilan setelah saling mengucapkan salam. "Sandra, kita masih bisa bertemu, kan?" tanya Rangga yang merasa situasinya sekarang tidak memungkinkan untuknya memberikan penjelasan tentang kesalahpahaman mereka di masa lalu. "Aku nggak janji," balas Sandra sembari melangkah meninggalkan Rangga yang hanya bisa mengembuskan napas panjang dan menatap punggung wanita itu yang semakin menjauh. Lelaki itu kemudian mendatangi pos security dan menanyakan tentang Sandra kepada petugas keamanan itu. "Oh, yang tadi itu namanya Bu Sandra, Pak. Beliau menjabat sebagai manajer keuangank tetapi sering diminta mewakili Pak Anwar, direktur perusahaan yang lama saat berhalangan," jelas Security. "Jadi dia kerja di sini?" tanya Bayu memastikan. Security pun mengangguk mengiyakan. Lelaki itu kemudian tersenyum. "Mungkin belum saatnya kita berbicarak Sandra. Masih banyak kesempatan. Aku akan menunggu waktu yang tepat," batin lelaki itu sembari berpamitan kepada Security dan meninggalkan PT Adinata Jaya Perkasa. Sementara itu, Sandra melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumahnya. Sebenarnya wanita itu tidak ingin kembali ke rumah dan bertemu lagi dengan Bayu. Bayangan sang suami sedang bergumul mesra dengan Fira masih begitu membekas dalam ingatannya. Namun, demi sang ibu, Sandra harus bisa menahan diri. Kondisi kesehatan jantung Fitri akhir-akhir ini kurang baik, sehingga membuatnya tidak mau mengambil resiko. "Sayang, kamu sudah pulang?" sambut Bayu saat melihat Sandra turun dari mobil, seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Sandra hanya tersenyum tipis dan terpaksa menjabat dan mencium punggung tangan lelaki yang masih menjadi suaminya itu. Sedangkan Fitri yang berdiri di belakang Bayu langsung memeluknya. "Kamu baik-baik saja kan, Nak? Ibu kangen banget sama kamu. Nggak tahu kenapa perasaan Ibu nggak enak," ucap Fitri masih dalam posisi memeluk Sandra. "Aku baik-baik saja, Bu," balas Sandra setelah melepaskan pelukan sang ibu. "Alhamdulillah. Ya sudah, kita makan malam dulu, yuk. Kamu dan Bayu pasti belum makan. Tadi Ibu sudah membawakan masakan buat kalian," ajak Fitri. Sandra dan Bayu pun mengangguk lalu mengikuti wanita itu. Ketiganya makan malam bersama sambil mengobrol. Bayu dan Sandra pun berusaha bersikap sewajarnya di depan sang Ibu seolah tidak terjadi apa-apa. Setelah makan malam, Bayu dan Sandra kembali ke kamar. Sementara sang Ibu tidur di kamar tamu. "Sayang, soal yang tadi aku benar-benar minta maaf. Aku sudah putuskan Fira. Bahkan aku sudah memecatnya dari kantor. Aku janji akan memperbaiki hubungan kita," ucap Bayu saat keduanya sudah berada di kamar. Lelaki itu duduk di tepi ranjang mendekati sang istri. Namun, Sandra malah mundur dan memberi jarak dari sang suami. Wanita itu mengambil bantal dan memberikannya kepada Bayu. "Kamu tidur di sofa," ucapnya membuat Bayu ternganga. "Apa maksudnya ini, Sayang?" "Mulai malam ini, aku tidak mau tidur satu ranjang denganmu. Kita pisah ranjang." "Tapi, Sayang--" "Jangan protes! Kalau bukan karena ibu, aku tidak akan kembali ke rumah ini," balas Sandra membuat Bayu menghela napas panjang. Lelaki itu mengambil bantal pemberian Sandra, lalu berpindah ke sofa. "Aku harus bersabar. Kelemahanmu adalah ibu. Aku akan menggunakan ibu untuk bisa mendapatkan maafmu kembali, Sandra."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN