Bab 3. Pimpinan yang Baru

1405 Kata
"Sandra, ayo sarapan dulu. Ibu sudah siapin semuanya," ucap Fitri saat melihat Sandra turun dari lantai dua. Wanita itu terkejut melihat sang ibu sudah duduk di meja makan yang penuh dengan menu sarapan bersama Bayu. Pantas saja saat tadi terbangun Sandra tidak melihat Bayu di kamar ternyata dia sudah turun dan berpakaian rapi untuk bersiap ke kantor. "Ibu yang siapin semua ini?" tanya Sandra sembari mendekat. "Iya. Ibu tahu kamu tidak mungkin sempat membuatkan sarapan suamimu. Kamu harus berangkat pagi-pagi apalagi katanya mau ada bos baru di kantormu. Makanya kamu harus sarapan dulu, sini duduk!" Sandra menghela napas panjang, lalu duduk di samping sang ibu. Wanita itu tidak tega menolak ajakan sarapan setelah dengan susah payah ibunya mempersiapkan semuanya. Meskipun sebenarnya Sandra takut jika terlambat ke kantor. Sementara Bayu tersenyum puas. Namun, Sandra hanya meliriknya sekilas. "Masakan ibu enak sekali," puji Bayu sembari mengunyah nasi goreng spesial buatan Ibu mertuanya, lalu melirik ke arah Sandra juga sedang sibuk menikmati masakan sang ibu. "Kamu bisa saja menyenangkan hati ibu, Bayu. Mulai hari ini ibu akan tinggal bersama kalian," ucap Fitri membuat Sandra tersedak. "Hati-hati kalau makan, Sayang," ucap Bayu sembari menyodorkan segelas air putih kepada sang istri. Entah kenapa panggilan sayang dari mulut Bayu kini terdengar memuakkan di telinga Sandra. Namun, terpaksa wanita menerimanya agar sang Ibu tidak curiga. Sandra kemudian meneguk air putih pemberian Bayu hingga habis. "Ibu yakin mau tinggal di rumah Sandra?" tanya wanita itu setelah meletakkan gelas di meja. Selama ini ibunya memang mengaku lebih nyaman tinggal bersama kakaknya yang juga telah menikah dan memiliki dua orang anak. "Iya. Memangnya kenapa? Ibu tidak boleh tinggal di sini?" Fitri menatap ke arah Putri bungsunya "Bukan begitu, Bu. Bukannya ibu pernah bilang lebih senang tinggal di rumah Mbak Ira karena di sana ada cucu-cucu yang pasti tidak akan membuat ibu kesepian. Kalau di rumah ini, Ibu pasti akan kesepian. Sandra dan Mas Bayu kan sibuk kerja dan jarang di rumah," jelas Sandra agar sang Ibu tidak salah paham. Wanita itu bukan tidak senang kalau sang ibu tinggal di rumahnya, akan tetapi Sandra takut ibunya akan tahu masalah perselingkuhan suaminya. Sandra tidak mungkin terus-menerus bersandiwara dan pura-pura tidak terjadi apa-apa antara dirinya dengan Bayu di depan sang ibu. Setiap kali melihat suaminya, Sandra selalu teringat kejadian malam itu saat Bayu sedang berbagi peluh dengan Fira, wanita selingkuhannya. Wanita itu ingin menjauh dari Bayu sembari mencari cara atau menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan kepada sang ibu tentang masalah perselingkuhan suaminya, juga niatnya untuk berpisah dari Bayu. Sandra belum berani menyampaikan hal tersebut kepada ibunya karena wanita paruh baya itu memiliki riwayat penyakit jantung yang serius. Sandra bermaksud ingin menyampaikan kepada sang ibu dengan pelan-pelan agar wanita paruh baya itu bisa menerima tanpa membuatnya drop karena kecewa dengan kenyataan tentang Bayu. Wanita itu tahu betul kalau sang ibu sangat menyayangi Bayu seperti anak kandungnya sendiri. "Ibu berubah pikiran. Ibu ingin tinggal di sini. Itu juga kalau kalian mengijinkan," balas Fitri membuat Sandra pasrah. Mana mungkin dia melarang sang ibu tinggal di rumahnya. Yang ada nanti Fitri malah curiga. "Bu, tentu saja kami mengizinkan ibu tinggal di sini. Mana mungkin kami melarang. Justru kami malah senang kalau ibu mau tinggal bersama kami. Iya kan, Sayang?" balas Bayu sambil tersenyum penuh kemenangan dan menoleh ke arah sang istri. Lelaki itu tahu betul kalau Sandra tidak mungkin menceritakan perselingkuhannya kepada sang ibu. Setidaknya untuk saat ini. Kesempatan itu akan dipakai Bayu untuk memperbaiki hubungannya dengan Sandra. "Iya, Bu. Mas Bayu benar. Sandra senang kok ibu tinggal di sini. Tapi, Ibu jangan capek-capek menyiapkan sarapan buat kami. Ibu kan harus banyak istirahat. Kami sudah terbiasa kok sarapan di kantor," balas Sandra akhirnya. Sandra dan Bayu memang tidak memiliki asisten rumah tangga karena mereka tidak nyaman jika ada orang lain yang tinggal di rumahnya. Untuk urusan membersihkan rumah, Sandra sudah berlangganan jasa pembersih rumah. Sedangkan untuk baju biasa di laundry dan urusan makan wanita itu lebih sering memesan via online. "Iya, Ibu akan masak kalau lagi pingin saja. Kalian jangan khawatir," balas Fitri. Sandra pun segera menghabiskan sarapannya dan berpamitan untuk berangkat ke kantor karena takut terlambat. Pagi ini dia harus datang lebih pagi dari biasanya mengingat akan ada penyambutan pimpinan baru perusahaannya. Sementara Bayu masih berbincang dengan ibu mertuanya sembari menghabiskan sarapan. Sandra memacu mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan Kota Surabaya. Berulang kali wanita itu melirik benda bulat di pergelangan tangan kirinya sambil sesekali mencengkram setir mobilnya dengan kuat. Sandra menghembuskan napas kasar karena kesal melihat jalanan sudah mulai macet. Seandainya tadi tidak sarapan dulu, mungkin Sandra bisa lebih cepat beberapa menit sampai di kantor. Namun, wanita itu tidak mungkin menolak sarapan, jika sang Ibu sudah mempersiapkannya sedemikian rupa. "Aku tidak mungkin terus tinggal satu atap dengan Mas Bayu setelah apa yang terjadi. Sepertinya Mas Bayu sengaja memanfaatkan ibu untuk memperbaiki hubungan kami. Apa yang harus aku lakukan?" Sandra mengusap wajahnya dengan kasar lalu kembali fokus menyetir. Hingga akhirnya kendaraan roda empat yang dikendarainya sampai di area parkir PT Adinata Jaya Perkasa. Setelah memarkirkan mobilnya, Sandra tergesa-gesa melangkahkan kaki memasuki gedung tempatnya bekerja itu. "Hampir telat," gumamnya sembari mempercepat langkah. Namun, langkahnya seketika terhenti saat seorang lelaki tiba-tiba sudah berdiri depannya. "Jangan terburu-buru, Sandra," ucap lelaki itu sembari tersenyum membuat Sandra melebarkan kedua matanya. "Kamu lagi? Ngapain kamu ada di sini? Sengaja ngikuti aku, ya?" tanya wanita itu kesal. Lagi, Sandra melirik ke arah benda bulat di tangan kirinya. "Kenapa kamu berpikir kalau aku mengikutimu? Aku di sini karena--" "Sudah, sudah! Aku nggak punya banyak waktu. Aku sudah telat. Minggir!" ucap Sandra sembari mendorong pundak Rangga. Terpaksa lelaki itu memberikan jalan kepada Sandra yang langsung mempercepat langkah meninggalkannya. Rangga hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya dan melihat punggung wanita itu yang semakin menjauh. "Bu Sandra? Syukurlah. Saya kira Anda tidak datang," ucap Indi--sekretaris Sandra begitu wanita itu tiba di ruangannya. "Aku terlambat, ya?" tanya Sandra sambil meletakkan tas di mejanya. "Belum terlambat sih, Bu. Tapi pimpinan perusahaan yang baru sudah datang," balas Indi membuat Sandra melebarkan kedua matanya. "Sungguh? Dimana dia sekarang?" "Barusan dari sini mencari ibu. Tapi terus keluar lagi karena ibu belum datang. Memangnya Ibu tadi tidak bertemu dengannya di depan?" tanya Indi yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Sandra. "Ini sungguh memalukan. Di hari pertama pimpinan perusahaan yang baru mulai bertugas, beliau langsung datang ke ruanganku dan aku belum datang. Astaga, apa dia marah karena aku belum datang?" tanya Sandra cemas. Yang ada dalam pikirannya, pimpinan baru perusahaan sama seperti Pak Anwar, pimpinan sebelumnya yang memang terkenal tegas dan sedikit arogan. "Tidak, Bu. Sepertinya beliau tidak marah. Ibu tahu, nggak? Pimpinan kita yang baru teenyata masih muda, tampan dan ramah. Beda sekali sama Pak Anwar," ucap Indi membuat Sandra menghela napas lega. "Syukurlah kalau begitu. Lalu beliau bilang apa tadi?" "Beliau bilang kalau Ibu sudah datang suruh langsung ke ruangannya." "Oke, temani aku ke sana, ya," pinta Sandra. Indi pun mengangguk, lalu kedua wanita itu bergegas keluar ruangan menuju ruang utama tempat pimpinan perusahaan. Sandra berhenti sejenak di depan ruangan sembari merarik napas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan. "Ibu kenapa?" "Nggak apa-apa. Aku hanya grogi saja." "Perlu saya temani ke dalam, Bu?" "Tidak usah. Kamu tunggu di sini saja." "Baik." Sandra mengetuk pintu setelah menormalkan detak jantungnya. "Masuk!" ucap seseorang dari dalam ruangan. Wanita itu pun membuka pintu lalu menutupnya kembali. "Selamat pagi, Pak. Apa tadi Anda mencari saya? Maaf, saya terlambat karena jalan macet," ucap Sandra sembari menatap seseorang yang duduk di balik kursi dengan posisi memunggunginya. Kedua mata Sandra melebar sempurna saat lelaki di depannya itu memutar kursi dan keduanya saling berhadapan. "Apa kabar, Sandra?" tanya lelaki itu sembari tersenyum dan berdiri. "Rangga? Kamu lagi? Lelucon macam apa ini?" "Ini bukan lelucon." "Jadi?" "Ya, aku pimpinan yang baru di sini. Pemilik perusahaan ini adalah papaku dan Pak Anwar adalah orang kepercayaan Papa yang memang ditugaskan menghandle perusahaan yang di Surabaya selama aku masih kuliah di London." "Apa? Jadi sekarang kamu adalah atasanku?" Sandra syok. "Iya dan sebagai atasanmu yang baru aku memerintahkan padamu untuk mendengarkanku bicara. Aku harus menjelaskan kesalahpahaman kita tujuh tahun yang lalu." "Tapi kita sekarang ini masih jam kerja. Aku--" "Jangan membantah! Aku atasanmu, Sandra. Jadi, kamu harus patuh dengan apa yang aku perintahkan. Duduk dan dengarkan apa yang akan aku bicarakan padamu." Sandra akhirnya pasrah. Wanita itu pun duduk di hadapan Rangga dan bersiap mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh lelaki itu. Meskipun sebenarnya semuanya sudah tidak penting lagi baginya. Semua sudah terlambat dan tidak akan mungkin mengembalikan keadaan seperti dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN