Bab 5. Bimbang

1401 Kata
"Maaf, Rangga. Mungkin memang kita tidak berjodoh. Jadi kita terima saja takdir ini." "Aku masih nggak percaya kamu benar-benar sudah menikah." Rangga menghela napas panjang. Mencoba mengambil oksigen sebanyak-banyaknya lalu mengeluarkannya pelan. "Aku harap setelah ini, kita bisa profesional dalam bekerja, Rangga. Tidak mudah untukku bisa masuk perusahaan ini. Aku harus bersaing dengan ratusan orang untuk bisa diterima di sini. Aku sudah bekerja di perusahaan ini sejak masih dipimpin Pak Anwar selama 3 tahun dan aku memulainya dari posisi paling bawah sebagai staf biasa. Dengan kerja kerasku, akhirnya aku bisa sampai di posisiku yang sekarang. Aku sama sekali tidak tahu kalau perusahaan ini milik papamu. Namun, perlu kamu tahu. Pekerjaan ini adalah hidupku, cita-citaku dari dulu. Jadi, aku mohon, lupakan masa lalu kita. Anggap saja kita baru bertemu hari ini," ucap Sandra. Rangga terdiam merasakan sesuatu di dalam dadanya. Nyeri menjalar seolah ada tangan tak kasat mata yang meremasnya. Selama 1 tahun terakhir setelah kepulangannya dari London, lelaki itu telah berusaha mencari Sandra. Namun, siapa sangka setelah bertemu wanita itu justru telah menjadi milik lelaki lain. "Kalau tidak ada yang mau kita bicarakan lagi, saya permisi. Kalau butuh sesuatu Anda bisa hubungi saya. Ruangan saya ada di sebelah Anda, Pak Rangga." Mendengar Sandra memanggilnya dengan sebutan Pak, Rangga pun mengangkat wajahnya dan menatap wanita itu. "Sebaiknya aku panggil kamu seperti itu karena kamu sekarang atasanku. Kita bukan lagi teman SMA. Saya permisi, Pak Rangga." Sandra membalikkan tubuh bermaksud meninggalkan ruangan Rangga. "Tunggu!" cegah Rangga membuat Sandra menghentikan langkah tanpa menoleh. "Apa yang membuatmu menangis dan berteriak di Rooftop tadi malam?" Pertanyaan Rangga membuat Sandra menoleh ke arah lelaki itu. "Maaf, Pak Rangga. Itu hanya masalah pribadi. Saya tidak berkewajiban menceritakan masalah pribadi saya kepada Anda. Selamat bekerja. Semoga Anda bisa membawa perusahaan ini jauh lebih baik dari sebelumnya." Setelah berkata demikian, Sandra meninggalkan ruangan Rangga. "Ibu kenapa? Ibu baik-baik saja, kan?" tanya Indi yang masih menunggunya di luar ruangan. Wanita itu heran melihat kedua mata Sandra mengeluarkan kristal bening. "Tidak apa-apa. Aku hanya grogi," balas Sandra sembari terlalu meninggalkan sekretarisnya itu. Indi pun mengekor di belakang Sandra tanpa banyak bertanya lagi. "Aku sedang tidak ingin diganggu. Kalau ada yang mau ketemu, kamu hendel saja, kecuali Pak Rangga," ucap Sandra sebelum memasuki ruangan. Indi mengangguk lalu kembali duduk di tempatnya. Meskipun ingin tahu apa yang dibicarakan atasannya dengan Rangga. Namun, dia hanya bisa menyimpan rasa penasarannya karena sepertinya Sandra sedang tidak ingin bercerita. *** "Sandra, tumben kamu ke sini? Bukannya Ibu ada di rumah kamu?" tanya Ira, kakak kandung Sandra sembari memeluk adiknya. Sore itu setelah pulang dari kantor Sandra memutuskan untuk mendatangi rumah kakaknya. "Ada sesuatu yang mau aku bicarakan dengan Mbak Ira," balas Sandra setelah melepas pelukan sang kakak. "Ya sudah, masuk dulu. Mau minum apa?" "Air putih saja, Mbak." "Baiklah." Ira mempersilahkan adiknya duduk, lalu meminta asisten rumah tangganya membawakan segelas air putih untuk Sandra. "Kenzie sama Kenzo ke mana, Mbak?" tanya Sandra setelah keduanya duduk di sofa. Dari pernikahannya, Ira memang sudah dikaruniai dua orang anak kembar yang diberi nama Kenzie dan Kenzo. "Si kembar lagi sama Papanya beli jajanan ke supermarket." "Oh pantes sepi," kekeh Sandra. Biasanya kalau dia datang ke rumah Ira, si kembar selalu antusias menyambutnya. "Kamu mau bicara apa? Apa ini ada hubungannya dengan ibu yang tiba-tiba minta tinggal di rumahmu?" "Iya, Mbak. Aku mau minta tolong pada Mbak Ira supaya meminta ibu untuk kembali tinggal di sini." Ira terkejut mendengar permintaan Sandra. "Kamu keberatan ibu tinggal di rumahmu?" tanya Ira membuat Sandra menggeleng pelan. "Sebenarnya aku senang sekali Ibu mau tinggal di rumahku, Mbak. Dari dulu Ibu lebih betah tinggal di rumah Mbak Ira karena ada Kenzie dan Kenzo. Ibu selalu menolak setiap kali aku memintanya tinggal di rumah dengan alasan kesepian karena memang aku dan Mas Bayu sibuk bekerja." "Terus apa masalahnya? Apa kamu merasa terbebani ibu tinggal di rumahmu?" "Bukan begitu, Mbak. Mbak Ira jangan salah paham. Sebenarnya aku sedang ada masalah dengan Mas Bayu dan aku tidak ingin Ibu tahu. Aku khawatir dengan kesehatan ibu." Mendengar ucapan sang adik, Ira menghela napas panjang. "Apa masalahmu dengan Bayu begitu serius, sehingga kamu mengkhawatirkan kesehatan ibu?" "Aku belum bisa cerita, Mbak. Aku masih berusaha menyelesaikannya sendiri. Tapi, kalau ibu tinggal di rumahku, aku jadi sulit ngebahas ini dengan Mas Bayu. Kami lebih banyak bersandiwara di depan ibu, padahal aku ingin segera menyelesaikannya. Aku janji, aku pasti beritahu Mbak Ira dan ibu. Tapi tidak sekarang. Aku takut Ibu drop." "Baiklah, nanti Mbak coba bicara pada Ibu. Semoga Ibu mau kembali tinggal di sini," balas Ira. "Terima kasih, Mbak. Mbak Ira memang selalu bisa aku andalkan," ucap Sandra sembari menggenggam kedua tangan kakaknya. "Kamu yakin bisa menyelesaikan sendiri masalahmu dengan Bayu? Kamu tidak butuh bantuan Mbak?" "Untuk sementara ini, aku akan mencoba menyelesaikannya sendiri, Mbak. Aku hanya minta tolong Mbak Ira membawa Ibu kembali ke sini." "Baiklah, nanti malam aku dan Mas Edo akan jemput Ibu." "Terima kasih, Mbak. Kalau begitu aku pulang dulu." Sandra memeluk Ira, lalu beranjak dari sofa dan bersiap pulang. "Tunggu, Sandra!" cegah Ira membuat Sandra menghentikan langkah dan menoleh ke arah sang kakak. "Ada apa, Mbak?" "Apa suamimu berselingkuh?" Pertanyaan Ira membuat Sandra kesulitan menelan ludahnya. Wanita itu terdiam, bingung hendak menjawab apa. Ira tersenyum, lalu mendekat ke arah Sandra. "Aku sudah menduganya. Meskipun Bayu terlihat seperti lelaki baik-baik, tetapi tidak menutup kemungkinan dia bisa tergoda dengan wanita lain. Bukankah aku sudah berulang kali mengingatkanmu, Sandra?" "Apa maksud Mbak Ira?" "Kamu terlalu mengabaikan suamimu. Bayu kesepian karena kamu selalu sibuk bekerja, bahkan kamu sering keluar kota." "Iya, aku sadar, Mbak. Tapi apakah semua itu lantas bisa dipakai alasan untuk dia berselingkuh?" "Memang tidak, kalau suamimu kuat imannya. Tapi, di sini tidak setiap lelaki itu memiliki keimanan yang kuat karena di luar sana banyak godaan." "Semua tidak sepenuhnya salahku, Mbak. Kami sudah berkomitmen, kalau setelah menikah aku akan tetap bekerja dan Mas Bayu menyetujuinya. Aku juga sudah berusaha untuk membagi waktu antara pekerjaan dan juga keluarga. Dan selama ini Mas Bayu juga tidak mempermasalahkannya. Kalau dia masih berselingkuh, apa itu juga salahku?" "Iya, aku paham dengan posisi kamu. Sekarang Mbak tanya, penyelesaian macam apa yang akan kamu ambil?" "Aku akan bercerai dengan Mas Bayu, Mbak." "Apa keputusanmu sudah final? Apa tidak ada itikad baik dari Bayu?" "Ada, Mbak. Mas Bayu menyesal dan minta maaf. Dia janji akan meninggalkan wanita itu. Tapi aku tidak sanggup hidup dengannya lagi setelah apa yang terjadi." "Kamu yakin, Sandra? Kamu tidak ingin mencoba memperbaiki dulu? Perceraian itu sangat dibenci Allah." "Aku yakin, Mbak." "Sandra, boleh Mbak bercerita?" tanya Ira membuat Sandra mengangguk pelan. "Kamu tahu kenapa Mbak lebih memilih resign, fokus pada keluarga dan fokus mengurus Kenzi dan Kenzo?" Sandra menggeleng pelan mendengar pertanyaan sang kakak. "Mbak merelakan karir yang sedang bagus-bagusnya demi keutuhan keluarga. Mbak pernah mengalami seperti apa yang kamu alami sekarang, Sandra. Mbak sadar dalam hal ini tidak semuanya kesalahan Mas Edo. Mbak kurang memperhatikan semua kebutuhannya. Selagi semua masih bisa diperbaiki, maka salah satu dari kami memang harus berkorban dan tidak mempertahankan ego." "Maksud Mbak Ira, Mas Edo juga pernah--" "Iya, Mas Edo pernah menjalin hubungan dengan wanita lain di belakangku. Kejadiannya sebelum Kenzie dan Kenzo lahir. Waktu itu masih ada Ayah dan kalian masih tinggal di Jakarta." "Lalu Mbak Ira memaafkan Mas Edo?" "Mas Edo menyesal dan berjanji tidak akan pernah mengulangi kesalahannya lagi. Waktu itu Mbak berpikir, Mbak juga salah. Jadi, nggak ada salahnya memberikan kesempatan kedua. Allah saja Maha Pengampun. Akhirnya, Mbak maafkan Mas Edo, meskipun jujur perasaan Mbak sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Tapi demi keutuhan rumah tangga, Mbak memang harus berkorban. Mengorbankan perasaan dan juga karir Mbak. Semua demi keutuhan rumah tangga. Tak lama setelah itu, Mbak hamil Kenzie dan Kenzo. Sejak saat itu Mas Edo semakin sayang pada Mbak. Dia nggak pernah lagi berhubungan dengan wanita lain. Kami hidup bahagia hingga sekarang. Sandra, Mbak ingin kamu mencoba memperbaiki dulu semuanya. Jangan menyerah. Perceraian bukan satu-satunya jalan yang harus ditempuh." "Jadi, menurut Mbak Ira aku harus memaafkan Mas Bayu?" "Kalian perlu bicara dari hati ke hati. Introspeksi diri. Cari solusi bersama. Nanti Mbak akan jemput Ibu. Selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin. Pesan Mbak, jangan terburu-buru mengambil keputusan untuk bercerai. Selagi masih bisa diperbaiki, cobalah untuk diperbaiki, kecuali kalau Bayu mengulang kesalahannya." Sandra menghela napas panjang. Apa yang dikatakan sang kakak ada benarnya. Wanita itu menjadi bimbang dalam mengambil keputusan. Akan memaafkan dan memberi kesempatan kedua untuk Bayu atau tetap pada keputusan awalnya yakni bercerai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN