"Baiklah aku akan mendengarkan. Meskipun semuanya tidak mungkin bisa membalikkan keadaan," ucap Sandra setelah duduk di hadapan Rangga.
"Iya, aku tahu itu. Tapi, aku tetap ingin kamu tahu satu hal. Aku sangat mencintai kamu, Sandra. Sejak kita SMA, tujuh tahun yang lalu, bahkan hingga saat ini, detik ini." Sandra menghela napas panjang mendengar pengakuan Rangga.
"Setelah kelulusan itu, aku syok karena Papa minta aku melanjutkan kuliah ke London. Di sana ada jurusan bisnis yang cocok dengan perusahaan papa. Aku memang di gadang-gadang untuk meneruskan perusahaan di Surabaya.
Aku bimbang karena harus berpisah denganmu, padahal kita sudah janji akan kuliah di UI sama-sama. Kamu mengambil akuntansi dan aku manajemen bisnis. Namun, aku tidak bisa menolak keinginan Papa. Aku tetap harus berangkat.
Sebenarnya aku ingin mengatakan padamu tentang rencana kuliah ke London, tapi setiap kali aku ingin bicara mulutku seolah terkunci. Kamu pasti ingat, beberapa waktu sebelum pergi, aku sering mengajakmu jalan. Aku bermaksud membicarakan kepergianku ke London. Namun, tetap sajaku tak sanggup mengucapkan kata perpisahan itu. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menuliskan sepucuk surat untukmu yang aku titipkan pada mama. Aku menuliskan nomor teleponku yang baru di surat itu dan berharap kamu akan menghubungiku. Papa bilang aku harus berganti nomor telepon yang lancar dipakai untuk komunikasi di sana.
Hari berganti hari sampai satu minggu aku tinggal di London kamu tidak pernah sekalipun mengirimkan pesan apalagi meneleponku. Aku pikir Mama mungkin lupa memberikan surat yang aku titipkan, sehingga aku menanyakan kepadanya. Ternyata Mama mrmang tidak memberikannya.
Mama bilang kamu sudah pindah nggak tahu ke mana. Rumahmu kosong dan sudah ditempati oleh penghuni lain. Aku pun langsung menghubungi nomor telepon lamamu. Tapi, ternyata sudah tidak aktif.
Aku mencoba mengaktifkan media sosialku. Sayang semua akunku terkena hack. Aku nggak bisa login ke akunku sendiri karena seseorang telah mengganti sandinya dan beberapa hari kemudian akunku menghilang.
Aku mencoba mencari akun media sosialmu ternyata juga sudah lama tidak aktif. Aku pikir setelah kita berpisah kamu telah melupakan aku, sehingga aku pun berpikir untuk melupakan cinta kita dan menganggap itu hanya cinta monyet anak SMA. Namun, ternyata aku salah. Semakin aku berusaha melupakanmu, aku malah semakin mengingatmu, Sandra.
Aku tak bisa berbuat apa-apa selain berharap waktu cepat berlalu dan aku bisa segera pulang ke Jakarta untuk mencarimu. Setiap kali liburan semester, Mama dan Papa melarangku pulang. Mereka berdua selalu mengunjungiku setiap liburan. Jadilah selama empat tahun di sana, aku tidak pernah pulang.
Setelah aku menyelesaikan kuliah, Papa justru mintaku untuk melanjutkan S2 dan seperti biasa aku tidak bisa menolaknya. Satu tahun yang lalu lalu aku berhasil menyelesaikan S2 dan kembali ke Jakarta. Papa memintaku magang di perusahaannya yang di Jakarta selama 1 tahun. Setelah merasa aku benar-benar pantas dan siap, Papa mengirimku ke Surabaya.
Saat masih di Jakarta, aku sudah keliling semua tempat untuk mencarimu. Bahkan aku bertanya pada teman-teman SMA kita. Namun, semuanya tidak ada yang tahu. Mereka hanya bilang kalau ayahmu pindah dinas ke luar kota tapi tidak tau di mana.
Sejak saat itu aku putus harapan dan mengira tidak akan pernah bertemu lagi denganmu selamanya. Namun, kemarin malam saat aku datang ke kantor ini untuk melihat-lihat kondisi kantor sebelum mulai memimpin perusahaan, tanpa kusangka aku mendengar seorang wanita yang menjerit dan menangis di rooftop kantor. Aku seperti tidak asing dengan suaranya dan aku yakin itu kamu. Bahkan aku sempat mengira kalau aku sedang berhalusinasi karena merindukanmu.
Aku bergegas menaik dan menemukanmu sedang menangis. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi setelah ceritaku ini aku berharap juga bisa mendengar cerita versimu. Bagaimana kamu bisa pindah ke Surabaya? Bagaimana nomor teleponmu bisa tidak aktif, juga akun media sosialmu." Rangga menatap ke arah Sandra yang masih bergeming setelah mendengarkan ceritanya.
Wanita itu beranjak berdiri dari duduknya lalu mendekati kaca jendela ruangan Rangga dan menatap lepas ke arah luar sana sembari menghela napas berat.
"Benar kamu ingin mendengarkan cerita versiku?" tanya Sandra dengan posisi membelakangi Rangga. Lelaki itu pun berdiri dan mendekat ke arah Sandra.
"Iya, aku ingin mendengarnya."
"Baiklah, dengarkan baik-baik. Satu minggu setelah pertemuan terakhir kita, aku datang ke rumahmu. Namun, mamamu mengusirku. Beliau mengatakan kalau kamu sudah berangkat ke London untuk kuliah. Mamamu juga bilang kalau kamu akan dijodohkan dengan anak rekan bisnis Papamu yang ada di sana, untuk membangun jaringan bisnis yang lebih besar.
Mamamu memintaku untuk melupakanmu dan tidak menghubungimu lagi. Namun, aku belum menyerah begitu saja. Aku menghubungi nomor teleponmu yang lama, tapi tidak aktif. Lalu aku DM ke akun sosial mediamu, tapi kamu tidak membalasnya. Beberapa hari kemudian akunmu hilang.
Hal itu membuatku tidak bisa konsentrasi belajar, sehingga saat ujian masuk Universitas Indonesia, aku tidak lolos. Kebetulan ayah dipindah tugaskan ke Surabaya. Akhirnya kami sekeluarga pindah ke sana. Dalam perjalanan ke Surabaya, ponselku hilang. Terpaksa aku pun membeli ponsel baru dengan nomor baru juga. Aku lupa sandi, sehingga tidak bisa login ke media sosialku.
Saat sampai di surabaya aku sudah terlambat mendaftar kuliah, terpaksa aku kuliah di universitas swasta. Sejak saat itu aku sudah bertekad melupakanmu dan berkosentrasi kuliah."
"Jadi, mamaku adalah penyebab kesalahpahaman kita tujuh tahun yang lalu?" tanya Rangga sambil menatap Sandra penuh tanya.
"Aku tidak menuduh mamamu, tapi aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kalau benar kamu pernah menitipkan surat kepadanya, berarti memang mamamu tidak menginginkan kita bersama."
"Astaga, kenapa mama tega padaku. Selama ini aku selalu menurut dengan apapun yang mereka mau. Tapi, kenapa juga mama harus berbohong padamu kalau aku sudah jodohkan?" Rangga menyunggar rambutnya dengan kasar.
"Sudahlah, Rangga. Semua sudah berlalu. Kita terima saja takdir kita memang harus begini. Kamu jangan membenci mamamu. Walau bagaimanapun juga, setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Dan itu bukan aku," balas Sandra membuat Rangga menggeleng pelan.
"Nggak, Sandra. Aku hanya ingin kamu. Kali ini aku akan perjuangkan cinta kita. Aku pasti akan mendapatkan restu dari Mama dan Papa. Selama ini aku sudah menuruti keinginan mereka. Jadi, kali ini mereka harus mengabulkan keinginanku untuk bersama denganmu." Rangga mendekati Sandra, mengikis jarak antara keduanya dan bermaksud memeluk wanita yang sudah tujuh tahun ia rindukan itu. Namun, Sandra memundurkan langkahnya menghindari pelukan Rangga.
"Maaf, Rangga. Aku tidak bisa," tolak Sandra membuat Rangga kecewa.
"Kenapa kamu menolakku, Sandra? Apa sudah ada lelaki lain yang menggantikan aku di hatimu?" tanya Rangga menahan perih di hatinya.
"Kita tidak mungkin bisa seperti dulu lagi, Rangga. Karena--"
"Karena apa?"
"Karena aku sudah menikah."
"Apa?"
"Ya, aku sudah menikah tiga tahun yang lalu." Jawaban Sandra membuat persendian di kaki Rangga melemas.
"Jadi, aku terlambat?"